Bab 33 – Berubah
Alma cukup
kesal dan merasa sangat tidak nyaman ketika Jalu menjemutnya dengan Lily yang
ikut di belakang. Jalu sudah menjelaskan alasannya mengajak Lily karena
sekalian menjemputnya pulang setelah perawatan kulit. Alma ingin marah tapi ia
tak mau memulai pertengkaran baru lagi dengan suaminya.
“Mama
bilang besok kita program hamil,” ucap Alma. Jalu hanya mengangguk menanggapi
ucapan istrinya.
Jalu begitu
lelah dan enggan membahas soal anak dengan wanita yang sama sekali tidak ia
sukai. Lily hanya diam di belakang menunggu sampai mereka sampai di tujuan.
Alma membicarakan banyak hal hingga meminta untuk bulan madu lagi agar
hubungannya dengan Jalu bisa membaik.
Sampai di
rumah Alma langsung di sambut hangat oleh Naila. Lily yang sadar kehadirannya
tidak di sukai Alma dan Alma juga belum mengajaknya bicara apa lagi meminta
maaf. Lily memilih diam di kamar sepanjang jamuan makan malam keluarga.
Jalu merasa
tidak enak hati melihat adiknya jadi menyingkir dari keluarganya sendiri. Tapi
ia tak bisa banyak berbuat apa-apa. Terlebih mamanya juga tampak semangat
membahas soal program kehamilan yang akan di jalani Alma. Jalu juga tak mau
merusak suasana.
●●●
Lily sibuk
dengan pendidikannya sementara Jalu dan Alma sibuk dengan persiapan program
kehamilannya setelah pemeriksaan awal yang mengatakan bila tak ada janin di
rahim Alma. Jalu lebih banyak menghabiskan waktu bersama Alma hampir tiap hari
Jalu pulang kerumahnya sendiri. Tentu Alma senang akan hal itu. Tapi Jalu juga
jadi begitu dingin padanya.
Jalu hanya
bicara saat Alma menanyakan sesuatu padanya. Itupun jawabannya benar-benar
singkat dan seperlunya saja. Tidak ada lagi Jalu yang hangat dan penuh senyum.
Tidak ada lagi Jau yang ramah dan penyabar. Semuanya sudah tinggal kenangan.
“Kamu bisa
mulai kerja sama sekertaris lamaku di perusahaan papamu, dia bakal bantu kamu
buat belajar segalanya tentang perusahaan papamu,” ucap Jalu memberitahu soal
pemindahan tugas sekertaris lamanya pada Alma.
“Terus Mas
sekertarisnya siapa?” tanya Alma lembut.
“Aku pakek
sekertaris lamaku di perusahaan keluargaku,” jawab Jalu lalu merapikan dasinya
sendiri.
“Apa dia
perempuan?” tanya Alma.
“Iya, kamu
udah pernah ketemu,” jawab Jalu lalu memakai jam tangannya dan berjalan keluar.
Alma
mengikutinya dengan perasaan yang begitu cemburu. “Aku gak setuju,” ucap Alma
menolak pemindahan sekertaris dan tidak mau suaminya berdekatan dengan wanita
lain.
“Aku tidak
meminta persetujuanmu,” jawab Jalu lalu masuk ke dalam mobil dan pergi dari
rumahnya.
Airmata
mengalir di pipi Alma. Ia begitu kesal karena tak bisa mendapatkan hati Jalu
lagi. Padahal yang ia inginkan begitu sederhana. Ia hanya ingin Jalu setia dan
menyayanginya, tidak lebih. Rasanya bila di bandingkan dengan perusahaan yang
sempat ingin Alma kuasai. Menguasai hati Jalu ternyata lebih ia inginkan dan ia
butuhkan saat ini.
“Halo Kak
ada apa?” suara Lily yang menerima telfon dari Alma.
“Kamu
dimana?” tanya Alma.
“Lagi di
kampus Kak, antri naruh berkas,” jawab Lily.
Alma
langsung mematikan panggilannya dan melakukan panggilan video call pada
Lily. Lily mengangkatnya dan menunjukkan lingkungan sekitarnya yang memang
benar-benar sedang mengantri dan berdesak-desakan.
Alma
mematikan panggilannya dan beralih untuk menelfon Jalu berulang-ulang kali.
Tapi Jalu tak menjawabnya karena memang sedang sibuk bekerja dan sedang
melakukan beberapa penyesuaian dengan sekertaris lama yang ia pekerjakan lagi.
Alma
benar-benar kacau dan kebingungan karena Jalu yang mengabaikannya. Ia berusaha
tenang dan mencari cara untuk bisa mengontrol Jalu. Tapi semakin ia berusaha
mengontrolnya, semakin ia membatasi gerakan Jalu, semakin ia mengekang Jalu.
Jalu bertingkah makin menyebalkan dan semakin jauh dari jangkauannya.
“Alma! Ya
ampun!” pekik Andre psikiater yang menangani Alma begitu mendapati Alma tampak
begitu kacau dan berantakan di kamarnya.
“Suamiku
terus mengabaikanku,” adu Alma dengan airmata yang berlinangan.
Andre
memeluk Alma agar ia bisa lebih tenang. Alma menangis dalam pelukan Andre
dengan begitu tersedu-sedu. Pelayan yang datang untuk melihat tamu dan
memeriksa kondisi Alma yang dari tadi menangis sambil berteriak cukup kaget
melihat Alma berada dalam pelukan seorang pria asing dengan mesra.
“Aku cuma
pengen suamiku sayang aku kayak dulu lagi, aku baru tiga bulan menikah. Suamiku
sudah mengabaikan aku seolah aku tidak terlihat di matanya. Seolah aku wanita
tua gendut yang tidak menarik lagi,” adu Alma sambil menangis dan mencurahkan
isi hatinya.
Andre
mengangguk paham dengan apa yang di rasakan Alma. Andre yang sudah menangani
Alma sudah hampir sepuluh tahun itu merasa benar-benar iba padanya. Andre
begitu ingat hari terakhir dimana Alma memutuskan menyudahi masa terapinya
karena sudah menemukan Jalu sebagai tambatan hatinya saat itu.
Andre melihat
betapa bahagianya Alma dengan jelas. Bahkan ia juga melihat betapa romantis dan
penyayangnya Jalu. Meskipun tak ada yang memintanya untuk menyelidiki Jalu, ia
sempat melakukan pengamatan kecil dan meyakinkan Alma juga bila Jalu memang
pria baik yang penyayang dan ambisius. Sangat cocok dan serasi dengan Alma yang
juga ambisius dan penuh kasih sayang.
Andre
merasa bersalah dan rasanya masih tak percaya bila Jalu yang ia harap bisa
menjadi obat dan rumah terbaik untuk Alma malah menjadi penyebab patah hati
terbesar Alma. Bahkan ini dua kali lipat lebih besar daripada saat Alma berada
dalam tekanan keluarganya.
“Aku pengen punya anak, aku pengen jadi ibu, aku pengen suamiku memperhatikan aku, aku gak bisa liat suamiku cuek ke aku terus, dia hampir ga pernah ngajak aku ngomong setelah kita bertengkar beberapa waktu lalu. Suamiku berubah,” tangis Alma yang benar-benar sedih dan merindukan Jalu.