Bab 15 – Antara Kita
Sebelum sampai ke rumah Jalu dan
Lily menyempatkan makan terlebih dahulu di restoran cepat saji salah sebuah mall.
Jalu menggenggam tangan Lily dengan erat sesekali menciuminya lalu saling tatap
dan tersenyum ceria. Masih ada rasa sesal dan bersalah di hati Lily. Tapi sisi
lain dalam dirinya juga menikmati semuanya dan merasa lega setelah mendapatkan
semuanya.
“Itu temenmu bukan?” tanya Jalu
sambil melirik gerombolan anak SMA yang baru pulang sekolah.
Lily menatap arah yang Jalu lirik
lalu menggeleng. “Kayaknya adek kelas,” jawab Lily lalu melahap kentang
gorengnya.
Jalu mengangguk paham lalu kembali
menggenggam tangan Lily. “Rasanya aku pengen kabur berdua sama kamu selamanya.
Aku bosen sama Alma. Kalo bukan karena perusahaan keluarganya aku ga bakal
kayak gini,” ucap Jalu lalu menghela nafas.
Lily mengangguk pelan. Ada rasa
senang di hatinya mendengar Jalu yang jelas jauh lebih menyukainya daripada
Alma. Tapi seketika itu juga hatinya juga terasa sakit saat membayangkan
bagaimana bila posisi Lily yang ada di posisi Alma saat ini. Betapa jahatnya
Jalu yang hanya memanfaatkan gadis polos itu.
“Masih mau tambah gak?” tanya Jalu
setelah Lily menghabiskan ice creamnya dan meminum soda.
Lily menggeleng. “Ayo pulang,” ajak
Lily lalu bangun dari duduknya setelah merapikan mejanya agar cleaning
service bisa membersihkan mejanya dengan mudah.
Tak banyak pembicaraan yang Jalu dan
Lily bicarakan. Meskipun Jalu berusaha memulai pembicaraan dan mencari topik
pembicaraan. Sampai akhirnya Jalu menyadari ada yang salah pada adiknya yang
sama sekali jadi tak bersemangat setelah berhubungan intim dengannya.
“Lily, ada apa?” tanya Jalu. “Aku
tidak mau di diamkan lagi,” sambung Jalu sambil menghentikan mobilnya di tengah
halaman rumahnya.
Lily menggeleng. “Aku bingung kak
sama perasaanku. Aku seneng akhirnya bisa sama kakak, tapi disisi lain aku
merasa bersalah sama Kak Alma. Aku merasa jahat sebagai seorang perempuan. Aku
gak mau kayak gini lagi,” ucap Lily dengan mata berkaca-kaca.
Jalu menggeleng, jelas Jalu tidak
mau awal kebahagiaannya hari ini juga menjadi akhir kebahagiaannya di waktu
yang bersamaan. Jalu tentu saja tak mau melepaskan Lily begitu saja setelah
sekian lama menanti hari ini datang.
“Aku ga mau jadi orang yang merebut
kebahagiaan orang lain. Aku bukan orang yang egois kak! Aku ga bisa gini terus.
Aku ga mau di hantui rasa bersalah. Harus sembunyi-sembunyi. Main
rahasia-rahasiaan. Aku ga mau hidup di hantui bayang-bayang, aku capek kayak
gitu terus,” ucap Lily lalu melepaskan sabuk pengaman yang ia pakai dan
berusaha keluar dari mobil.
Jalu jelas dengan sigap menahannya.
Tapi Lily langsung mengibaskan tangannya tak mau di tahan dan tak mau di rayu
lagi oleh Jalu. Lily tetap keluar dan berlari ke rumah meninggalkan Jalu
sendirian di mobil.
Jalu mengusap wajahnya dengan gusar
sambil menghela nafasnya, sebelum akhirnya frustasi dan mengadu kepalanya
dengan stir mobilnya.
●●●
Alma terus bersama Jalu begitu ada
di rumah dan berusaha menunjukkan kemesraan layaknya pasutri baru yang sedang
kasmaran. Jalu tak terlihat bersemangat saat bersama Alma apa lagi ia baru saja
bertengkar dan belum berhasil membujuk Lily lagi, meskipun Jalu juga tidak
menolak saat Alma melayaninya di meja makan juga tetap memakai pakaian yang di
siapkan Alma untuknya.
Lily juga mendapat beberapa hadiah
dari Alma. Sebuah selimut yang sama seperti yang dulu ia berikan pada Jalu,
sebuah ponsel baru, beberapa perhiasan dan satu set alat make up. Lily
hanya menyingkirkan pemberian Alma ke atas meja belajarnya. Lily sudah dapat
semuanya dari Jalu, selain itu rasanya terlalu jahat bila Lily tetap menerima
pemberian Alma setelah ia berhubungan intim dan merasakan betapa nikmatnya
Jalu.
“Lily,” Alma langsung membuka pintu
kamar Lily dan melongokkan kepalanya memastikan Lily ada di dalam sana.
Lily terkejut, Lily yang awalnya
ingin mengganti pakaiannya jadi mengurungkan niatnya. “Hai…” sapa Lily
canggung.
“Aku ga tau Lily suka apa, suamiku
ga pernah bicarain apa-apa soal Lily,” ucap Alma yang sungguh membuat hati Lily
hancur dan merasa bersalah di saat bersamaan. “Aku ga pernah punya adik
perempuan, aku gak paham apa yang lagi hits di remaja seumuranmu,”
sambung Alma lalu duduk di atas tempat tidur Lily.
Lily menatap Alma lalu tersenyum
canggung. “Kak Alma anak tunggal?” tanya Lily mengalihkan pembicaraan.
Alma diam cukup lama untuk menjawab
pertanyaan sederhana itu. “Em… secara de jure aku anak tunggal, tapi
secara de facto aku punya kakak perempuan,” jawab Alma sambil tersenyum
berusaha menguatkan hatinya.
“Oh, sorry. Aku ga tau, turut
berbela sungkawa kak,” ucap Lily yang malah membuat Alma tertawa
terbahak-bahak.
“Kakakku belum meninggal. Dia Cuma
di coret dari KK dan sebagai pewaris saja. Dia lebih memilih buat menikah sama
pasangan lesbinya yang jadi transgender. Sttt! Jangan bilang siapa-siapa ya,
ini rahasia kecil kita,” ucap Alma ceria sambil berkedip pada Lily.
Lily mengangguk sambil tersenyum.
“Aku baru tau kalo Lily sekolah
pakek jilbab. Lily keliatan cantik, kayak ukhti-ukhti. Bikin iri deh, Lily
pakek baju sexy cantik pakek hijab juga cantik,” ucap Alma berusaha menyanjung
Lily agar bisa dekat dengannya.
Lily hanya tersenyum lalu mengusap
tengkuknya yang tak gatal.
“Besok abis aku ngajar, pulang
sekolah kita belanja yuk, shopping beli baju,” ajak Alma tiba-tiba.
“B-besok?” Lily teringat pada janji
Jalu yang akan membawanya memasang suntikan hormon progestin agar bisa aman
berhubungan intim dengannya.
“Iya, aku pengen dandanin Lily pakek
baju-baju muslim gitu. Kemarin waktu Lily nyanyi di resepsiku banyak coeok
hidung belang deketin Lily. Papa bilang tadi katanya Lily pengen cepet punya
pasangan juga. Aku jadi semangat buat bantu Lily,” ucap Alma begitu terus
terang.
“Adek!” seru Taji yang masuk ke
kamar Alma bersama Amanda. “Lily aku sama kak Amanda mau main trampoin, mau
ikut ga?” ajak Taji.
“Nanti ada adekku juga,” ajak Amanda
dengan ceria. “Adekku yang pemain basket itu,” sambungnya.
“Wuuuu pemain basket!” seru Taji
ikut mengompori.
Lily menggeleng sambil tertawa
mendengar ajakan Taji dan kekasihnya itu. “Aku mau belajar,” tolak Lily. “Kita
main malem minggu aja,” tawar Lily.
Taji dan Amanda terlihat sedih Lily tak bisa ikut tapi mereka tetap pergi. Sementara Alma merasa bila Lily cukup pemilih dan akan sulit bisa dekat dengannya. Sementara Lily sebenarnya merasa ingin menenangkan dirinya terlebih dahulu setelah melalui begitu banyak hal hingga memberikan keperawanannya pada Jalu pada akhirnya.