Bab 34 – Sekertaris Baru
Jalu
menerima beberapa laporan dari pelayannya di rumah. Ia hanya menghela nafas dan
tak ambil pusing. Lagi pula Alma juga pernah menceritakan soal Andre
psikiaternya, tapi begitu pelayannya mengirimkan gambar-gambar dimana Alma
berpelukan dan menangis dalam dekapan Andre, senyum langsung tersungging di
bibir Jalu. Ia memiliki kesempatan untuk menggugat Alma nantinya.
Setelah
kejadian itu Jalu juga makin dingin pada Alma. Setiap ia selesai berhubungan
intim, Jalu akan langsung mandi dan tidur atau menyibukkan dirinya agar bisa
mengabaikan Alma dan membuatnya tidak betah dengan hubungannya sendiri. Jalu
juga mulai sering membuat ijin yang cukup mengada-ada agar ia bisa keluar kota
tanpa mengajak Alma hanya demi bisa menginap di apartemen milik Lily selama kuliah.
“Mas, kita
perlu bicara,” ucap Alma dengan matanya yang sembab menyambut kepulangan Jalu.
Jalu
menghela nafas lalu duduk di samping Alma untuk mendengarkan apapun yang akan
Alma ucapkan padanya.
“Kamu
berubah, kamu mengabaikan aku, kamu sering pergi keluar, kamu bahkan bohong
soal acara kantor yang mengharuskan kamu menginap. Apa ada sesuatu yang kamu
sembunyikan dari aku? Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan padaku? Apa aku
bikin salah sama kamu?” cecar Alma langsung.
“Aku memang
begini Alma. Aku tidak berubah, mungkin kamu yang baru melihat sisi diriku yang
lain. Aku juga kaget dan merasa kamu berubah waktu kamu benci sama Lily dan gak
bisa benar-benar akur dengan keluargaku,” jawab Jalu membalikkan keadaan.
“Kamu tau
aku ga punya keluarga yang harmonis, kamu tau aku punya masalah dengan
kepercayaan, kamu tau kamu satu-satunya orang yang kucintai dan kumiliki saat
ini,” ucap Alma memelas.
Jalu
menggengga tangan Alma. “Berapa kali aku mencoba membawamu merasakan keluarga
ideal dan harmonis dalam keluarga besarku? Berapa kali aku berusaha memberikan
kasih sayang sesuai yang kamu inginkan? Berapa kali aku bersabar dengan
sikapmu? Aku mencoba yang terbaik yang aku bisa Alma. Tapi kamu yang selalu
merasa tidak pernah cukup,” ucap Jalu menenangkan Alma.
Alma mulai
menangis sambil menatap Jalu. “Sebelumnya kamu ga pernah gini, kamu selalu baik
ke aku. Hangat, sabar, penuh kasih sayang, kamu gak pernah diemin aku tanpa
alasan yang tidak jelas seperti ini, kamu juga gak pernah meninggalkan aku
setelah kita bercinta. Kamu berusaha menghindari aku Mas,” ucap Alma berusaha
tegar.
Jalu diam
lalu mengusap wajahnya dengan gusar. “Terus kamu mau aku gimana? Kamu bahkan
selalu mencurigai Sari padahal kamu tau dia lebih tua dari aku dan punya suami,
kamu terus-terusan menuduhku dengan hal-hal yang bahkan tidak benar-benar nyata
Alma. Kamu menuduhku dengan hal-hal yang ada di pikiranmu, di dalam khayalanmu
lalu menganggap semua itu nyata! Bahkan sekarang kita sedang memperdebatkan
sesuatu yang tidak seharusnya kita perdebatkan,” tegas Jalu lalu mendekap Alma.
Alma
menangis begitu tersedu-sedu dalam pelukan Jalu. Sudah lama sekali sejak Jalu
memeluknya terakhir kali. Alma begitu merindukan Jalu lebih dari apapun, bukan
hanya urusan ranjang saja tapi juga sikap dan kebersamaannya bersama Jalu.
“Aku kangen
kamu Mas, aku kangen kamu yang dulu. Aku capek di diemin terus, aku capek kamu
cuekin terus, aku pengen di perhatikan, aku pengen di sayang juga kayak kamu
sayang ke Lily, kayak kamu sayang ke mama, aku pengen di perlakukan seperti itu
juga, aku iri,” Alma menangis sambil memeluk erat Jalu.
Sejenak
Jalu merasa bersalah pada Alma. Alma adalah gadis kaya yang ia gunakan untuk
memenuhi egonya. Semata hanya agar bisa lebih keren dari papanya saja. Alma
tidak salah dalam segala masalah bahkan sampai perubahan sikap Jalu. Semua Jalu
yang membuatnya jadi runyam seperti ini.
“Aku capek
ngerasa sendirian terus Mas,” rengek Alma mencurahkan isi hatinya. “Aku gak
masalah kamu anggap aku berkhayal atau apalah terserah, aku merasa lelah harus mengemis
dan memohon hanya demi sebuah perhatian kecil dari suamiku sendiri,” ucap Alma.
Jalu hanya
diam. Rasa egoisnya dulu ternyata berbada dengan Alma yang ternyata
mencintainya dengan sepenuh hatinya. Bahkan meskipun Jalu akui Alma menyebalkan,
setidaknya sikapnya pada Lily menyebalkan, tapi Alma sudah mencoba dan berusaha
menjadi menantu yang baik untuk orang tuanya.
Alma juga
tetap berusaha menjadi istri yang baik untuk Jalu. Ia tetap ada di rumah
menunggu Jalu pulang dan menemaninya di tiap kesempatan. Meskipun dengan segala
sakit hati yang ia dapatkan, kesepian yang ia rasakan, Alma bisa pergi
kemanapun dan dengan siapapun yang ia mau. Tapi ia memilih tetap di rumah,
tetap menunggu suaminya pulang bekerja. Hanya demi bisa merasakan sedikit
perhatian. Setiap hari, selalu begitu.
“Oke aku
bakal bagi waktu dengan lebih adil sekarang. Aku berusaha lebih adil ke kamu,”
ucap Jalu mengalah sambil mengelus punggung Alma.
Dalam hati
Alma ia menginginkan Jalu yang menyadari betapa perlunya ia untuk memperhatikan
Alma, memiliki waktu berdua, dan bersikap adil dengan apapun atau siapapun yang
membuat perhatiannya teralihkan. Tapi Alma tak bisa banyak berharap. Dari awal
ia menikah rasanya Jalu bukan pria yang memiliki inisiatif seperti itu. Paling
tidak, tidak pada dirinya.
“Aku makan
di luar tidak usah siapkan makan malam,” ucap Jalu pada pelayan yang hendak
menyiapkan makan malam. “Ayo pergi keluar, kita perlu kencan sesekali,” hibur
Jalu pada Alma.
Alma langsung mengangguk dengan senyu sumringah yang mengembang di bibirnya. Ia begitu senang suaminya kembali memperhatikannya.