Bab 05 - Sakit
Lily rutin mengirim fotonya saat
sedang di tempat kemah ke grup keluarga. Hanya Naila yang menanggapinya dan
kepo dengan apapun yang Lily lakukan, baru setelah Naila dan Lily selesai
berbalas pesan Taji atau Jalu akan menanggapi dengan stiker-stiker tidak nyambung
dari WhatsAppnya agar Lily dan Naila berhenti chatting. Kadang Robi juga
menanggapi tapi hanya pada pesan yang di kirim istrinya dengan banyak emoji
love dan cium tanpa peduli dengan ketiga anaknya yang lain seperti
biasanya.
Jalu sedikit sewot sebenarnya tiap
papanya begitu fanatik dan memonopoli mamanya seenak hati seperti itu. Berbeda
dengan Taji yang cuek-cuek saja menanggapi kebucinan papanya itu. Awalnya taji
tak suka tapi saat ia merasakan punya pacar pertama kali saat SMP ia jadi paham
kenapa papanya begitu bucin.
“Kan aku dah bilang kalo kakak punya
cewek ngerti kan gimana rasanya,” ucap Taji yang melihat Jalu bolak-balik
mengawasi ponselnya dan chatting lama dengan Alma.
Jalu menatap Taji heran dan bingung.
Ia bukan sedang menanti Alma saja, ia menanti selimutnya di kembalikan. “Kamu
mau kemana?” tanya Jalu yang menyadari adiknya begitu rapi.
“Mau nengokin Lily lah, dia pingsan
kemarin,” ucap Taji.
“Hah?! Kok bisa? Itu di grup sehat
dia!” Jalu kaget dan khawatir di saat yang bersamaan.
Taji mengerutkan keningnya. “Lily
bilang udah kabarin kamu, tapi ga balse. Jadi chat aku. Di grup ma
semuanya baik. Kayak ga tau mama aja kalo dapet kabar jelek. Dah ah aku mau
berangkat, kasian adikku ga ada yang ngurusin,” ucap Taji yang langsung
bergegas pergi karena supir dan mobilnya juga sudah siap tanpa peduli pada
Jalu.
Jalu tentu tak tinggal diam, tapi
begitu ia keluar mengejar Jalu ada sebuah mobil Rools Royce abu-abu yang masuk
ke halamannya. Jalu jelas tak dapat pergi, Alma datang kerumahnya.
“Assalamualaikum,” ucap Suzan yang
datang bersama Alma dengan ceria.
Alma membuntutinya di belakang
sambil membawa paper bag sedang di tangannya.
“Waalaikumsalam,” jawab Jalu lalu
tersenyum dengan susah payah menyambut tamu yang sudah tak ia harapkan lagi kedatangannya.
“Mama ada di rumah?” tanya Suzan sok
akrab.
“Wah belum pulang Tante, masih
liburan sama papa,” jawab Jalu berharap tamunya akan segera pulang.
Tapi lagi-lagi keberuntungan tak
berpihak padanya, orang tuanya yang pergi liburan datang dengan iring-iringan
pengawalnya. Tak lama Naila yang melihat ada Suzan langsung menyambutnya dengan
ceria dan langsung di ajak masuk ke dalam untuk minum teh bersama. Tentu saja
Robi sama tak sukanya dengan Jalu pada tamunya kali ini. Ia berharap bisa
lanjut berduaan dengan istrinya. Tapi ia malah jadi harus menjamu tamu begini.
“M-mas, maaf, selimutnya kemarin
rusak. Nodanya gak hilang-hilang. Jadi aku pilih beliin gantinya aja,” ucap
Alma sambil menyerahkan paper bagnya pada Jalu.
Sungguh dalam hati Jalu, ia sudah memberikan
bergitu banyak sumpah-serapah dan makian tiada henti pada Alma.
“A-aow, begitu.” Jalu langsung
membuka isi paper bag yang baru di berikan Alma. “T-terus selimutku
mana?” tanya Jalu yang tak menemukan selimutnya.
“A-aku buang, tapi itu aku ganti
yang baru kok. Bahannya lebih bagus,” jawab Alma.
Jalu mendengus kesal. “Bukan begitu
Alma, itu hadiah dari Lily. Aku menghargai usaha Lily buat beli itu, bukan
karena harganya,” jelas Jalu sambil kembali menghela nafasnya.
Alma merasa menyesal tapi ia lebih
merasa makin terpesona dan jatuh hati pada Jalu. Jalu benar-benar sepurna,
sesempurna parasnya. Bahkan jauh lebih baik lagi.
Sementara Jalu berpikir bila Alma
adalah wanita paling menyebalkan di bumi yang tak akan pernah masuk dalam
kategorinya. Kalau saja bukan karena perusahaan batubara milik keluarganya,
Jalu jelas tak akan melirik wanita culun, tolol, dan ceroboh ini.
●●●
Taji membawakan makanan sehat dari
rumah dan selimut juga pakaian hangat dan obat-obatan untuk Lily yang masih
ingin melanjutkan jamborenya. Ada sedikit kekecewaan di hati Lily saat tau
hanya Taji yang datang menjenguknya di tempat kemah. Ia berharap Jalu yang
datang. Lily berharap kedekatannya bersama Jalu belakangan waktu akan bisa
mencuri hati kakanya itu.
Tapi nyatanya hanya Taji yang datang
dan Jalu tetap tak peduli padanya seperti biasanya. Lily sudah berusaha untuk
ikhlas dan senang dengan apa yang ia terima. Paling tidak ada keluarga yang
menjenguknya daripada hanya pelayaan di rumahnya dan supir yang datang.
“Kak Jalu akhirnya punya pacar loh,”
ucap Taji yang ingin mencoba mencari obrolan ringan saat menemani Lily makan
bubur ayam yang Taji bawakan.
“Hah?! Kak Jalu punya pacar?!” Lily
begitu kaget dan patah hati di saat yang bersamaan.
“Iya, sama kak Alma yang makan malem
bareng kita sama rektor kampus kakak itu loh,” ucap Taji santai sambil tertawa
kecil. “Kak Jalu tu payah banget percintaannya. Bayangin aja dari pacarnya yang
sebelumnya ke yang sekarang jaraknya mau 5 taun.”
Lily tersenyum kikuk lalu mengangguk
dan kembali lesu sambil mengaduk-aduk buburnya. Lily mati-matian sekuat tenaga
menahan airmatanya yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Lily sudah
berusaha agar Jalu bisa melihatnya sebagai seorang perempuan yang pantas di
cintai sebagai pasangannya bukan adik
kecilnya. Tapi sekarang Jalu malah menemukan wanita lain.
Bahkan usahanya untuk mencari
perhatian kali ini juga rasanya gagal total dan tak akan ada lagi aksi capernya
yang bisa menarik perhatian Jalu. Jalu jelas akan memprioritaskan pasangannya.
Jalu persis seperti papanya. Lily ingat betapa romantis dan lembutnya Jalu pada
mantan pacarnya yang menjadi awal keinginan Lily untuk mendapatkan hati Jalu
juga…ya atau paling tidak mendapat pria yang seperti Jalu.
Pria yang hanya mencintai satu wanita dan mencurahkan segala perhatian dan kasih sayang untuk memuliakan pasangannya. Pria yang tidak memberikan ketertarikannya pada hal lain secara cuma-cuma, pria yang tidak dengan murah bersikap manis pada semua wanita. Pria yang mampu memberikan rasa spesial dan hangat di balik sikap cuek dan dinginnya. Tapi itu hanya akan jadi impian Lily. Mustahil ia akan mendapatkan Jalu dan sekarang kemustahilan itu makin terlihat jelas mulai saat ini.