Mata Lily berkaca-kaca menatap Jalu,
keberaniannya dan kekuatannya untuk melawan Jalu perlahan meninggalkan hatinya.
Lily ternyata tak sekuat itu menghadapi patah hati terbesarnya. Lily tak kuat
lagi menahan kesedihan yang menyelimutinya kembali. Ternyata ia tak bisa
meluapkan emosinya dan memanfaatkan kekuatan itu untuk membalas perbuatan Jalu.
Meskipun Lily juga ragu apa salah Jalu hingga ia harus membalas perbuatannya.
Kakaknya menikahi wanita yang layak dan sepadan dengannya. Dimana letak
kesalahannya hingga Lily harus berbuat sejauh ini.
“Udah ya Kak, aku capek ngadepin
kakak. Aku ga mau membicarakan apapun, aku ga bakal pergi sama kak Damian,”
lirih Lily yang akhirnya mengalah dan memilih untuk menyerah pada Jalu.
“Bukan itu jawaban yang ingin ku
dengar, Lily,” paksa Jalu yang merasa tidak puas dengan jawaban Lily dan masih
bertanya-tanya kenapa adiknya jadi tiba-tiba mendiamkannya dan menangis hanya
karena di bentak seperti ini.
“Aku capek kak, aku mau sendiri,”
ucap Lily mengulang ucapannya dengan air mata yang mulai berlinangan di
pipinya.
“Jawab pertanyaanku dulu. Kamu
kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba menghindari aku?” tanya Jalu tapi Lily hanya diam
saja dan memalingkan pandangannya menghindari tatapan mata Jalu. “Apa sulit
jujur? Apa terus menghindariku dan menyembunyikan rahasiamu akan membuatmu
merasa lebih baik disini?” tanya Jalu mendesak Lily dengan lebih lembut sambil
mendudukkan Lily di tempat tidurnya.
“Harusnya dari awal aku tidak
disini. Harusnya dari awal aku tidak usah di adopsi keluarga ini,” ucap Lily
ambigu yang membuat Jalu bingung dan khawatir bila Lily tau rahasianya atau ia
yang tak sengaja mengucapkan itu tanpa sadar pada Lily.
“Apa maksudmu? Kamu kenapa ngomong
gini sih?” tanya Jalu ingin memperjelas apa maksud ucapan Lily.
“Ga ada maksud apa-apa kak, bener
kata kakak. Aku murahan, aku anak adopsi yang murahan seperti pelacur, benar
apa kata kakak. Aku sekarang sadar aku sehina itu,” ucap Lily yang lebih ambigu
lagi.
Sebelumnya Jalu khawatir bila Lily
tau rahasianya. Sekarang ia lebih khawatir kalau ternyata Lily sudah
berhubungan intim dengan Damian atau pria lain selama Lily mendiamkannya
beberapa waktu belakangan.
Jalu menghela nafas lalu menggenggam
kedua tangan Lily dengan erat. “Jujur Lily, tidak masalah. Aku tidak akan marah
kali ini. Aku janji. Ini akan menjadi rahasia kita berdua. Aku janji tidak akan
memperbesar masalah ini,” ucap Jalu lebih lembut membujuk Lily kali ini.
“Janji?” tanya Lily yang kembali
menatap Jalu. “Apapun yang kuucapkan kakak gak marah? Tidak akan membesarkan
masalah ini? Merahasiakannya?” tanya Lily untuk mempertegas jawaban Jalu.
Jalu mengangguk. “Aku janji.”
“Dan melupakan semuanya setelah aku
mengatakannya dengan jujur?” tanya Lily.
Jalu memejamkan matanya dengan
kepala tertunduk, menimang-nimang jawaban yang harus ia berikan agar Lily dapat
segera mengatakan rahasia dan masalahnya saat ini sesegera mungkin. “Oke aku
janji akan melupakannya dan bertingkah seolah tidak terjadi apapun setelahnya.”
Dengan berat hati Jalu mengambil keputusan itu.
Lily menghela nafas lalu menatap
mata Jalu dengan serius. “Aku suka sama kak Jalu. Aku suka sama kak Jalu udah
sejak dulu,” airmata Lily kembali menggenang di pelupuk matanya. “Aku ga tau
sejak kapan perasaan itu ada. Tapi aku suka kak Jalu. Kakak cinta pertamaku.
Aku tau aku dah ga tau diri, aku lupa batasanku dimana, aku lupa dimana
posisiku. Tapi kemarin waktu kakak tiba-tiba punya hubungan serius sama kak
Alma dengan begitu cepat. Aku patah hati, aku sedih, aku kecewa, marah. Aku gak
tau harus apa. Jadi aku menghindari kakak,” aku Lily dengan airmata yang
akhirnya mengalir.
Jalu mempererat genggaman tangannya
pada Lily.
“Maaf kak, tapi sekarang aku jadi
tau betul dimana posisiku yang seharusnya. Aku paham siapa aku sekarang.
Rasanya aku ga kuat tiap liat kakak untuk beberapa waktu ini,” ucap Lily lalu
menarik tangannya dari genggaman Jalu perlahan.
Jalu tak mau melepaskan genggaman
tangannya pada Lily. “Tidak Lily, kamu salah paham dan aku yang tidak pernah
menjelaskan ke kamu sebelumnya,” ucap Jalu dengan suaranya yang begitu lirih.
“Pada akhirnya kakak bakal punya
pasangan dan keluarga sendiri, aku juga begitu. Aku hanya sedang berusaha buat move
on dari kakak itu aja,” lanjut Lily yang tak peduli pada ucapan Jalu lalu
tersenyum dalam tangisnya yang terlihat begitu memilukan.
Jalu memeluk Lily dengan erat. Jalu
ingin mengatakan sesuatu untuk menghibur hati kecilnya yang sedang patah itu
atau paling tidak mengungkapkan kejujuran juga. Tapi Jalu begitu takut
mengucapkan apa yang ada di kepalanya apa lagi isi hatinya. Ia hanya bisa
memeluk Lily dengan erat. Air mata jalu juga mulai tak dapat terbendung lagi
sama seperti Lily.
Perasaan Jalu jauh lebih besar dari
apa yang Lily rasakan. Pengorbanan yang Jalu lakukan juga tak main-main untuk
mempertahankan Lily saat ini agar tidak di miliki siapapun. Tapi rasanya Lily
tak bisa memahami itu karena Jalu tak pernah mengatakan apapun padanya soal
rasa yang ia simpan selama ini.
Sungguh mengetahui apa yang selama
ini di sembunyikan dan di rahasiakan Lily rasanya lebih baik dari pada
mendengar pengakuannya secara jujur seperti ini. Rasanya melihat Lily yang
tersakiti karena ulah Jalu, malah membuat Jalu sendiri lebih menderita daripada
yang ia bayangkan sebelumnya.
“Kakak, aku senang sudah bisa jujur
sama kakak. Meskipun aku tetap sakit hati. Tapi tidak masalah karena itu sama
kakak,” ucap Lily lembut. “Habis ini kakak bisa bersikap seolah-olah ini tidak
pernah terjadi,” sambung Lily lalu melepaskan pelukan Jalu dan menarik Jalu
untuk keluar dari kamarnya.
Jalu hanya bisa pasrah, diam tak
berani mengeluarkan sepatah kata pun. Jalu keluar dari kamar Lily lalu diam
mematung menatap pintu kamar Lily yang menutup dan kembali di kunci. Bohong
bila Jalu bisa bersikap seolah tak terjadi apa-apa sementara ia baru saja
mendengarkan isi hati Lily. Perasaan gadis yang selama ini begitu ia dambakan.
Jalu begitu kacau, ia tak bisa berpikir jernih bila terus di rumah dan
berhadapan dengan Lily terus-terusan sekarang. [Next]
0 comments