Bab 04 - Selimut
Jalu begitu gundah dengan
perasaannya pada Lily. Ini masih hari pertama Lily pergi kemah. Meskipun ini
bukan kemah pertama bagi Lily dan juga bukan kali pertama Jalu jauh dari
adiknya yang paling kecil itu. Tapi rasanya kali ini jauh berbeda.
Jalu sudah berusaha mengalihkan
perhatiannya tentu saja. Menghabiskan waktu di kantor, mengobrol dengan Alma
atau olahraga bersama Taji dan papanya. Jalu berusaha keras menyingkirkan Lily
dari kepalanya. Tapi tetap tak ada perubahan yang berarti. Bahkan mencoba cuek
dan ketus pada Lily juga malah membuatnya makin merasa tidak nyaman dan
bersalah.
Jalu ingin memberikan yang terbaik
pada perempuan yang ia cintai. Memberikan segala fasilitas terbaiknya,
memanjakan dengan segala yang bisa ia berikan. Tapi bila ia baik saja sedikit
pada Lily, Lily akan berbuat lebih baik lagi padanya. Lily akan mengintilinya
atau tiba-tiba memberikan hadiah sederhana yang menyejukkan hati Jalu.
Seperti saat Jalu mengijinkannya
ikut jambore dan Lily memeluknya, atau saat Jalu menjemput Lily ke sekolah.
Tiba-tiba keesokan harinya Lily sibuk di dapur membuatkan brownis untuk Jalu.
Benar-benar hanya untuk Jalu karena Lily hanya membuat dalam porsi kecil. Tak
hanya itu saat Jalu mengajarinya berenang dan jadi terkena demam, besoknya Lily
membongkar celengannya dan membelikan Jalu selimut untuk di mobilnya dari
Miniso.
“Kakak mau kemana?” tanya Taji.
“Mau kencan,” jawab Jalu singkat
lalu berjalan keluar begitu saja sebelum Taji yang bosan merengek ikut
dengannya.
●●●
Alma sudah menunggu kedaatangan Jalu
yang akan menjemputnya untuk pergi kencan. Ia sudah berdandan sedikit lebih
lama dan mengenakan pakaian sedikit lebih sexy sesuai permintaan Suzan.
“You look different,” ucap
Jalu kaget melihat betapa sexynya Alma dan tampak betapa tidak nyamannya wanita
itu.
Alma tersenyum canggung sambil
terus-terusan menarik ujung rok mininya. Jalu membukakan pintu mobilnya dan
mengambilkan selimut hadiah dari Lily untuk menutupi paha terbuka Alma.
“Ku rasa kamu bakal lebih nyaman
kalo kayak gini,” ucap Jalu yang membuat Alma tersenyum sumringah. Jalu juga
ikut tersenyum.
Jalu melaju tanpa tujuan pasti
dengan Alma. Alma hanya minta di antar ke perpustakaan kota untuk menyumbangkan
beberapa buku lalu datang ke acara amal. Setelahnya keduanya tak punya tujuan
hingga akhirnya memilih untuk makan ice cream di restoran fast food
yang sepi.
“Mamaku bilang aku bakal lebih
menarik kalo aku pakek ini,” ucap Alma malu-malu pada Jalu.
Jalu tersenyum, Jalu paham betul apa
yang di lakukan Alma dan apa targetnya.
“But it’s not my style,”
lanjut Alma lalu menatap Jalu.
“Aku kaget kamu bilang gitu, soalnya
aku suka kamu yang biasa di kampus. Pakaianmu yang oversize, sepatu kets,
celana panjang, ransel, kacamata, kamu unik, beda dari yang lain. Itu yang
bikin aku tertarik. Lagi pula kalo aku mau perempuan sexy dengan pakaian minim,
mungkin aku tidak akan bekerja keras untuk mengejarmu,” ucap Jalu lembut sambil
tersenyum tipis menahan tawanya melihat Alma yang tersipu dengan gombalannya.
“Benarkah?” tanya Alma tak yakin.
Jalu mengangguk. “Kalau tidak untuk
apa aku ada disini bersamamu? Untuk apa aku menutupi kakimu itu dengan
selimut?” Jalu membalikkan pertanyaan pada Alma.
Alma tersenyum sumringah lalu
mengangguk, tampak jelas dalam sorot matanya yang begitu percaya dan terpesona
pada Jalu dan segala yang ia ucapkan.
“Ups!” seru Alma yang tak sengaja
menjatuhkan ice creamnya ke atas selimut milik Jalu yang masih ia bawa
untuk menutupi kakinya.
Jalu langsung mengepalkan tangannya
menahan emosi dan amarahnya dengan sekuat tenaga. Selimut istimewa pemberian
Lily yang ia jaga sekian lama di kotori begitu saja oleh Alma dengan
cerobohnya.
“M-maaf, maaf aku tidak sengaja,”
ucap Alma sambil mengelap tetesan ice cream itu dengan tisu dan
jadi makin melebarkan nodanya.
Jalu tersenyum dengan gigi yang
bergemeletuk menahan emosinya.
“A-aku akan mencucinya. A-atau akan
ku ganti,” ucap Alma makin panik dan salah tingkah karena makin jadi kacau.
Jalu memalingkan wajahnya. Sungguh
kalau bukan Alma anak dan pewaris keluarga Waloh mungkin sekarang sudah ia
maki-maki. Tak cukup sampai di situ saja, saat Alma berusaha membersihkannya di
westafel, Alma malah menabrak seorang bocah yang berlarian dengan. Jalu hanya
bisa menghela nafas lalu mengajak Alma pergi dari restoran cepat saji itu
sebelum ia makin banyak membuat masalah.
Jalu langsung mengantar Alma pulang
karena ingin segera mengamankan selimutnya dan mencucinya di rumah sebelum
nodanya tidak bisa hilang atau merusak warna kainnya. Jalu juga tak bisa lebih
lama lagi menahan emosinya bila harus menghadapi Alma lebih lama dari ini.
“A-Aku akan mencucinya. Aku akan
bertanggung jawab,” ucap Alma yang malah membawa selimut istimewa milik jalu
itu.
“Tidak usah!” larang Jalu langsung
dan bersiap untuk menyaut selimutnya kalau saja Surya tidak menghampirinya.
“Oh ada Jalu,” sapa Surya dengan
ramah dan hangat. “Dari mana?” tanyanya sambil menepuk bahu Jalu.
“Ah, itu om jalan-jalan, rencananya
kencan. Tapi bingung mau kemana jadi pulang lagi,” jawab Jalu sekenanya dan
benar-benar ingin segera pergi meninggalkan kediaman keluarga Waloh itu sambil
membawa selimutnya pulang.
“A-aku gak sengaja tumpahin ice
cream ke selimutnya Mas Jalu, Pa,” ucap Alma sambil menundukkan kepalanya
dengan takut.
“Apa?!” Surya meninggikan suaranya
tapi segera tersenyum canggung pada Jalu karena malu denga tingkah tolol dan
ceroboh putrinya itu.
“T-Tidak masalah, hanya s-selimut.
Alma bilang akan membersihkannya,” ucap Jalu berusaha mencairkan suasana
meskipun selimut itu tak dapat di bilang hanya.
Selimut istimewa yang di belikan
Lily dari tabungannya tak bisa di sebut hanya selimut itu barang
istimewa. Jalu tau betapa susah payahnya Lily mengumpulkan uang tanpa meminta
dari orang tuanya atau mengambil jalan pintas lainnya. Jalu tau betapa
banyaknya tumpukan buku tugas milik teman-teman Lily yang menggunakan jasanya
untuk mengerjakan PR.
“B-besok aku akan mengantarnya ke rumahmu begitu selimutnya bersih,” ucap Alma lalu langsung berlari masuk ke rumahnya meninggalkan Jalu berdua dengan papanya dalam kecanggungan.