Bab 02 - Dinner
Jalu mematut diri di dapan cermin
sementara adiknya Taji bolak-balik membawakan hadiah untuknya. Mulai dari
oleh-oleh sampai barang-barang random tidak penting yang ia bungkus dan lupa
isinya apa ia berikan semua pada Jalu.
“Kamu perlu membedakan warna pembungkus
kadonya, antara buat aku sama buat Lily. Aku tadi buka dapet bando unicorn,”
ucap Jalu yang melihat Taji masuk lagi ke kamarnya.
“Oh ya?” Taji mengambil bando
unicorn yang Jalu maksud dan memberikannya pada Lily.
“Kakak, ini gunanya buat apa?” tanya
Lily yang membawa sebuah sex toy berbentuk seperti tabung. Dan di ujungnya ada
lubang dengan bentuk menyerupai vagina.
Taji langsung menyautnya dengan
panik. “I-itu, anu…” Taji gugup dan bingung sendiri mencari alasan. “I-Ini buat
adek,” Taji mengalihkan perharian dengan memberikan bano unicorn pada Lily lalu
langsung berlari ke kamar Jalu lagi.
“Ini buat Kakak!” seru Taji yang
membuat Jalu tersipu dan tak bisa berkata apa-apa saat melihat apa yang di
berikan adiknya.
Tak selang lama keduanya langsung tertawa
terbahak-bahak karena Jalu juga membelikan mainan yang sama untuk mengerjai
adiknya itu dengan ukuran lebih besar.
“Kakak! Adek! Udah siap-siap belom?”
teriak Naila dari bawah yang sukses membungkam Jalu dan Taji untuk segra
bersiap pergi.
●●●
Lily menggunakan gaun berwarna biru
dongker senada dengan mamanya. Naila selalu suka bisa memakai pakaian yang sama
ketika bepergian bersama keluarganya. Apa lagi ada Lily yang bisa ia dandani
sesuka hati begini.
“Yuk, semuanya dah siap!” ucap Naila
semangat begitu Jalu dan Taji turun.
Jalu membelalakkan matanya melihat
betapa mempesonanya Lily. Seolah di lempar ke masalalunya dan di bawa ke alam
mimpinya selama ini, Jalu melihat Lily sebagai seorang yang memenuhi segala
fantasinya. Dalam balutan gaun itu Lily benar-benar sesuai dengan gadis dalam
fantasi Jalu. Mirip seperti mamanya tapi jauh lebih sexy. Lily benar-benar
sesuai dengan fantasinya bahkan mungkin melebihi itu dan yang terpenting Jalu
jelas dapat menggapai Lily.
“Wah adekku cantik sekali!” puji Taji
lalu memeluk Lily dan mencium pipinya dengan gemas seperti biasanya saat Taji
gemas dengan adiknya.
Sementara Jalu masih terpaku
memandangi Lily tanpa berkedip sedikitpun. Jantungnya berdebar-debar, sudah dua
kali Lily sukses membuat Jalu terpukau. Setelah dulu ia sukses memukau tak
hanya Jalu tapi semua saingannya saat ia mengikuti ajang kecantikan
memperingati Hari Kartini di sekolahnya yang membuatnya sukses mewakili
sekolahnya hingga tingkat provinsi.
Tubuh dengan lekukan sempurna di
pinggang, panggulnya yang padat berisi, dadanya yang sintal, dan berat badannya
yang ideal. Tak lupa dengan rambut sehatnya yang di gerai membuat Lily tampak
begitu sempurna. Toh tubuh sempurna Lily itu juga karena latihan kerasnya di
kelas gymnastic dan balet yang ia ikuti karena perintah papanya. Robi tak suka
saat anaknya begadang dengan energi yang meluap-luap tak karuan jadi semua
anaknya pasti memiliki kegiatan fisik yang rutin di ikuti. Tanpa terkecuali
pada Lily meskipun ia termasuk anak yang pasif dan kalem.
“Kak Jalu!” panggil Naila sedikit
keras karena Jalu hanya diam tak menyaut dari tadi.
Jalu berdeham begitu gugup lalu
mengalihkan perhariannya dari Lily yang begitu sayang untuk tidak di lihat.
“Lily cantik gak?” tanya Naila
meminta tanggapan suaminya.
“Canti,” ucap Robi dan Jalu
bersamaan.
Robi dan Jalu langsung saling
menatap satu sama lain. Robi langsung tersenyum dan tertawa kacil karena baru
pertama kali mendengar putra tertuanya yang hampir selalu sengit pada adik
kecilnya itu mau mengatakan sedikit pujian. Sementara Jalu merasa tawa dan
senyum Robi seperti ejekan padanya dan tantangan baru padanya. Apapun yang
terjadi Lily milik Jalu dan Jalu tak mau membagi Lily pada siapapun mulai saat
ini.
“Iya lah cantik, anak mama gitu
loh!” ucap Naila menyombongkan diri lalu melepaskan rangkulannya pada Lily dan
beralih untuk menggendeng suaminya dan berjalan masuk ke dalam mobilnya.
Tak lama mobil yang akan di tumpangi
Jalu dan Taji datang. Baru mobil milik Lily. Lalu iring-iringan standar protokoler
keamanan keluarga menyusul di belakangnya. Selalu begitu setiap kali ada
kegiatan yang mengharuskan seluruh anggota keluarga keluar rumah bersama-sama.
●●●
Semua mata langsung tertuju pada
iring-iringan keluarga Suandakni yang datang dengan pengamanan ketat. Makan
malam yang harusnya sederhana di sebuah hotel bintang lima kali ini menjadi
begitu mewah. Karena tak hanya keluarga Suandakni saja yang datang dengan
iring-iringan keamanan dan mobil mewahnya, tapi juga dua keluarga lainnya.
Seolah semua tak mau kehilangan kesempatan menunjukkan taringnya.
Tas mewah dan perhiasan bertahtakan
berlian menghiasi para istri taipan itu. Rambut yang di sasak tinggi dan gaun
mewah karya perancang ternama di tampilkan untuk menunjukkan seberapa tinggi
status sosial mereka. Mungkin hanya Naila yang tampil sederhana tapi hanya ia
juga yang tampil dengan bentuk tubuh yang terjaga dan awet muda hingga banyak
yang mengira bila ia juga salah satu anak dari keluarga Suandakni kalau saja
Robi tak menggandengnya dan Taji yang memanggilnya “Mama”.
Pembicaraan selama makan malam
terdengar cukup berat. Tapi Lily dan Taji tak peduli. Keduanya asik menikmati
hidangan yang di sajikan untuk mereka sambil saling mencicipi menu di piring
masing-masing secara bergantian. Jalu sempat melirik beberapa kali ingin ikut
mencicipi menu yang ada di piring adik-adiknya itu. Tapi ia harus menjaga
wibawanya dan memperhatikan pembicaraan kali ini.
Lily dengan peka mengambil piring
kecil yang menjadi tatakan gelasnya lalu memotongkan steaknya, juga
mengambilkan sedikit spageti dan salat milik Taji lalu meletakkannya di samping
piring Jalu dan kembali makan lagi dengan tenang.
“Ini anakku perempuan paling kecil,
namanya Lily sudah kelas 12,” ucap Naila memperkenalkan Lily begitu pembicaraan
mulai santai. “Kalo yang ini namanya Taji, kuliah di Australia. Sudah semester
berapa Kak?”
“Semester empat, program studi ilmu
politik,” ucap Taji memperkenalkan diri dengan rasa bangga.
“Wah bentar lagi ada politikus besar
ini,” ucap Rektor yang menanggapi Taji dan mengundang tawa hangat dari Robi dan
Naila.
“Ehm…,” Jalu berdeham. “Aku sudah
lama ingin mengobrol dengan Alma, aku bingung ingin mengajaknya bicara dari
mana. Aku membaca jurnal ilmiah yang di buat beberapa bulan lalu. Pembahasannya
keren sekali, aku bahkan tak terpikir untuk membahas itu. Aku tidak menyangka
kita bisa makan di meja yang sama sekarang,” ucap Jalu membuka pembicaraan
dengan Alma terlebih dahulu.
Alma tersipu malu mendengar ucapan
Jalu yang secara tersurat memujinya. “Benarkah?” tanya Alma malu-malu kucing.
Jalu langsung mengangguk dan
tersenyum ceria. “Aku sering melihatmu masuk ke ruang jurnalistik. Aku sempat
ingin masuk kesana, tapi aku punya kesibukan lain,” jawab Jalu.
“Ah, kebetulan aku ketuanya. Jadi
membuat jurnal ilmiah dan menerbitkannya bukan sesuatu yang istimewa untukku,
itu sudah jadi rutinitas,” Alma merendah.
Jalu pura-pura kaget mendengar
ucapan Alma yang jelas-jelas merendah. “Kamu hebat sekali, aku tidak akan
sanggup bersaing dengan perempuan cantik yang pintar sepertimu,” ucap Jalu
kembali melemparkan pujian pada Alma.
Surya terlihat begitu bangga
mendengar pujian langsung beserta pengakuan kekalahan yang di katakan Jalu
terang-terangan untuk Alma. Senyum sumringah langsung terukir di wajahnya.
“Ah, aku tidak sehebat itu,” ucap
Alma yang membuat Jalu tertawa kecil.
Tentu saja Alma tidak sehebat itu,
tanpa mengatakannyapun Jalu tau itu. Jalu memberikan kartu namanya pada Alma.
“Kalau kamu tidak keberatan, hubungi aku. Sepertinya kita akan banyak
berdiskusi,” ucap Jalu.
Suzan langsung menyenggol bahu Alma
dan mengkode untuk memberikan kartu namanya juga pada Jalu.
“Lily,” panggil Damian yang sedari
tadi diam.
Lily langsung menoleh ke arahnya,
tak hanya Lily tapi kedua kakaknya juga. Bahkan Jalu menggenggam tangan Lily
secara terang-terangan dengan erat.
“Ap-..”
“Mama bilang kalo sering senam sama
tante Suzan,” ucap Jalu menyela pembicaraan Damian yang dari awal terus
memandang Lily.
“Oh! Iya, tante ikut senam bareng
mamamu. Tapi jarang bawa anak-anak,” ucap Suzan lalu pura-pura membisikkan
rahasia. “Me time,” ucapnya yang mengundang tawa hangat kembali.
Hingga acara usai Jalu tak sedikitpun memberikan
sedikitpun kesempatan pada Damian yang ingin mengajak bicara Lily. Tapi karena
memang Damian yang terpesona pada Lily, ia nekat berlari mengejar Lily dan
meminta nomor telfonnya untuk di hubungi. Tapi tentu saja Jalu tak kalah cepat
dengan Damian. Ia memasukkan Lily ke mobil yang sama dengan Taji lalu
menghadang Damian.
“A-aku mungkin bisa cocok dengan Lily,” Damian begitu
gugup berhadapan dengan Jalu yang menghadangnya.
Jalu menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya. “Iya,
dalam mimpimu,” sinis Jalu lalu menghela nafas kesal. “Get away from my
sister,” ucap Jalu lalu masuk kedalam mobil yang harusnya di gunakan Lily.
●●●
Surya begitu bangga putrinya bisa
mencuri hati calon penerus utama FS Group itu. Rasa kesal Surya hilang begitu
saja. Ia malihat adanya ketertarikan dari Jalu pada putrinya itu. Tak ada kabar
yang lebih baik selain Jalu yang meminta pertemanan langsung pada Alma. Juga
pujian tadi, rasanya itu sudah sangat jauh lebih baik dari pada pengakuan dari
rektor. Nyatanya Jalu sendiri yang menyatakan mundur dan tak mengambil posisi
sebagai dosen. Jelas Alma jauh lebih unggul, seperti itulah simpulan yang
langsung Surya ambil begitu pulang.
“Kamu harus baik sama Jalu itu,
deketin. Siapa tau bisa pacaran, nikah. Nanti kamu bisa hidup enak, bisa
sekalian punya FS Group juga,” ucap Surya yang menaruh ekspektasi baru pada
Alma.
“Nanti kalo perlu kita jodohin aja,
aku deket sama Naila. Dia lebih enak di ajak bicara daripada suaminya,” ucap
Suzan tak mau kalah andil.
Alma hanya bisa terdiam tak berdaya. Ia suka pada Jalu. Rasanya tak ada perempuan yang bisa menolak pesona dan kharisma seorang Jalu. Mungkin ada bila perempuan itu seorang lesbian. Tapi nyatanya sampai sekarang tak ada yang bisa menolak pesonanya. Benar Alma merasa tersanjung, senang dan berbunga-bunga saat makan malam tadi. Tapi ia juga sadar diri siapa Jalu dan siapa dirinya. Mungkin ia adalah pilihan gadis kesekian kalinya bagi Jalu. Alma tak yakin akan mampu memenangkan hati Jalu.