Bab 22 - Akuisisi
Jalu
menandatangani pengalihan saham dari Surya menjadi atas namanya. Begitu selesai
menandatangani semuanya Jalu tidak langsung melaporkannya pada Robi tapi
langsung membaginya 50% pada Alma. Surya makin yakin dan percaya pada Jalu yang
tidak hanya bisa mengelola perusahaan tapi juga melibatkan putrinya dalam keberlangsungan
perusahaan juga. Surya tak bisa menyembunyikan betapa bangga dan senangnya ia
memiliki Jalu sebagai menantunya.
Alma yang
dibuat paling bahagia disini. Baru pertama kali ia menjadi bagian dari
perusahaan keluarganya dan suaminya juga menaruh begitu besar kepercayaan
padanya juga untuk ikut andil. Suzan yang sempat cemas bila keputusan suaminya
salah untuk melakukan pengalihan kepemilikan langsung lega. Jalu begitu paham
cara memperlakukan Alma dan keluarganya.
“Aku pengen
Alma tetap mengontrol semuanya,” ucap Jalu lalu tersenyum sumringah merasa
tanggung jawabnya pada ekpektasi papanya sudah terpenuhi.
Alma
tersenyum sambil menggenggam tangan Jalu dengan senyum sumringah yang coba ia
tutupi dengan tangannya.
“Aku
percaya sama Alma,” ucap Jalu menegaskan ucapannya.
Surya
mengangguk senang dan bangga pada Jalu. Suzan juga terlihat begitu bahagia,
terlebih karena Alma yang mendapatkan suami yang tepat.
Usai
penandatanganan yang sudah Jalu nantikan. Ia pulang ke rumahnya sendiri bersama
Alma. Tapi baru sampai rumah Jalu sudah di hadapkan pada beberapa jadwal
kegiatan yang sudah disusun sekertarisnya. Alma yang ingin bermanja-manja atau
paling tidak merayakan capaian mereka tadi jadi harus mengalah.
“Nanti
malem Mas makan di rumah kan?” tanya Alma setelah melihat jadwal suaminya yang
begitu padat.
“Em, tidak.
Kenapa kamu gak ikut nemenin aku aja?” tawar Jalu yang membuat Alma makin
bahagia.
Meskipun Jalu
sudah lama tak bertemu Lily, rindunya sudah menggebu-gebu tapi masih banyak hal
yang perlu ia selesaikan dan Lily juga perlu fokus pada pendidikannya juga. Selain
itu ia juga perlu memberikan celah sedikit demi sedikit agar istrinya punya
lebih banyak kesibukan lagi dan asik dengan dunianya sendiri.
Alma
benar-benar menemani Jalu seharian. Beberapa kali Jalu di ajak untuk berfoto
bersamanya, Alma juga terus berusaha selalu bergandengan dengan Jalu. Jalu
mulai mengenalkan Alma pada bisnis yang di kelola keluarganya yang bahkan sama
sekali Alma tak mengenalinya. Jalu mengajak Alma pergi kepabrik milik keluarganya
yang mengolah batu bara. Alma memperhatikan dengan serius setiap penjelasan
Jalu.
“Kalo kamu
bisa mengelola perusahaan keluargamu, bakal lebih enak buat kamu menguasai hati
orang tuamu. Mungkin kamu bisa bikin orangtuamu ngikutin keputusan yang kamu
buat. Nanti kakakmu bisa pulang deh,” ucap Jalu yang sebenarnya ingin agar Alma
sibuk tapi terdengar begitu manis dan penyayang seolah ingin menyatukan
keluarga Alma kembali.
Alma diam
terpana mendengar ucapan Jalu. Seolah mendapat pencerahan dan ide besar Alma
akhirnya tersenyum dengan begitu sumringah. Alma sudah membayangkan rencana
untuk mengakuisisi seluruh perusahaan milik keluarganya dan berkuasa atas
segalanya hingga ia bisa mengatur kehidupan Surya dan Suzan juga kakaknya.
“Aku pengen
belajar lebih banyak lagi soal perusahaan keluargaku,” ucap Alma antusias.
Jalu
tersenyum dan mengangguk senang karena istrinya begitu antusias tanpa perlu
repot-repot membujuknya.
“Tapi ini
akan membuatmu lelah, yakin?” tanya Jalu.
Alma
mengangguk dengan semangat. Alma belum pernah merasakan gairah dan semangat
untuk menguasai sesuatu sebelumnya. Pernah, tapi tidak seantusias dan
sesemangat ini dan yang terpenting kali ini Alma memiliki tujuan yang
benar-benar jelas dan memang pilihannya. Tak hanya itu yang membuat Alma
senang. Tapi suaminya yang siap mensuport apa yang menjadi pilihannya dan mau
memberi jalan untuknya membuatnya makin yakin akan keberhasilan yang akan ia
peroleh.
“Darimana
aku harus mulai belajar?” tanya Alma semangat.
“Pertama-tama
aku pengen tau dulu apa tujuanmu dan capaian yang pengen kamu raih biar kita
bisa kerja sama dan saling menguatkan,” jawab Jalu lalu merangkul Alma masuk
kedalam mobil.
Alma diam memikirkan
kalimat yang tepat untuk menyampaikan keinginannya agar bisa menguasai seluruh
aset yang dimiliki keluarganya. Alma memikirkan kata apa yang tepat ia ambil
agar alih aset tanpa terdengar serakah di telinga Jalu.
“Alma kalo kamu sibuk
kerjain kerjaan kampus sama perusahaan masih ada waktu gak buat aku?” tanya
Jalu memastikan sambil membaca jadwal acaranya yang belum ia kerjakan.
Alma diam sedikit
sedih. Ia hampir lupa bila ia masih harus mengajar semester ini. Selain itu
Alma juga masih harus memiliki waktu bersama Jalu. Meskipun Jalu tak memaksanya
untuk segera memberikan keturunan ia merasa perlu mencobanya juga. Alma ingin
ada ikatan yang lebih lagi dengan Jalu agar ia tidak meninggalkannya. Ia butuh
anak untuk mempererat hubungannya.
“Halo mama, ada apa?”
tanya Jalu saat menerima telfon dari mamanya.
“Kakak udah pulang
bulan madu kenapa gak ngabarin mama?” tanya Naila balik yang membuat Jalu hanya
bisa meringis.
“Soalnya langsung
kerja ma, besok aku pulang sebentar ya. Papa di rumah kan?”
“Iya, anak cewek mama
mana? Mama mau ngomong sama Alma.”
Jalu langsung
menyodorkan ponselnya pada Alma.
“Halo ma,” ucap Alma
lembut.
“Alma gimana bulan
madunya?” tanya Naila yang sukses membuat wajah Alma bersemu malu harus
menceritakan pengalaman intimnya dengan mertuanya.
“Ya gitu ma,” jawab
Alma malu-malu kucing.
Naila tertawa
mendengarnya, Jalu juga tertawa mendengar jawaban Alma.
“Nanti kalo Alma ada
apa-apa sama anak mama laporin ke mama aja ya, Alma cerita aja sama mama. Dah
yang penting Alma sama Kakak udah bulan madu, mama nunggu hasilnya,” ucap Naila
lalu mematikan telfonnya.
Tapi begitu telfonnya di
matikan Jalu langsung dapat telfon lagi dari papanya.
“Kak cepet punya anak,
program kehamilan. Mamamu pengen punya anak kecil lagi, dah tiap hari ngomongin
bayi terus!” semprot Robi langsung.
“Pa…, bentar
pelan-pelan. Ini aku mau laporan habis dapet saham dari mertuaku,” ucap Jalu.
“Ck! Papa ga butuh.
Cepet kasih cucu! Papa bikinin jadwal ke dokter,” jawab Robi serius lalu
mematikan telfonnya.
Jalu menghela nafasnya
lalu menatap Alma. “Maaf ya orang tuaku gitu. Tapi aku gak memaksa kamu kok.
Kita nikmati saja dulu,” ucap Jalu.
“T-tapi…”
“Aku gak maksa kamu,
yang penting kamu bahagia. Kapanpun kamu siap aja kita programnya,” potong
Jalu.
“Tapi papamu udah
kasih jadwal,” ucap Alma ragu.
“Gapapa, aku bisa
kesana sendiri. Aku bisa cek aku subur apa enggak, kamu fokus aja sama
kerjaanmu. Lagian kita baru mau mulai kerja bareng,” ucap Jalu santai.
Alma tersenyum senang lalu mengangguk.