Bab 30 – PTSD
Setelah
mediasi dadakan diluar prediksinya yang tiba-tiba di buat papanya. Benar-benar
kejutan besar bagi Jalu ketika ia harus bertemu dengan mertuanya mendengar Lily
yang membalas ucapan Alma. Meskipun pada akhirnya Jalu juga lega karena semua
sudah selesai dan Alma juga kembali kerumah orang tuanya untuk menenangkan
diri.
“Alma
kemana? Kok ga ikut pulang?” tanya Naila yang sudah menunggu Alma ikut pulang.
“Alma
pulang ke rumahnya Ma, Alma marahan sama aku, marah ke Lily juga,” jawab Jalu
lalu menghela nafas dan duduk di samping mamanya yang menunggu Alma.
“Kenapa
lagi, kok marah terus kalian ini?” tanya Naila cemas sambil menepuk bahu Jalu.
Jalu
menundukkan kepalanya. “Alma cemburu sama Lily, terus minta usir Lily dari
rumah,” jelas Jalu sesederhana dan sesingkat yang ia bisa.
Naila
geleng-geleng kepala. “Aneh-aneh aja mintanya istrimu itu,” komentar Naila.
“Mungkin Alma yang belum biasa sama kebiasaan di keluarga kita, harusnya kamu
juga gak terlalu sering ajak Alma ke sini. Harus banyak fokus sama keluarga
kalian sendiri, biar gak salah paham terus, gak cemburu terus,” ucap Naila
menasehati putra sulungnya itu.
Jalu
mengangguk patuh dan tak berani membantah mamanya.
“Dulu mama
awal nikah sama papamu juga gitu berantem terus, marah-marah terus, papamu galak.
Tapi lama-lama jadi baik, bisa mengerti mama, soalnya kita langsung tinggal
berdua. Jadi apa-apa ya mama cuma bisa curhat ke papa sama ibu uti aja,
kegiatannya mama juga cuma gitu-gitu aja, paling seneng kalo di ajakin papamu
jalan-jalan keluar, pokoknya harus banyak habisin waktu berdua biar makin
kenal, biar saling membutuhkan,” ucap Naila menasehati Jalu dengan lembut.
“Ma kalo
misalnya aku cerai sama Alma gimana?” tanya Jalu pelan.
“Jangan!
Gak boleh!” larang Naila. “Jangan jadi cowok jahat kayak gitu, papa sama mama
gak pernah ngajarin buat kayak gitu. Ga boleh bilang gitu, istighfar!”
Jalu
mendengus lalu menyenderkan kepalanya di bahu Naila.
“Jangan
bilang gitu, gimana kalo ternyata Alma hamil? Gimana kalo kalian punya anak
nanti? Apa gak kasihan liat anakmu sedih orang tuanya cerai?” tanya Naila
dengan suara bergetar menahan tangis.
“Sayang!”
seru Robi yang langsung berlari ke arah istrinya begitu selesai menelfon dan
langsung memeluk istrinya.
“Aku gak
tega kalo Jalu cerai sama Alma,” ucap Naila sambil menahan tangisnya dan
memeluk suaminya.
“Enggak,
enggak cerai. Tenang sayang, semua baik-baik saja,” Robi langsung menenangkan
istrinya.
Naila
mengangguk dengan panik lalu mulai mengusap kedua tangannya dan berjalan ke
kamar dengan airmata yang mulai berlinangan.
Jalu
melihat mamanya yang kembali paranoid dan terkena serangan panik karena merasa
di kembalikan ke masa-masa sulitnya. Jalu melihat mamanya yang terus memegangi
papanya dengan rasa begitu cemas.
●●●
Alma terus
mencuci tangannya tiada henti sambil menangis tersedu-sedu. Psikiaternya sudah
mengingatkannya untuk berhenti mencuci tangannya dan mencari pelampiasan lain
karena tangan Alma yang sudah memerah dan lecet karena terus di gosok dan
terkena sabun juga airhangat.
“Aku
menginginkan suamiku hanya peduli dan fokus padaku! Salahnya dimana?! Kenapa
aku tidak bisa mendapatkannya juga!” jerit Alma kesal lalu mumukul-mukulkan
handuk kecil yang ia gunakan untuk mengelap tangannya ke atas wastafel.
“Aku hanya
ingin suamiku! Aku hanya ingin hamil! Punya anak dan keluarga kecilku sendiri!
Kenapa rasanya begitu sulit!!!” jerit Alma lagi dan kembali mencuci tangannya
dengan kesal lalu Alma menghentikannya sendiri dan mulai duduk bersimpuh di
lantai.
Alma
menangis tersedu-sedu, bahkan orang tuanya lebih memilih untuk tidak peduli
padanya dan sibuk dengan dunianya masing-masing hingga ia jadi di temani oleh
seorang dokter seperti ini. Bahkan satu-satunya pria yang ia cintai dengan
sepenuh hati juga mengancam untuk meninggalkannya. Padahal ia sudah begitu
yakin akan hubungannya bahkan hingga rela menikah seperti ini. Satu-satunya
pria yang membuatnya merasa menjadi perempuan paling sempurna, satu-satunya
pria yang pantas bersanding dengannya, dan ia malah menghancurkan perasaannya.
Alma
berjalan dengan terhuyung-huyung ke tempat tidur lalu begitu mendengar ada
panggilan masuk di ponselnya.
“Alma, Nak,
pulang ya. Jangan pisah-pisah terus sama anak mama, mama sedih,” ucap Naila
lembut yang langsung membujuk Alma begitu tefonnya di angkat.
Alma makin tak
bisa menahan tangisnya begitu mendengar suara lembut mertuanya yang begitu
penyayang itu terdengar di panggilannya.
“Mama dah
marahin Jalu, Alma jangan pisah ya Nak. Mama sayang sama Alma,” ucap Naila
membujuk Alma dengan penuh kasih sayang.
“Mas Jalu bilang
mau ceraiin aku Ma kalo aku ga hamil, aku takut,” adu Alma di sela tangisnya.
“Alma
tenangin diri Alma dulu, jangan stres, jangan banyak pikiran. Besok kalo Alma
perasaannya udah baik kita sama-sama ke dokter ya nak buat program ya, nanti
mama temenin ya,” hibur Naila berusaha menenangkan menantunya yang begitu mudah
pulang ke rumah orang tuanya itu. “Nanti kalo misalnya adda masalah kita bisa
pakek program bayi tabung, gak usah sedih sekarang semuanya sudah canggih. Ga
usah khawatir.”
“I-iya Ma,
besok Alma pulang ya Ma,” ucap Alma yang merasa lebih baik begitu berbicara
dengan mertuanya.
●●●
Jalu masuk
ke kamar Lily lalu langsung memeluk dan menindihnya tanpa paduli Lily yang
sedang mengikuti kursus online.
“Kakak!”
seru Lily pelan.
Jalu meraih ponselnya lalu mematikannya dan langsung melumat bibir Lily. “I want you.”