Lily samar-samar mendengarkan suara
Jalu dan aroma maskulinnya semalam. Lily sedikit mengingat ketika Jalu
memeluknya dan juga plester demam yang menempel di keningnya. Lily tersenyum
senang, perasaannya jauh lebih baik sekarang. Setidaknya Jalu masih peduli dan
sayang padanya, meskipun Lily sendiri tak paham apa yang benar-benar ia
inginkan sekarang. Untuk tetap bersama Jalu seperti sebelumnya atau pada
obsesinya untuk memiliki Jalu sebegai sebuah pasangan. Lily tak yakin lagi pada
apa yang ia inginkan. Tapi yang jelas sadar pada posisinya sekarang dan
menerima segala keputusan Jalu dengan ikhlas adalah hal terbaik yang bisa ia
lakukan. Toh bisa terus melihatnya dan ada di dekatnya saja sudah cukup baik.
Lily sudah kembali ceria bahkan
demamnya juga sudaah reda. Lily memutuskan untuk fokus dengan hal baik dan
positif yang bisa ia terima daripada larut dalam patah hatinya yang tidak tau
diri itu. Tapi begitu Lily hendak keluar dari kamarnya, Amanda masuk dengan
membawakan nampan berisi sarapan dan plester demam yang baru.
“Oh Lily sudah bangun,” sapa Amanda
ramah lalu berjalan masuk di ikuti dengan Taji di belakangnya.
“Loh ada kak Amanda,” ucap Lily
sedikit kaget melihat kehadiran Amanda di rumah padahal seingat Lily semalam
Amanda tidak ada.
“Amanda semalem kesini, ini dia
nginep disini,” ucap Taji dengan senyum sumringah dan ceria bisa menghabiskan
malamnya dengan sang kekasih. “Padahal dia sibuk di bela-belain kesini,”
sambung Taji lalu memeluk Amanda dari belakang.
“Ah tidak juga, ini weekend
aku juga perlu sedikit bersantai,” jawab Amanda lalu meletakkan nampan
makanannya.
Lily mengangguk canggung sambil
tersenyum. Ternyata bukan Jalu yang mengurusnya semalam. Ternyata Amanda. Tapi
kenapa pelukan itu, suara itu, aroma maskulin itu semuanya terasa begitu nyata.
Perasaan Lily yang sempat membaik tadi kembali sendu. Sekilas Lily melihat
Jalu, Jalu hanya menengok kamarnya sejenak melihat siapa saja yang ada di sana
lalu berlalu begitu saja dengan santainya.
Setelah mengantarkan makanan untuk
Lily dan memastikan kondisinya baik Taji juga pergi kencan bersama Amanda dan
gantian akan main ke rumahnya hingga nanti malam. Lily merasa lebih baik ketika
ia bisa menghabiskan waktu di kamarnya. Lily sempat ingin menanyakan soal
plester demam pada Jalu. Tapi ia segera mengurungkan niatnya karena merasa tak
perlu menanyakan apa-apa lagi dan merasa sudah jelas bila yang samalam hanya
mimpi dan Amanda yang sudah merawatnya semalam.
“Lily,” panggil Naila memastikan
kondisi putrinya.
●●●
Jalu makin intens menghabiskan
waktunya dengan Alma. Alma merasa begitu bahagia bisa menghabiskan waktunya
dengan Jalu dan makin yakin bila ia bisa punya hubungan serius atau bahkan
melabuhkan hatinya pada Jalu.
Tak ada hal yang lebih baik daripada
memiliki pasangan yang tampan dan penuh kasih sayang juga penyabar seperti
Jalu. Belum lagi Jalu bisa begitu memahaminya dengan baik. Tak ada keraguan
lagi di hati Alma, tidak sedikitpun.
“Alma, kita udah saling mengamati
satu sama lain sejak lama. Kita banyak mengobrol dan ku rasa kita bukan orang
yang saling asing. Menurutmu kalau aku melamarmu, apa aku sudah cukup baik
untuk di terima?” tanya Jalu sambil menyetir dan sedikit malu-malu menanyakan
hal seperti itu.
Alma menatap Jalu dengan mata
terbelalak tak percaya. Pertanyaan seindah itu bagaikan mimpi yang tak mungkin
jadi kenyataan bagi Alma dan sekarang ia mendengarnya. Langsung dari Jalu bukan
hanya di hayalannya saja.
“Maksudku tentu saja diterima
keluargamu juga. Aku tidak mungkin hanya menikahimu, aku perlu akrab dan di
terima keluargamu juga. Minimal orang tuamu, kurasa…” sambung Jalu lalu
menghela nafas pelan dan menatap Alma sekilas.
“A-aku tidak tau, h-hub-hubungan
kita saja juga belum jelas,” jawab Alma lirih. Jelas ada harapan kejelasan hubungan
secara tersirat dalam jawabannya dan Jalu jelas sudah memprediksi hal itu.
Jalu tersenyum lalu mengangguk. Jalu
sempat melirik Alma dan terlihat jelas betapa Alma berharap Jalu akan
menyatakan perasaannya. Tentu saja ini bukan momen yang tepat dan ingin Jalu
lakukan. Jalu ingin memberikan momen besar yang membuat Alma tak bisa
menolaknya atau lepas dari kendalinya.
“M-Maksudku, m-mungkin mungkin
keluargaku akan menerimamu,” Alma buru-buru meralat ucapannya karena tak mau
terlihat murahan. “K-kita kan t-teman,” sambungnya agar ia tak kehilangan nilai
jualnya sebagai perempuan.
Jalu tersenyum lalu mengangguk dan
memberikan undangan pestanya pada Alma. “Harus dateng ya,” ucap Jalu lalu turun
dari mobilnya dan membukakan pintu untuk Alma.
“Makasih Mas, aku pasti dateng,”
ucap Alma senang lalu berjalan masuk ke rumahnya sambil melambaikan tangan.
Jalu langsung masuk ke mobilnya dan
melaju pulang. senyum cerianya langsung hilang. Jalu benar-benar lelah harus
berpura-pura ramah dan menahan dirinya untuk tidak meluapkan emosi.
“K-kak Jalu,” panggil Lily pelan
menyambut kepulangan Jalu yang baru masuk.
Jalu mendengus kesal lalu berjalan
melewati Lily begitu saja masuk ke dalam kamarnya dan pergi lagi karena ada
pekerjaan yang harus ia tangani.
“Kakak semalem masuk ke kamarku?”
tanya Lily begitu Jalu melewatinya lagi setelah keluar dari kamarnya.
Jalu terdiam sejenak lalu
melanjutkan langkahnya tanpa memberikan jawaban apa-apa pada Lily seolah tak
mendengar pertanyaan yang Lily sampaikan. Lily hanya bisa diam tanpa berani
mengajukan pertanyaan lagi.
Lily mengikuti Jalu hingga keluar
dan pergi berlalu dengan supir dan mobil perusahaan. Lily tertawa kecil,
menertawakan kekonyolan pertanyaannya tadi. Apa yang ia harapkan dari Jalu?
Diam-diam masuk ke kamarnya? Merawatnya? Atau diam-diam mencintainya juga?
Konyol sekali. Jelas-jelas Jalu menyukai putri keluarga Waloh. Bagaimana bisa
ia memikirkan hal konyol itu soal Jalu. Bodoh dan jelas mustahil. [Next]
0 comments