Bab 03 - Kado
Lily buru-buru ke kamarnya begitu ia
sampai rumah, ia ingin memberi kado yang sudah ia siapkan pada Jalu. Hanya ia
yang belum memberi apa-apa pada kakaknya itu selain ucapan selamat. Jadi untuk
memberi kejutannya Lily segera masuk dan meletakkan kadonya di laci tempat
tidur Jalu lalu buru-buru keluar dari kamarnya secepat ia bisa.
Lily membelikan tempat rokok yang
sudah ia hiasi dengan bunga-bunga agar tidak terlihat seperti tempat rokok dan
sebuah korek api yang sama-sama sudah di hias. Lily tau hiasan yang ia berikan
terlalu feminin untuk kakaknya. Tapi ia bisa menjelaskan kenapa ia menghias
sedemikian rupa. Lily tau Jalu suka diam-diam merokok saat sedang banyak
pikiran dan akan pulang dengan omelan dari mamanya bila ketahuan. Jadi Lily
ingin menyembunyikan pelampiasan stres kakaknya itu.
Jalu menahan langkahnya begitu
melihat Lily yang berlari buru-buru dari kamarnya. Jalu tersenyum geli menahan
tawa melihatnya. Lily persis sekali dengan mamanya ketika ingin memberikan
kejutan pada papanya. Tentu saja Jalu paham apa yang harus ia lakukan
selanjutnya sekarang. Ia hanya perlu diam menunggu sampai Lily masuk ke
kamarnya dengan tenang dan berpura-pura terkejut dengan apapun yang ia berikan.
Seperti yang di lakukan papanya.
Tidak merusak kejutan dan sedikit berpura-pura
terkejut adalah salah satu cara agar hubungannya tetap harmonis. Jalu
benar-benar memahami itu dan berusaha menerapkannya. Tapi kali ini Jalu
benar-benar terkejut melihat hadiah dari adiknya itu. Tempat rokok dan korek
api dengan hiasan super girly. Sejak kapan Lily tau bila ia merokok?
“Lily,” Jalu mengetuk pintu lalu
melangkah masuk karena tak ada jawaban dan pintu kamar yang juga tak di kunci.
“Hah! Kakak!” seru Lily kaget begitu
melihat Jalu yang masuk ke kamarnya begitu ia keluar dari kamar mandinya.
“A-ada apa?” gugup Lily lalu kembali masuk ke kamar mandi untuk mengancingkan
piamanya dengan benar.
Jalu terdiam cukup lama. Sudah tadi
ia melihat keanggunan Lily dalam gaunnya sekarang ia malihat Lily yang bersiap
tidur dengan buah dadanya yang terbebas tanpa bra dan hampir menyembul keluar
dari piamanya. Jalu hanya bisa menelan ludahnya membayangkan ia bisa meniduri
Lily seperti yang orang tuanya lakukan setiap malam.
“Kakak ga suka kado dari aku ya?”
tanya Lily yang melihat Jalu menggenggam kado pemberiannya.
Jalu berdeham beberapa kali lalu
mengusap tengkuknya dengan gugup sebelum ia memberanikan dirinya menatap Lily.
“S-suka,” Jalu gugup menjawabnya.
Lily langsung tersenyum sumringah.
“Kamu tau aku sering merokok?” tanya
Jalu berusaha fokus pada apa yang membawanya menemui Lily.
Senyum Lily sedikit memudar seiring
anggukan kepalanya. “Aku tau, kakak sering merokok. Mama sering marah kalo
kakak merokok. Tapi aku tau kakak gitu cuma waktu stres aja. Jadi aku bantu
umpetin,” jelas Lily sambil tersenyum canggung dan duduk di tempat tidurnya.
Jalu menghela nafas lalu mengangguk
dan tersenyum mendengar penjelasan Lily meskipun ia kerap tak fokus saat
melihat putting payudara Lily yang terlihat menyembul di balik piamanya.
“Kak, minggu depan aku ada acara
jambore di sekolahan. Boleh ikut gak?” tanya Lily meminta ijin pada Jalu.
Jalu terdiam sejenak. Baru kali ini
Lily meminta ijin atas kegiatannya pada jalu.
“Kata papa bakal banyak acara
perayaan buat kakak, kayaknya aku ga bisa ikutan,” ucap Lily menjelaskan
alasannya kenapa meminta ijin pada Jalu.
Jalu mengerutkan keningnya lalu
duduk di samping Lily. “Acaraku kan cuma sekali seumur hidup. Lagian kamu bisa
kemah tiap hari Ly,” ucap Jalu sedikit melarang.
“Tapi ini kemah jambore terakhirku
Kak, aku ga bisa bareng temenku lagi kak,” rengek Lily mencoba meluluhkan hati
Jalu agar mengijinkannya.
Jalu mendengus kesal. Lily langsung
menggenggam tangan Jalu. Jalu menatap Lily dengan alis bertaut.
Ini bukan kali pertamanya
bersentuhan dengan Lily. Tapi tangannya yang kecil dan lentik, halus, lembut
dan sedikit lembab terasa begitu menyihir Jalu. Belum pernah ada sentuhan
sebaik ini sebelumnya. Bahkan mungkin ini sentuhan terbaik yang sukses membuat
Jalu berdesir dan jantungnya berdebar-debar di saat yang bersamaan tapi ia
harus menahannya mati-matian.
“Sekali ini aja ya Kak,” Lily
kembali memohon dengan sedikit paksaan.
Jalu menghela nafasnya. Kali ini
bukan karena kesal tapi karena berusaha menyadarkan dirinya bila Lily adalah
adiknya dan tak sepantasnya pikiran-pikiran kotor itu masuk ke kepalanya saat
ini. “Ini yang terakhir ?” tanya Jalu.
Lily langsung mengangguk dengan
sumringah. “Iya, ini yang terakhir!” seru Lily semangat.
Jalu langsung mengangguk memberi
ijinnya. Lagi pula saat Lily pergi jambore ia punya waktu yang lebih dari cukup
untuk meyakinkan dirinya bila Lily tak sepantasnya menjadi objek kotor
fantasinya.
Tapi baru Jalu mengangguk Lily
memeluknya erat dengan manja tanpa beban. “Terimakasih Kakak!” seru Lily penuh
suka cita.
Jalu ingin membalas pelukan Lily
tapi Lily terlalu cepat melepaskan pelukannya sebelum Jalu sempat membalasnya.
“Besok Senin sampai Minggu aku pergi
kemah, aku tinggal minta ijin mama deh sekarang,” ucap Lily ceria lalu
meninggalkan Jalu sendiri di kamarnya sementara ia pergi mencari orang tuanya
untuk meminta ijin.
Jalu segera pergi ke kamarnya dan
langsung menguncinya dari dalam. Tak peduli pada Taji yang mungkin akan datang
menghampirinya dan meminta untuk tidur dikamarnya. Jalu perlu memuaskan diri
dengan segala fantasinya dan asupan yang ia terima dari Lily yang jelas tak
dapat ia nikmati langsung.
●●●
Taji sibuk merengek dan melarang adiknya ikut jambore
dengan menakut-nakutinya dengan cerita seram lokal hingga fiksi barat yang ia
ikuti seperti adanya Yetti di gunung, atau adanya hantu onggo inggi di sungai.
Segala jenis cerita seram ia ceritakan. Tapi Lily tak takut.
“Aku bisa ngaji, aku tidak takut,” ucap Lily yang
kekeh ingin berangkat kemah jambore.
“Yaaaahhhh, tapi aku kan di sini cuma sebentar. Masak
adekku satu-satunya ga mau temenin di rumah,” keluh Taji.
“Kan ada Kak Jalu,” jawab Lily sambil sibuk
mondar-mandir menyiapkan barang-barangnya sendiri.
Jalu yang melihat Lily dengan kaos dan celana pendek yang biasa ia pakai tersadar. Lily tetap Lily. Ia gadis yang sama dan tetap menjadi adiknya, entah seliar apapun pikiran Jalu. Hampir Jalu ikhlas dan melupakan Lily juga fantasi liarnya. Ia kembali teringat pada Damian yang memiliki ketertarikan pada Lily. Seketika itu juga hasrat memiliki Lily seutuhnya kembali membara dengan lebih kuat daripada sebelumnya. Bahkan rasanya Jalu tak kuat membendungnya lagi kalau saja Lily tak segera pergi kemah hari itu.