Bab 35 – Mandul
Alma hanya
memandangi Jalu yang duduk di sampingnya sambil menggenggam erat tangannya.
Jalu menatap Alma lalu tersenyum lembut. Jalu melihat betapa bahagianya Alma
bisa menghabiskan waktu bersamanya. Bahkan meskipun Jalu tak menaruh sedikitpun
perasaan padanya, Alma tetap terlihat menyayanginya dengan tulus dan tanpa
alasan apapun.
“Kamu gak
suka makananmu?” tanya Jalu begitu makanannya sampai dan Alma sama sekali tak
tampak menyentuhnya sedikitpun.
Alma
menggeleng lalu tersenyum. “Aku suka, aku cuma gak lapar,” jawab Alma yang
sebenarnya merasa bahagia Jalu kembali bersamanya dan sedang merasa begitu
ketakutan bila Jalu akan meninggalkannya bila ia berpaling sedikit saja
darinya.
Jalu
mengangguk lalu mengambil piring steak Alma dan memotongkan dagingnya
jadi beberapa potongan kecil untuk Alma. “Belakangan ini aku mengalami beberapa
hal yang berat, papa mau saham yang udah di kasih ke aku buat di kembalikan.
Aku menolaknya dan memilih untuk memberikan semuanya menjadi atas namamu. Aku
sibuk mengurus itu,” ucap Jalu lalu menuangkan saus ke atas steak milik
Alma.
Alma
menggenggam tangan Jalu merasa menyesal sudah menuduh Jalu yang tidak-tidak
sementara Jalu sedang memperjuangkan dirinya.
“Aku tau
jadi kamu bukan hal yang mudah. Berada di tengah-tengah sengketa keluarga juga
bukan hal yang menyenangkan, makannya aku minta Andi buat jadi sekertarismu.
Aku berharap itu bisa membantumu kedepannya,” ucap Jalu lembut lalu membalas
genggaman tangan Alma yang terlihat makin kurus.
“Apa Mas
sudah lepas dari perusahaan keluargaku?” tanya Alma dengan suara bergetar.
Jalu
menggeleng. “Aku akan menemanimu sampai kamu yang pegang segalanya, sampai kamu
bisa benar-benar berdikari tanpa perlu di intervensi atau di tekan siapapun,”
jawab Jalu lalu menyodorkan piring Alma. “Makan, badanmu kurus sekali,” ucap
Jalu lembut.
Alma
mengangguk lalu mengusap airmatanya yang mengalir dengan sendirinya. Ia begitu
takut bila Jalu akan meninggalkannya dan bersikap dingin padanya selama ini
karena orang tuanya yang ikut campur dalam rumah tangganya.
“Aku janji
tidak akan mencurangimu sedikitpun, aku janji tidak akan mengambil sedikitpun
keuntungan dari perusahaan keluargamu tidak juga merebutnya bila kita berpisah
nantinya,” ucap Jalu lembut.
Alma
mendorong piringnya, selera makannya sudah hilang. Di tambah ia mendengar Jalu
yang menyebut soal perpisahan dengannya.
“Tapi aku
gak mau pisah sama kamu Mas,” ucap Alma dengan airmata yang sudah menggenang.
Jalu
tersenyum getir. Bagaimana bisa Alma tetap mencintainya dan begitu
mendambakannya meskipun ia sudah berbuat begitu menyebalkan padanya.
“Sebanyak
apapun kesalahanmu, sebesar apapun kebohonganmu, selama kamu masih sama aku
kamu masih ada buat aku aku memaafkanmu. Aku juga tidak meminta apapun. Aku
tidak butuh uangmu, perusahaan, atau apapun yang di takutkan orang tuaku. Aku
hanya mau kamu, aku cuma mau terus bareng sama suamiku. Itu saja,” ucap Alma
dengan begitu tulus dan berapi-api.
“Kamu
wanita yang baik Alma,” lirih Jalu lalu bangkit dari duduknya untuk memeluk Alma.
●●●
Alma dan
Jalu melihat hasil pembuahan yang selama ini mereka lakukan. Hasilnya nihil
seperti hasil-hasil sebelumnya. Alma terlihat begitu kecewa melihat hasil USG
yang tidak menunjukkan adanya janin di rahimnya. Jalu juga menyadari betapa
sedih istrinya yang tidak kunjung hamil.
Dokter
hanya mengucapkan kalimat-kalimat penyemangat dan saran-saran kesehatan organ
reproduksi yang sudah bosan Alma dengarkan. Alma keluar lebih awal bersama
Naila yang berusaha menghiburnya. Sementara Jalu dan Robi mendengarkan
penjelasan dokter mengenai kondisi rahim Alma yang sama sekali tidak dapat
mengandung itu.
Jalu
terlihat cukup tegar dan takut untuk menyampaikan fakta menyakitkan itu pada
Alma. Apa lagi Alma sudah begitu optimis untuk memiliki anak. Robi juga jadi
serba salah sekarang. Ingin menyarankan Jalu untuk menceraikan Alma dan
menikahi wanita lain, tapi jelas istrinya tidak akan setuju. Ingin menyarankan
untuk memiliki istri satu lagi, Robi tak yakin Alma akan setuju. Tapi yang
lebih dari itu Robi juga bingung menjelaskan pada istrinya terkait kondisi
menantunya itu.
“Biar nanti
aku yang ngomong sama Alma sendiri pa,” ucap Jalu lalu berjalan mendahului
papanya untuk menghibur hati istrinya.
“Dokter
bilang apa?” tanya Alma yang langsung ingin tau hasil pemeriksaannya pada Jalu.
Jalu tersenyum
canggung lalu duduk sambil mengelus punggung Alma. “Sayang, anak itu bukan
segalanya kan? Kita gak harus punya anak buat jadi suami istri kan?”
Senyum
optimis di bibir Alma perlahan memudar.
“Dokter
bilang kamu gak bisa…em… gimana bilangnya ya, hamil. Kamu ada masalah serius
dengan rahimmu, jadi kamu gak bisa hamil. Tapi tidak apa-apa, aku tidak
mempermasalahkan itu sedikitpun,” ucap Jalu sambil menggenggam tangan Alma.
Naila yang
mendengar ucapan Jalu atas vonis yang di terima Alma merasa begitu sedih. Naila
paham betapa inginnya Alma untuk memiliki anak yang ia lahirkan sendiri. Naila
juga tau bila Jalu juga sudah siap untuk menjadi orang tua dan mengasuh
anak-anaknya sendiri. Vonis dokter kali ini benar-benar menyakitkan tidak hanya
untuk Alma tapi juga untuk Naila.
Alma begitu
terpukul sampai tak dapat berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa diam dalam
pelukan Jalu begitu mendapati fakta bila kondisinya membuatnya tak bisa
memberikan keturunan pada Jalu. Dokter yang melihat Jalu langsung memberitahu
Alma akhirnya kembali menjelaskan kondisi Alma secara langsung dan jujur. Alma
tetap diam dengan airmata yang mengalir tiada henti.
“Aku pengen
sendiri,” ucap Alma begitu Naila menyentuh tangannya.
Naila
kembali menarik tangannya yang baru akan mengelus Alma untuk menguatkannya.
Robi langsung mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Naila.
“Ayo
pulang,” ajak Alma pada Jalu.
Jalu menghela nafas lalu menuruti permintaan Alma dan hari ini rasanya ia harus tetap menjaga Alma meskipun Lily sedang tidak enak badan dan Jalu juga memiliki janji untuk menemaninya.