Bab 26 – Hamil ?
Alma
mengobrol dan menceritakan banyak hal dengan mama mertuanya yang dengan sabar
dan antusias mendengarkan keluh kesah juga curhatannya. Naila juga tampaknya
senang bisa berbagi cerita soal pengalamannya semasa hamil pada Alma. Terlebih
Naila suka bayi dan hamil bukan hal yang berat baginya, apa lagi suaminya
sangat pengertian dan banyak memberikan dukungan padanya di tiap kesulitan.
“Gak semua
kehamilan pakek ngidam, Alma. Mama waktu hamil Jalu gak pakek ngidam. Cuma ya
gitu waktu malem kalo banyak aktifitas pegel semua punggung, pinggang, kaki.
Tapi alhamdulillah papa mau pijitin,” jawab Naila yang berusaha menjelaskan
bila tiap kehamilan punya keunikannya masing-masing dan tidak dapat di
seragamkan.
“Tapi aku
takut kalo ternyata belum hamil Ma, kayak emang cuma karena haidnya telat aja,”
ucap Alma membantah Naila.
Naila
cemberut lalu menghela nafas pelan. Potensi itu juga bisa saja terjadi dan
Naila tidak berharap bila sampai hal itu yang terjadi. Ia ingin segera punya
cucu. Naila diam dan mulai berfikir bagaimana kalau sebaiknya Alma dan Jalu
rajin berhubungan intim saja. Tapi ia juga teringat bagaimana kalau ternyata
sudah ada janin didalam sana dan akan terganggu atau malah keguguran karena
terlalu sering berhubungan intim.
“Gimana
kalo periksa saja dulu? USG aja dulu di lihat ada janinnya belum, paling gak
misalnya belum hamil bisa program dulu sekalian,” ucap Naila memberi saran yang
terdengar begitu masuk akal untuk di coba.
“Ma,
sayang!” panggil Robi begitu selesai main golf dengan teman-temannya dan tak
mendapati istrinya yang menyambut kedatangannya.
“Iya,
sebentar!” ucap Naila yang langsung berlari kecil ke arah suara suaminya.
“Kok aku di
cuekin sih!” omel Robi manja.
Naila
tersenyum lalu memeluk suaminya. “Lagi ngobrol sama Alma, kamu juga sih baliknya
cepet,” ucap Naila lalu duduk di sofa bersama Robi.
“Ngobrolin
apa sampe aku ga di peduliin sama sekali,” rengek Robi yang super manja.
Alma
melihat betapa mesra mertuanya. Ia berharap suatu saat akan ada masanya ia akan
memiliki waktu berdua bersama Jalu seperti yang mertuanya lakukan. Melihat mama
mertuanya yang menjadi poros keluarga dan selalu memberikan kasih sayang pada
seluruh anggota keluarga membuat Alma juga ingin menjadi seperti mertuanya.
●●●
Jalu
menghabiskan waktunya untuk mencoba arena bermain baru bersama Lily. Mencoba
seluncuran, panjat dinding, trampolin, mandi bola, wahana bermain dewasa yang
baru di buka di taman bermain milik keluarganya. Semua orang sesekali melirik
ke arah Jalu, pria kantoraan dengan baju kantornya yang rapi tapi malah asik
bermain bersama seorang gadis muda dengan riang gembira.
Lily
menikmati kebersamaannya bersama Jalu. Meskipun biasanya bermain seperti ini
akan lebih seru lagi bila mengajak Taji dan Amanda juga. Tapi bisa bermain
bersama Jalu saja juga seru dan menyenangkan. Menghabiskan ice cream dan
beberapa potong pizza lalu membeli beberapa cendramata yang sebenarnya bisa
mereka ambil langsung ke pabrik.
“Capek
banget aku hari ini, tapi aku seneng. Makasih ya Kak,” ucap Lily lalu menggecup
punggung tangan Jalu mengabaikan supir yang ada di depan.
“Iya
sama-sama adek,” jawab Jalu lalu mengecup kening Lily dan mendekapnya. “Besok
mau ikut aku gak ke Korea?” tanya Jalu sambil menatap Lily.
Lily
terdiam memikirkan tawaran Jalu. “Kakak tawarin aja istri kakak, nanti kalo ga
bisa baru sama aku,” jawab Lily mempertimbangkan.
Jalu
menghela nafas lalu mengangguk. “Aku pengennya Alma ga usah di ajak, sama kamu
aja,” ucap Jalu terus terang.
“Ga boleh
gitu, nanti jadi masalah,” jawab Lily sambil menghela nafas dan tiduran di
pangkuan Jalu.
Jalu
mengelus rambut Lily sambil memakaikan selimut untuk menutupi bagian tubuh Lily
yang cukup terbuka agar Lily bisa lebih nyaman di sepanjang perjalanan.
“Ini
kayaknya lain deh dari yang aku beliin buat Kakak dulu,” ucap Lily yang
menyadari selimut di mobil kakaknya berubah.
“Ehm…” Jalu
langsung mendeham gugup. “Dibuang Alma,” lirih Jalu lalu memalngkan wajahnya
tak mau melihat wajah Lily yang mulai mengkerut bersiap marah.
“Oh gitu,
yaudah,” ucap Lily yang langsung bangun dan melempar selimutnya pada Jalu lalu
ikut memalingkan wajahnya enggan bicara dengan Jalu lagi.
Jalu
perlahan memalingkan wajahnya untuk melihat keadaan Lily, memastikan kondisinya
aman bila ia akan menjelaskan alasannya.
“Kan waktu
itu dia aku pinjemin selimut yang dari kamu, terus kena es krim gitu. Dia
inisiatif gitu buat cuciin, malah rusak terus dia buang gantiin pakek itu,”
jelas Jalu sambil mengelus punggung Lily berusaha membujuknya agar tidak marah
padanya.
Lily hanya
diam tidak merespon apapun yang di lakukan Jalu. Baik mengelus bahu dan
punggungnya, memeluknya atau menciuminya, Lily hanya diam dan mengabaikan Jalu.
Hingga sampai di rumah Lily masih mendiamkan Jalu dan langsung masuk ke
kamarnya untuk mandi dan istirahat.
“Kita
nginep aja ya,” ucap Jalu ketika Alma mengajaknya pulang.
“O-oh, tapi
aku ga bawa baju ganti,” ucap Alma yang ingin menolak untuk menginap.
“Kamu bisa
pakek baju mama kalo gak baju Lily, menurutku bakal lebih baik kalo kamu punya
temen ngobrol kayak mama. Dari pada kita pulang, kamu paranoid terus stres
lagi,” ucap Jalu yang terdengar begitu masuk akal dan penuh kecemasan pada
kondisi Alma karena kehamilannya yang masih belum pasti.
Alma
tersenyum lalu mengangguk senang dengan keputusan menginap suaminya. Lagian
menginap di rumah mertuanya juga menyenangkan, jauh lebih menyenangkan daripada
di rumahnya yang sepi dan hanya ramai bila ada yang di marahi.
“Oh iya
kamu bisa pakek bajuku juga, kaosku,” ucap Jalu lagi lalu berlari ke atas
tempat kamarnya dan kamar keluarga lainnya.
“Alma, mama bilang sama chef buat bikin banyak makanan sehat buat Alma,” ucap Naila yang lewat sambil menenteng buah yang sudah ia potong-potong untuk suaminya.