Bab 26 - Cemburu
Sejak Dani
tau bagaimana kondisi Alisa, Sean hampir setiap hari memeriksa ponsel Alisa.
Hal yang benar-benar tak pernah Sean lakukan itu sekarang hampir ia lakukan di
tiap waktu luangnya. Bahkan tiap ada notifikasi masuk ke ponsel Alisa, Sean
akan membukanya terlebih dahulu baru ia akan melapor pada Alisa siapa yang
mengirim pesan atau notifikasi dari aplikasi yang ada di ponselnya.
“Kenapa cek
hp Alisa terus?” tanya Ahmad yang melihat perubahan Sean yang lebih peduli pada
ponsel Alisa daripada ponselnya sendiri.
“E-enggak…”
lirih Sean lalu mengembalikan ponsel Alisa.
Alisa
tertawa kecil melihat Sean yang jadi posesif padanya dan tengah serba salah
dihadapan papanya. “Lagi cemburu itu Kakak,” ucap Alisa yang membuat Sean salah
tingkah.
“E-enggak,
biasa aja,” elak Sean lalu melipir masuk ke kamar.
“Cemburu
kenapa dia?” tanya Ahmad heran.
“Kemarin
ketemu temenku, cowok. Jadi cemburuan Kakak. Emang dari dulu gitu sih Pa,”
jawab Alisa santai yang membuat Ahmad geleng-geleng tak habis pikir sementara
Farida semakin iri di buatnya.
Farida
masih tak bisa melihat hal menarik pada diri Alisa, sudah hamil duluan,
penampilannya juga tak menarik. Tapi Sean tampak begitu tergila-gila padanya.
Begitu terikat dan takut kehilangan padahal Farida yakin sekelas Sean pasti
bisa dapat puluhan wanita seperti Alisa.
“Kakak…”
Alisa ikut melipir ke kamarnya.
Ahmad
tersenyum melihat interaksi putrinya bersama pria yang sudah menjadi suaminya
itu. Bila Ahmad lihat kembali keduanya tampak begitu lucu dan menggemaskan.
Melihat bagaimana Sean mudah cemburu dan begitu posesif, namun Alisa terlalu
polos dan cuek untuk memahami betapa besar perasaan Sean membuat keduanya
begitu serasi.
“Kamu main
hp terus pasti mau ninggalin aku!” terdengar rengekan Sean yang belum ada lima
menit tidak memeriksa ponsel Alisa.
“Kakak kan
punya hp sendiri, gak usah deh iri sama hpku!” saut Alisa yang melihat Sean
sedang ngambek lalu menutup pintu kamarnya.
“Gemesin,”
komentar Ahmad singkat lalu pergi ke ruang kerjanya.
“Mas, bisa
gak sih kalo Alisa gak usah tinggal disini?” tanya Farida yang merasa tak tahan
dengan segala keromantisan Alisa dan Sean. Tak tahan dengan rasa irinya dan
rasa cemburu karena Alisa punya kehidupan yang lebih baik darinya.
“Gak bisa.
Aku mau sama anakku, sama cucuku,” jawab Ahmad tegas.
“Sampe
kapan mereka disini? Aku gak mau ada dua ratu di rumah,” rengek Farida.
Ahmad
menghela nafas dan hanya diam, ia enggan membahas itu terus menerus. Ia senang
ada Alisa di rumahnya, ini juga sudah lama menjadi mimpinya. Sekarang ia
tinggal menghitung hari saja untuk menjadi kakek. Ia tak mau kehilangan momen
bersama anak semata wayangnya itu.
***
Alisa naik
ke tempat tidur setelah puas dengan kursi pijatnya sambil membaca buku paket
barunya. Sean masih cemberut dan memegangi ponsel Alisa. Ucapan Dani yang
terlihat jelas masih menyukai Alisa, di tambah dengan kenekatannya meskipun
sudah tau jika ia dan Alisa sudah menikah semakin membuat Sean tak jenak.
“Udah susah
payah di hamilin, di nikahin, masih aja ada yang mau nikung! Kurang ajar!”
gerutu Sean yang membuat Alisa geleng-geleng kepala.
“Sayang,
udah dong marahnya,” bujuk Alisa lembut sembari mengelus dada Sean.
“Alisa
sayang aku gak sih?” tanya Sean yang butuh validasi.
“Sayang,
kalo gak sayang gak hamil,” jawab Alisa menenangkan perasaan Sean yang begitu
kacau.
Sean
langsung mengangguk dengan penuh percaya diri. “Aku tau,” jawabnya lalu
mendekap Alisa sambil sesekali mengelus perutnya merasakan gerakan lembut
kehidupan baru didalamnya.
“Shh…aw!”
pekik Alisa pelan saat mulai merasakan kontraksi palsu yang belakangan sering
ia alami.
“Kontraksi?”
tanya Sean yang langsung di angguki Alisa. “Udah sempit ya Nak? Pengen cepet
keluar ya?” tanya Sean lalu mengecup perut Alisa sembari mengelusnya agar si
bayi lebih tenang.
Rasanya apa
yang dilakukan Sean berhasil untuk beberapa saat. Alisa bisa tidur dan bayinya
cukup tenang sampai tiba-tiba Alisa merasakan kontraksi lagi dan lagi
bertubi-tubi hingga ia begitu kesakitan.
“Kakak gak
tahan, sakit banget,” ucap Alisa dengan keringat dingin yang mulai bercucuran.
“Ke rumah
sakit?” tawar Sean yang langsung di angguki Alisa yang sudah tak kuasa menahan
sakit. “Oke, aku siapin mobil dulu,” ucap Sean berusaha tenang namun tetap
siaga.
“Kenapa?”
tanya Ahmad begitu mendengar Sean menyalakan mobil dan begitu kelabakan
sendiri.
“Alisa
kontraksi terus, mau ke rumah sakit,” jawab Sean yang membuat Ahmad langsung
kehilangan rasa kantuknya.
Sean
menggendong Alisa dengan hati-hati kedalam mobil. Ahmad yang rencananya akan
tidur juga langsung ikut meninggalkan Farida begitu saja. Sepanjang jalan Alisa
hanya mengatur nafasnya saja sembari berdoa, dan berusaha tenang meskipun ia
tetap merintih juga mengaduh kesakitan pada Sean maupun Ahmad.
“Sabar ya…”
ucap Ahmad menguatkan putrinya.
“Sebentar
lagi sampai…” ucap Sean yang begitu tidak tega melihat Alisa yang begitu
kesakitan.
***
Sean dan
Ahmad menunggu dengan begitu cemas saat Alisa harus masuk ke ruang oprasi
sendirian pagi ini. Semalaman tak ada yang tidur, meskipun Alisa sempat dapat
pereda nyeri. Tapi ia tak bisa langsung melahirkan atau mendapat tindakan.
Alisa sempat tidur tapi seketika langsung terbangun dan merintih kesakitan pada
Sean yang terus mendekapnya selama masa menunggu.
Berjam-jam
semua menunggu sampai akhirnya suara tangisan bayi terdengar begitu nyaring. Sean
dan Ahmad refleks saling berpelukan dan menangis haru begitu saja. Tak
berselang lama perawat muncul membawa bayi perempuan yang baru dilahirkan Alisa
dengan sehat dan selamat.
“Istriku?”
tanya Sean pertamakali begitu melihat bayinya.
“Sebentar
lagi keluar, kondisinya baik, stabil,” jawab perawat sebelum akhirnya meminta
Sean memberi adzan dan iqomah di telinga bayinya.
“Papa aja,
jangan aku,” tolak Sean yang membuat alis Ahmad berkerut heran. “Aku udah
ngerusak Alisa, gak pantes kalo aku yang lakuin. Aku banyak dosa, Papa aja,”
lanjut Sean yang masih menangis.
Ahmad
menatap Sean dengan perasaan yang begitu campur aduk. Ia tak menyangka Sean
melakukan penyesalan hingga sejauh ini.
“Papa aja
yang namain juga,” ucap Sean setelah bayinya kembali di bawa masuk oleh
perawat.
Ahmad hanya
mengangguk dalam diam lalu menunggu Alisa keluar dan di pindahkan ke ruang ICU.
Sementara Sean masih tak bisa berhenti menangis, antara terharu karena akhirnya
ia jadi ayah dan khawatir jika Alisa tak segera pulih.
“Aku jadi
ayah…” lirih Sean.
“Anakmu
cewek, nanti kamu ngerti gimana perasaanku. Gimana sakit dan susahnya jagain
anak cewek. Tanggung jawabnya luar biasa besar. Gak sekedar ngasih duit doang,”
ucap Ahmad mewanti-wanti Sean yang terasa seperti tamparan baginya.
Sean
langsung mengangguk, kekhawatiran barunya muncul. Ketakutan jika putrinya akan
menanggung karmanya karena sudah berbuat buruk sebelumnya.
“Nabila,
kasih nama itu aja. Sisanya kamu yang mikir,” ucap Ahmad begitu melihat Alisa
yang keluar dan segera di pindahkan ke ruang ICU.