Bab 24 - Alisa Nakal 🔞
Semalaman
Sean begadang memijat pinggang Alisa yang terasa sakit. Alisa sudah menawarkan
pada Sean agar ia bisa tidur di kursi pijat saja. Tapi Sean kelewat ngeyel dan
memilih untuk memijit Alisa sendiri hingga jam satu pagi. Beruntung paginya
Alisa sudah jauh lebih sehat dan tidak rewel lagi, jadi pagi sebelum berangkat
bekerja sudah ada sarapan yang Alisa siapkan.
“Nanti kita
jadi belanja kan?” tanya Sean yang tampak antusias meskipun wajah mengantuknya
tak dapat di sembunyikan.
“Iya, tapi
kalo ngantuk tidur aja dulu gapapa Kak habis kerja. Agak maleman aja kita,”
ucap Alisa lembut sembari menyingkirkan piring kotornya.
“Aku aja
yang cuci piring,” ucap Sean yang masih mau nambah lagi.
Alisa
mengangguk lalu membiarkan piring kotornya. “Kopi?” tawar Alisa.
“Boleh,”
jawab Sean yang langsung di layani Alisa sebelum ia kembali ke kamar bersiap
dengan sekolah onlinenya.
***
Sean
bekerja cukup lama hari ini, meskipun sempat pulang untuk makan siang bersama.
Sean masih harus kembali ke kantornya lagi dan nanti menjelang petang baru
pulang. Alisa juga sudah di telfon berkali-kali oleh Ahmad yang memintanya
cepat pulang.
“Cantik
banget Istriku kalo mau belanja,” komentar Sean yang sudah menunggu Alisa
bersiap dari tadi.
Alisa
tersipu mendengar ucapan Sean lalu menggenggam tangan Sean yang terulur untuk
menggandengnya ke parkiran apartemen.
“Aku udah
cari banyak rekomendasi buat di beli,” ucap Alisa pada Sean sembari masuk
kedalam mobil.
“Oke deh,
aku dah siapin duitnya buat kamu abisin,” jawab Sean yang dengan senang hati
memanjakan Alisa.
Perjalanan
terasa menyenangkan, Alisa dan Sean terus berbincang di mobil. Sampai akhirnya
sampai dan melihat tulisan jika selama pandemi toko tutup. Tentu Alisa jadi
kecewa, tapi Sean tak patah semangat ia mengajak Alisa ke tempat lain yang
hasilnya tak jauh beda. Hanya ada kios makanan, peralatan elektronik, toko
ponsel, tempat servis, bengkel, apotek, dan rumah sakit yang buka. Itupun
banyak sekali aturannya.
“Belanjanya
online aja gimana? Nanti Kakak tambah uang jajannya ya?” hibur Sean pada
akhirnya.
Alisa
mengangguk dengan lesu. Sementara Sean menghela nafas. Ini bukan salahnya tapi
ia tetap merasa bersalah karena Alisa tak jadi belanja.
“Ayam?”
tawar Sean yang langsung berbelok ke drive tru KFC.
Alisa
mengangguk pasrah. Seleranya untuk makan sudah hilang, tapi Sean tetap
memesankannya seperti biasa.
“Maaf ya
Kakak ga tau kalo pada tutup,” ucap Sean menyesal.
“Gapapa,
kan bukan salah Kakak,” Alisa memaklumi.
Kling!
Notifikasi transferan masuk ke rekening Alisa, tiga puluh juta untuk budget
belanjanya kali ini. Alisa tersenyum sekilas namun masih cemberut setelahnya.
Di perjalanan Alisa masih mau makan, setidaknya itu sudah membuat Sean lega.
Alisa juga menyuapi Sean yang menyetir dengan hati-hati.
“Aw!” pekik
Alisa pelan saat bayi di perutnya menendang cukup keras.
Sean
langsung mengulurkan tangannya untuk mengelus perut Alisa dengan lembut.
“Didalem sempit ya Nak?” ucap Sean sembari menyetir.
“Belakangan
dia mulai nendangnya kenceng banget, kadang kontraksi juga,” ucap Alisa. “Udah
makin pinter, makin gede,” lanjut Alisa yang terdengar begitu keibuan.
“Kapan kita
periksa lagi?” tanya Sean antusias.
“Minggu
depan,” jawab Alisa sembari memeriksa jadwal di ponselnya.
Sean
mengangguk. “Kalo aku renovasi kamarmu buat kamar si Dedek boleh gak?”
“Terus
aku?” tanya Alisa kaget kamarnya tiba-tiba akan di gusur.
“Ya sama
aku lah, kayak biasanya. Udah susah payah di nikahin masak iya tidurnya pisah.
Rugi dong!”
Alisa
tertawa mendengar ucapan kakak sekaligus suaminya itu.
***
Sesampai di
rumah Ahmad, Alisa sudah di sambut dengan beberapa peralatan bayi yang Ahmad
beli bersama istri mudanya. Ahmad juga menunjukkan kamar tamu yang ada di
samping kamar Alisa akan dirubah menjadi kamar untuk cucunya nanti. Meskipun
Ahmad tak suka bagaimana cara putrinya hamil dan menikah, tapi ia tetap
berusaha menyayangi cucunya nanti.
“Papa
beliin kursi pijat juga,” ucap Ahmad menunjukkan kursi pijat baru yang sudah di
letakkan di dalam kamar Alisa. “Papa denger kalo hamil badannya gampang pegel,”
lanjutnya penuh pengertian.
Alisa
mengangguk dengan senyum sumringahnya lalu memeluk Ahmad sejenak. “Makasih Pa,”
ucapnya sebelum mencoba kursi pijatnya.
“Alisa
jangan di bikin kecapekan,” ucap Ahmad yang masih ketus dan sengit pada Sean.
Sean
langsung mengangguk dengan canggung. Suasana yang semula hangat langsung jadi
dingin dan begitu berjarak. Sikap Ahmad pada Alisa dan Sean begitu berbeda 180⁰. Sean bisa paham tapi ia tetap saja merasa tidak nyaman dan jadi serba
salah.
“Kakak,”
panggil Alisa begitu Ahmad keluar dari kamarnya. “Kayaknya aku ga pengen
belanja apa-apa lagi deh, udah di beliin sama Papa semua,” ucap Alisa lembut.
Sean
mengangguk lalu menghela nafas merasa jika dirinya begitu tidak berguna
sekarang. Sebelumnya Alisa begitu bergantung padanya dan Sean merasa ia yang
paling bisa dan paling mengerti bagaimana cara untuk memenuhi segala yang Alisa
butuhkan. Semuanya, setidaknya sampai Sean di tampar oleh kenyataan jika Ahmad
jauh lebih mengerti segalanya daripada dirinya.
“Uang dari
Kakak…”
“Buat
Alisa, buat kamu. Gak usah mikir aneh-aneh. Buat kamu belanja, seneng-seneng,
nyoba skincare, beli make up, pokoknya buat Alisa,” sela Sean yang sudah merasa
kalah telak dari Ahmad.
Alisa
mengangguk paham, ia paham betul jika ego kakaknya itu sedang tersentil.
“Tutup
pintunya dong Kak,” pinta Alisa tiba-tiba.
Sean hanya
menghela nafas lalu bangun untuk menutup pintu kamar Alisa.
“Kakak mau
lanjut kerja?” tanya Alisa begitu melihat Sean yang tiba-tiba mengambil map dan
laptopnya.
Sean
mengangguk pelan. Tak ada hal yang lebih baik daripada memulihkan harga dirinya
dengan bekerja lebih keras dan membuktikan jika ia yang terbaik.
Alisa
tersenyum maklum sembari mengelus perutnya. Ini akan menjadi malam yang
panjang.
“Semangat
Suamiku!” seru Alisa ceria menyemangati Sean.
Sean
tersenyum sekilas namun perlahan senyumnya pudar dan tak sebersemangat
sebelumnya.
Alisa
tiduran di samping Sean, terbayang di benaknya jika sekarang mereka ada di
apartemen pasti Sean sudah menodongnya dengan ponsel untuk merekam ucapannya
barusan. Tak berapa lama Alisa bangun untuk pergi ke kamar mandi melepaskan bra
dan celana dalamnya juga mengganti bajunya dengan daster rumahan yang jadi
terlihat ketat karena parut buncit dan payudaranya yang semakin besar.
Alisa
memandangi tubuhnya di depan cermin sejenak. Harusnya ia cukup menggoda untuk
Sean, mungkin sedikit bercinta akan membantu agar suasana hati Sean bisa jadi
lebih baik. Alisa mengulurkan tangannya mengelus perutnya meminta ijin pada
bayinya yang sedang begitu aktif di dalam.
“Tadi Ibu
liat Ayah sedih,” lirih Alisa yang lebih terdengar seperti berbisik. “Kalo
nanti Ibu…boleh ya Nak?” pinta Alisa lembut lalu mengelus payudaranya sendiri
dan memainkan putingnya hingga mengeras mencubitnya perlahan sembari memelintir
dan menariknya dengan pelan.