Bab 21 - Menikah
Tak ada
mimpi buruk yang paling buruk sebagai orang tua selain mendengar kabar jika
putrinya di perkosa dan di hamili. Lebih parahnya lagi yang menghamili adalah
orang terdekatnya. Ahmad benar-benar di buat kaget sekaget-kagetnya, ingin
rasanya ia memukuli Sean juga Edy kalau saja Alisa tak menceritakan semua
detailnya. Tapi karena itu pula hampir satu jam Ahmad beradu mulut dengan Dewi
di telfon.
“Alisa juga
salah, kalo dia bisa jaga diri ga mungkin sampe di perkosa!” Dewi tetap tak mau
disalahkan.
Sampai
akhirnya Ahmad membanting ponselnya karena kesal dan menyeret Sean masuk untuk
meluapkan amarahnya.
“Alisa
masuk kamar!” bentak Ahmad yang enggan melihat Alisa pasang badan dan
membuatnya iba.
Ahmad
mencurahkan segala kekesalannya pada Sean. Ia memukuli Sean dengan sekuat
tenaganya, menangis dan memaki Sean selama hampir dua jam. Sean tak bereaksi,
ia hanya diam tertunduk. Menahan semua kemarahan Ahmad, Sean sadar betul betapa
jahatnya ia dan sebesar apa kesalahannya pada Ahmad.
Tapi saat
Ahmad mengambil tongkat golfnya untuk memukul Sean lebih keras lagi. Seketika
ia berhenti. Ahmad bersimpuh menangis merasa dirinya gagal menjadi seorang
ayah. Kehidupannya terasa benar-benar kacau setelah tau Alisa hamil dan tak
seorang pun memberitaunya jika Alisa mengalami begitu banyak kesulitan selama
ini.
Sean
terdiam memandangi Ahmad yang menangis bersimpuh di lantai. Sean mencoba
memahami kondisi Ahmad, ia akan memiliki anak dari Alisa. Mungkin ia tak bisa
sekuat Ahmad jika apa yang terjadi saat ini menimpanya nanti.
“Jangan
sekali-kali kamu bikin anakku dalam kesulitan lagi…” ucap Ahmad setelah cukup
tenang lalu masuk ke kamarnya di temani istri barunya.
***
Alisa duduk
di tempat tidur bersiap mengobati luka-luka di tubuh Sean. Sean sendiri baru
selesai mandi setelah di hajar Ahmad. Tapi terlepas dari itu semua Sean tampak
ceria bahkan masih bisa tersenyum sumringah ketika naik ke tempat tidur bersama
Alisa.
“Jadi kita
nginep disini?” tanya Sean seolah tak terjadi apa-apa.
Alisa
mengangguk pelan lalu mulai mengoleskan salep memar terlebih dahulu.
“Aku seneng
di pukul Papamu,” celetuk Sean yang masih terlihat begitu bahagia.
Alisa
mengerutkan keningnya bingung dan heran dengan apa yang di sampaikan kakaknya
itu. Sean meringis menahan sakitnya, lalu mengelus perut Alisa dengan lembut.
“Tadi Papa
bilang, jangan bikin kamu kesulitan lagi. Jadi aku udah dapet restu buat
nikahin kamu. Menurutku bonyok dikit gak masalah. Aku senang bisa bertanggung
jawab,” ucap Sean lalu menerjang tubuh Alisa hingga Alisa terlentang di
bawahnya.
Alisa
tersenyum lalu mengecup pipi Sean dengan lembut. Alisa merasa jauh lebih lega
sekarang. Ia dan Sean bisa benar-benar bersama.
“Kita bisa
tinggal disini juga sama Papa, aku gak keberatan kalo kamu mau. Kalo enggak aku
juga bisa kasih tempat tinggal buat kita,” ucap Sean benar-benar sudah
memikirkan semuanya.
“Kakak
mikir semuanya banget, keren…”
Sean
tertawa mendengar reaksi Alisa yang memujinya. Sudah mendapat restu sekarang
mendapat pujian juga. Tak ada yang lebih membahagiakan bagi Sean selain hari
ini.
“Alisa!”
terdengar suara Ahmad yang langsung masuk ke kamar Alisa.
Sean dan
Alisa seketika langsung diam menatap ke arah Ahmad yang sudah ada di kamar.
“Besok
nikah,” ucap Ahmad lalu keluar dari kamar Alisa begitu saja.
Sean dan
Alisa langsung saling tatap. Keduanya sama kagetnya, bukan karena tak siap
untuk menikah. Tapi Sean baru saja di pukuli dan bahkan Sean belum menyiapkan
cincin untuk Alisa.
Sean
langsung bangun dan mengambil ponselnya. Menelfon siapapun yang bisa
membantunya membeli minimal cincin berlian untuk Alisa besok. Sean juga di buat
panik karena tak datang dengan pakaian terbaiknya.
“Aku ambil
baju dulu ya…” pamit Sean yang langsung buru-buru keluar.
“Mau
kemana? Kabur?!” bentak Ahmad begitu melihat Sean keluar kamar.
“E-enggak…m-mau
ambil baju…” jawab Sean kikuk.
“Ga ada
alasan! Diem disini!” larang Ahmad yang takut jika Sean pergi kabur begitu
saja. Mengingat Alisa sudah hamil duluan dan Sean juga baru saja ia pukuli.
Rasanya itu cukup seimbang dan masuk akal untuk lari dari tanggung jawab.
Sean hanya
bisa patuh dan kembali ke kamar, sementara Alisa pergi menemui papanya untuk
bicara berdua. Ini terasa seperti malam yang panjang untuk Sean maupun Alisa. Untuk
pertama kalinya Sean menghabiskan malamnya sendiri dan terpaksa tidur terpisah
dengan Alisa.
Sulit untuk
bisa tidur di tempat asing dan baru seperti saat ini bagi Sean. Memang itu
kamar Alisa, tapi ini terasa begitu asing baginya. Sean mulai membuka pintu
lemari pakaian yang ada disana. Begitu banyak baju dengan label brand ternama
terpampang disana. Begitu berbeda ucapan Dewi selama ini dengan apa yang Sean
lihat.
Sean
melihat betapa pedulinya Ahmad pada Alisa. Begitu berbeda dengan ucapan Dewi
yang selalu mengatakan jika Ahmad tak peduli pada Alisa. Ingatan Sean ketika
Alisa menangis di ruang tamu dan berkata ingin ikut Papanya kembali terputar di
kepalanya, hari dimana Sean memutuskan untuk terus menjaga Alisa dan
menyayanginya namun malah berakhir dengan bencana.
Sean
melihat banyaknya perintilan aksesoris yang di beli Ahmad untuk Alisa. Bahkan
peralatan sekolah juga. Ahmad jauh lebih baik dari yang selama ini Dewi
ceritakan. Rasa bersalah pada hati Sean terasa semakin membesar dan sulit untuk
ia bendung. Rasanya tak ada hal yang cukup seimbang untuk menebus kesalahannya.
***
Edy
terlihat cukup panik di rumahnya kali ini. Dewi yang semula hanya beristirahat
karena keguguran kini mulai demam dan sesak nafas. Tak henti sampai disitu saja
satu persatu gejala Covid-19 mulai terlihat juga. Segalanya makin kacau dan
memburuk ketika Edy juga mulai kehilangan indra pengecapnya.
Dewi jelas
tak tinggal diam, sebagai tenaga medis ia berusaha mendapatkan penanganan
terbaik. Sampai akhirnya ia dan Edy di rawat di rumah sakit. Alisa sempat
mengabari kondisinya, begitu juga dengan Ahmad tapi Dewi sudah tak
menggubrisnya. Tak ada tanggapan sama sekali.
Sean juga
mengabari Edy soal pernikahannya dengan Alisa. Edy sama sekali tak memberi
respon. Sampai tepat setelah akad nikah. Sean di telfon pihak rumah sakit jika
Dewi meninggal dan Edy dalam kondisi kritis karena rumah sakit sangat
kekurangan oksigen.
“Sa…” ucap
Sean setelah memberitau Alisa soal kematian ibunya.
Alisa hanya
diam sambil menangis dalam diamnya. Mengingat betapa menyakitkannya apa yang
ibunya lakukan sebelumnya, lalu betapa sayangnya Alisa pada ibunya. Perasaannya
begitu bercampur aduk.
“Kakak…”
rengek Alisa setelah lama diam dan Sean yang sudah resmi menjadi suaminya itu
terus setia bersamanya.
Sean
mendekap Alisa lalu mengecup keningnya dengan lembut yang membuat tangis Alisa
makin pecah.