Bab 16 – Ke Sekolah
Ini hari
yang paling menyeramkan bagi Alisa. Perutnya sudah mulai sedikit membuncit
karena sudah memasuki bulan kelimanya dan ada panggilan untuk mengambil buku
paket dan LKS baru di sekolah. Alisa sudah beberapa kali mematut dirinya di
depan cermin sembari mencoba memakai seragamnya.
Atasannya
masih muat meskipun begitu ngepres dan sulit mengancingkan terutama bagian
dadanya yang semakin montok. Bahkan ia sudah mencoba menggunakan sport bra juga
tidak membuahkan hasil yang signifikan. Masalah belum berhenti sampai di situ,
Alisa masih harus di buat kerepotan dengan roknya yang sudah tidak muat
terhalang oleh perutnya yang jadi lebih besar.
“Sayang,
ini korsetnya,” ucap Sean yang akhirnya datang membawa korset yang di sarankan
Dewi.
Alisa
mengerutkan keningnya. Sudah terbayang di benaknya betapa sakitnya jika
perutnya tertekan dalam waktu lama nanti. Tapi apa boleh buat toh ia juga masih
perlu sekolahnya dan ia juga yakin Mamanya menyarankan ini juga karena berharap
ia keguguran.
Bagaimana
tidak, bahkan sampai saat ini Dewi masih belum mau berkomunikasi sedikitpun
dengan Alisa. Tak hanya itu Alisa juga masih belum boleh pulang menemuinya
karena masih kekeh mempertahankan kandungannya. Tapi terlepas dari itu,
sejujurnya Alisa lebih merasa bahagia bersama Sean. Kakaknya sangat mapan jika
hanya sebatas menghidupinya dan anaknya kelak. Tidak ada yang perlu Alisa
khawatirkan.
“Shh…awhhh…
sakit banget Kak!” rengek Alisa setelah memasang korsetnya sembari duduk di
tempat tidurnya sambil mengelus perutnya yang jadi jauh lebih datar.
Sean
langsung membantu Alisa melepas korset yang membuat adiknya kesakitan itu lalu
mengelus perutnya yang tiba-tiba berkontraksi hingga begitu kencang.
“Apa mau
beli seragam lagi? Tapi nanti keliatan beda sama temen-temenmu,” saran Sean
yang khawatir pada Alisa.
Alisa
mengatur nafasnya lalu menyeka airmatanya. Perutnya sakit, ambisinya untuk
lulus dengan nilai baik masih begitu menggelora. Tapi kondisinya terasa semakin
sulit dan menghalangi langkahnya. Kehidupan terasa benar-benar berat karena ia
masih harus menyembunyikan kehamilannya.
“Cup,
sayang jangan sedih. Nanti dedeknya ikut sedih,” Sean lembut lalu memangku
Alisa agar adiknya itu bisa lebih tenang. “Gapapa, tenang nanti Kakak temenin,
kita hadapi sama-sama ya,” bujuk Sean dengan lembut lalu mengecup kening Alisa.
Alisa hanya
bisa menangis hingga ia benar-benar puas dan tenang lalu menyeka airmatanya.
“Beneran di temenin ya…” lirih Alisa yang langsung di angguki Sean.
“Nanti kamu
di mobil aja gapapa, biar Kakak yang turun, ya.” Sean sudah langsung mengurus
segala yang bisa ia lakukan untuk Alisa. “Nanti Kakak bakal beliin seragam baru
ya,” ucap Sean yang sudah langsung menghubungi guru TU di sekolah Alisa untuk
membantunya memesan beberapa seragam.
Alisa
memakai seragamnya dan kembali memakai korsetnya lalu berjalan bersama Sean
menuju parkiran di basement. Alisa terus mengelus perutnya sepanjang
perjalanan. Sean juga sesekali mengelus perutnya.
***
“Masih
sakit?” tanya Sean memastikan begitu sampai di sekolah.
Alisa
mengangguk lalu menghela nafasnya sebelum keluar dari mobil.
“Udah
gapapa, kamu nunggu di mobil aja,” ucap Sean lalu berlari ke kantor guru
sebelum Alisa turun duluan.
“Eh Alisa!”
sapa Tiwi yang langsung putar balik dengan sepedanya begitu melihat Alisa di
mobil Sean.
“Tiwi!”
sapa Alisa tak kalah heboh dengannya.
“Kamu
dimana? Aku nyari kamu di rumah ga ada, kata Mamamu kamu pindah tinggal sama
Kak Sean ya?” tanya Tiwi yang langsung mencecar Alisa.
Alisa
tersenyum lalu mengangguk. “Iya, rumah Kak Sean deket kalo mau ke sekolah sama
kerja, selain itu Kak Sean sendirian juga di rumahnya jadi sekalian nemenin,”
jawab Alisa sekenanya.
“Yahhh jadi
ga bisa numpang wifi di rumahmu deh,” ucap Tiwi sedih.
Alisa hanya
bisa meringis.
“Eh Tiwi!”
sapa Sean ramah dari belakang begitu melihat ada orang yang mengobrol dengan
Alisa.
“Kak Sean
balik dong biar aku bisa numpang wifian,” komplain Tiwi terang-terangan pada
Sean.
Sean hanya
tertawa mendengar komplainan Tiwi. “Aku ada mifi kecil gitu, ga kepakek kamu
mau pakek gak?” tawar Sean mencarikan pemecahan masalah.
Tiwi
langsung mengangguk sambil tersenyum sumringah.
“Nanti ya
aku kirimin,” ucao Sean lali menstater mobilnya.
“Makasih
Kak Sean,” ucap Tiwi senang lalu melambaikan tangannya dan lanjut mengayuh
sepedanya pulang.
Alisa ikut
melambaikan tangannya pada Tiwi lalu begitu Tiwi sudah tak melihatnya dan ia
juga sudah jauh dari sekolahan Alisa langsung melepas korsetnya.
“Aghh!
Shhh…sakit!” rintih Alisa sambil mengelus perutnya yang buncit.
Sean yang
semula merasa khawatir pada Alisa sekarang jadi merasa terpancing dan bernafsu
karena mendengar rintihannya Alisa. Belum lagi perut buncitnya yang ia ekspose
setelah melepas korsetnya.
“Sabar,
bentar lagi sampai,” ucap Sean lalu mengelus perut Alisa dan sengaja mengelus
hingga ke bawah sampai ke tempat kenikmatan favoritnya.
“Kak!”
pekik Alisa mengingatkan Sean.
“Hmm?” saut
Sean santai lalu menelusupkan tangannya masuk kedalam rok milik Alisa,
merabanya dan mendapati jika di bawah Alisa sudah begitu lembab. “Kok udah
basah?” tanya Sean menggoda sambil menggaruk klitoris Alisa yang masih
tertutupi celana dalam.
“Kakak ih!
Kalo hamil kan emang gitu jadi gampang nafsu! Udah deh gak usah
mancing-mancing!” ketus Alisa sambil mengigit bibir bawahnya menahan gairahnya.
Sean
tertawa mendengar Alisa yang langsung sewot. “Gapapa, kamu minta jatah terus
bakal aku puasin terus kok,” ucap Sean santai lalu menggeser celana dalam Alisa
dan memasukkan dua jarinya.
“Ahh…Kakhhh!”
pekik Alisa yang langsung menampar bahu Sean.
Sean
tertawa melihat reaksi Alisa lalu menarik jari dan tangannya lalu menjilat
jarinya yang berlumur cairan dari kewanitaan adiknya itu sebelum kembali fokus
menyetir.