BLANTERORBITv102

Bab 06 – Hati ke Hati

Minggu, 21 Juli 2024

 


Sean menatap Alisa yang tampak kesal dan sedih dengan kabar yang disampaikan mamanya. Sean tau Alisa sudah lama ingin punya adik. Sean tau jika semuanya masih normal pasti Alisa akan sangat antusias menyambut calon adiknya itu. Tapi semuanya sudah berubah, semua sudah jauh berbeda 180⁰ saat ini.

Alisa menyudahi makannya dengan perasaan yang begitu campur aduk. Sedih dan marah. Kali ini Sean tidak tiba-tiba menyergapnya atau melucutinya seperti tadi. Sean memberinya waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Sembari Sean juga menyelesaikan pekerjaannya hingga akhirnya ia punya waktu luang untuk menemui Alisa yang sedang memikirkan nasipnya di kamar.

“Alisa, aku dah bilang kan… kalo kayak gini kamu masih tetep mau pulang?” tanya Sean lembut lalu memeluk adiknya itu dari belakang.

Alisa membalik tubuhnya lalu mendorong Sean sambil menangis. “Aku benci Kakak! Aku benci Kakak!” teriak Alisa sambil menangis lalu bangun dan mulai menghujani Sean dengan pukulannya. “Kakak ngapain sih kayak gini segala! Ngapain Kakak ngikutin aku segala waktu itu?! Ngapain Kakak segala gangguin ikutin aku terus?!” Alisa melampiaskan semua kemarahannya pada Sean sambil terus menangis dan memukulinya dengan sekuat tenaga.

Sean hanya diam menerima pukulan Alisa lalu memeluknya begitu Alisa berhenti memukul. Sean mengelus tangan Alisa yang ia gunakan untuk memukulinya dengan lembut lalu mengecup tangannya yang memerah.

“Kakak kenapa sih, harusnya kalo Kakak dah punya pasangan udah ga usah ganggu aku lagi. Aku juga berhak punya pasangan dan bahagia Kak. Jangan egois. Berhenti kasih aku perhatian, berhenti posesif ke aku, berhenti kasih aku love bombing[1] dan bikin aku bingung Kak!” lanjut Alisa lalu kembali memukul Sean dengan sisa tenaga yang ia miliki.

“Aku gak gitu…” lirih Sean lembut lalu menggenggam tangan Alisa dan menatapnya dengan lembut namun cukup tegas dan intens. “Aku gak punya pasangan, kalo kamu cemburu sama Tamara kamu salah. Dia pengacara baru di firma hukumku, kita cuma sebatas profesional. Lagian dia juga punya suami sama anak. Aku gak pernah love bombing atau apalah itu ke kamu. Itu memang bahasa cintaku ke kamu. Aku bakal terus posesif dan perhatian ke kamu, kamu punyaku. Kenapa memahami itu begitu susah buat kamu?” jelas Sean serius.

Alisa terdiam, ia ingin mengelak tapi ia sendiri sebenarnya menyadari itu sudah sejak lama. Alisa juga menyukai Sean dan memang dari awal ia begitu nyaman dan senang dengan segala perhatian dari kakak tirinya itu. Alisa senang di antar Sean ke sekolah, Alisa senang Sean datang hujan-hujan menjemputnya pulang les meskipun sedang demam, Alisa merasa bahagia bisa memiliki teman di rumah ketika ibunya masih bekerja, Alisa juga merasa sangat nyaman dengan segala kehangatan yang selama ini Sean berikan padanya.

“Aku gak jahat ke kamu, aku cuma mau melindungi kamu. Melindungi satu-satunya perempuan dihidupku, satu-satunya hal yang paling berharga yang aku punya saat ini. Kamu harusnya sudah tau dan sadar akan hal itu,” ucap Sean lalu menghela nafas dan akhirnya melepaskan pelukannya dari Alisa dengan pandangan kecewa karena di salah pahami oleh Alisa. “Ayo kita pulang, sepertinya kamu memang tidak bisa ku gapai,” lanjut Sean dengan sedih.

Alisa terdiam dan tak dapat berkata-kata lagi. Ia bingung harus bagaimana. Semuanya terasa serba salah sekarang. Tetap bersama Sean salah, pulang dan bertemu dengan ayah tirinya juga bukan pilihan yang benar.

“Kenapa diam? Tidak mau pulang?” tanya Sean yang terdengar menantang dan sedikit meremehkan Alisa yang kebingungan.

Alisa memalingkan pandangannya lalu buru-buru menyeka airmatanya sebelum membasahi pipi dan di lihat Sean, meskipun tanpa disekapun Sean tetap tau.

“Ayo pulang,” ucap Alisa lebih mantap dan yakin dengan pilihannya lalu bangun dan mengambil salah satu hodie milik Sean lalu ke kamar mandi untuk cuci muka dan bersiap pulang.

●●●

Tak ada perjalanan yang lebih menyesakkan hati Alisa selain perjalanannya pulang setelah pembicaraan dari hati ke hati bersama Sean hari ini. Alisa terus merasa bersalah dan serba salah sekarang. Belum lagi Sean yang tampak murung setelah pembicaraannya tadi.

Sean yang biasanya ceria dan akan mengobrol sambil bercanda dengannya sepanjang perjalanan kali ini diam dan murung. Melihat Sean yang emosi dan terbakar amarah memang tidak enak, tapi melihat Sean diam dan jadi murung ternyata juga tidak lebih baik.

“Itu…” Sean tiba-tiba menunjuk gerobak penjual tahu kriuk yang sebentar lagi akan ia lewati di kanan jalan. “Mau mampir gak? Biasanya aku beliin kamu tahu di situ, kesukaanmu kan,” tawar Sean yang terlihat berusaha baik-baik saja.

Alisa melihat antrian panjang yang berjubal menunggu giliran membeli tahu kriuknya. “Rame, antri. Gak usah,” tolak Alisa singkat dan jadi terdengar sedikit ketus.

“Biasanya aku juga antri buat beliin kamu,” ucap Sean lalu tersenyum sambil memandangi gerobak tahu kriuk yang akhirnya terlewati itu. Pandangannya begitu teduh seolah sedang mengingat masa-masa indahnya dulu sendiri. “Disitu gak pernah sepi,” sambung Sean lalu menghela nafas dan kembali murung lagi.

Alisa terdiam sambil memandangi kakaknya. Sean tetap menjadi pria yang paling mengerti dirinya, Sean tetap menjadi cinta pertamanya dan menjadi role model[2] baginya untuk menentukan kriteria pasangan yang ia inginkan kelak. Segala yang ia inginkan dan tidak bisa di penuhi mamanya atau ayah tirinya, Sean dapat memenuhinya. Bahkan rasanya tokoh fiksi yang selama ini coba cari dari anime, film, dongeng-dongeng fiksi romansa tetap tak seimbang dengan Sean yang selalu ada untuknya.

“Maaf ya… aku terbakar cemburu waktu lihat kamu kencan waktu itu. Aku sudah menyiapkan kado valentin, aku membelikan sekotak coklat dan seekor kucing,” Sean tersenyum tanpa menatap Alisa. “Kamu pengen punya kucing kayak yang ada di internet kan? Kayak Gerfield, aku cari kucing oren yang paling mirip. Tinggal kamu kasih makan dia aja sampe gendut, ntar mirip. Jadi waktu aku kerja, kamu gak kesepian-kesepian amat,” sambung Sean sambil menatap Alisa sekilas lalu tersenyum dan menghela nafasnya kembali.

Alisa menatap Sean seolah kembali menjadi kakaknya yang dulu. Kakaknya yang selalu menghujaninya dengan kasih sayang dan pengertian, kakaknya yang selalu mengerti dirinya, kakaknya yang selalu sukses membuatnya kembali ceria dan merasa hangat kembali.

“Terus sekarang kucingnya dimana?” tanya Alisa sambil menatap Sean.

“Dibawa temenku, nitip disana. Gak nanya coklatnya sekalian?”

Alisa tersenyum lalu menggeleng. Sean masih tak tersenyum dan kembali diam dalam kemurungannya sendiri. Larut dalam kesedihannya yang sulit ia utarakan.

Sean turun dari mobilnya untuk membuka gerbang rumah, lalu kembali masuk ke mobil untuk memasukkan mobilnya.

“Sepi, kayaknya masih pada keluar,” ucap Sean lalu menatap Alisa.

Alisa melepas sabuk pengamannya lalu meraih bahu Sean untuk mendekatkan tubuhnya sebelum akhirnya mencium bibir Sean. Sean membelalakkan matanya kaget menerima ciuman mendadak dari Alisa. Alisa langsung keluar dari mobil dan masuk ke kamarnya meninggalkan Sean yang masih kaget dengan ciuman mendadaknya.

“Bukan aku yang gak memahami Kakak, tapi Kakak yang gak paham aku!” teriak Alisa sebelumnya lalu melempar sandalnya ke arah kaca mobil Sean. 



[1] Bom cinta adalah upaya untuk mempengaruhi seseorang dengan menunjukkan perhatian dan kasih sayang. Ini dapat digunakan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan positif atau negatif.

[2] Role model artinya adalah seseorang yang bisa menjadi teladan yang baik dari segi pola pikir maupun perilaku yang dilakukan sehari-hari.


Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.