BLANTERORBITv102

    Bab 11 – Deeptalk

    Minggu, 21 April 2024

    Alisa pergi ke apartemen Sean setelah makan siang. Edy terlihat tidak suka, tapi tetap membiarkannya daripada semuanya terbongkar dan akan jadi runyam. Edy tak mau statusnya sebagai jaksa agung yang tinggal menghitung hari menuju masa purna tugasnya berantakan dan tercoreng karena ketahuan sudah bermain api dengan Alisa.

    Alisa kali ini pergi ke apartemen Sean dengan persiapan yang lebih matang. Membawa buku pelajarannya juga baju ganti dan seragam untuk besok. Sementara Sean membawa berkas pekerjaannya dan membawa laptopnya.

    Tak ada yang mencurigakan bagi Dewi yang sudah mulai menaruh rasa percaya pada Sean kembali. Sean juga tampak cuek dan cenderung seadanya saja dengan Alisa, tidak seperhatian dulu. Meskipun di belakang Dewi Sean makin menggila dengan Alisa.

    “Pengen jajan gak?” tawar Sean yang melambatkan laju mobilnya.

    “Pengen tahu kriuk dong Kak,” pinta Alisa yang dengan senang hati di turuti Sean.

    Sean memarkir mobilnya lalu melepas sabuk pengamannya. “Kamu tunggu di mobil, gak usah ikut turun biar gak capek,” ucap Sean lalu mengecup kening Alisa sebelum turun dari mobilnya.

    Alisa mengangguk lalu duduk bersandar sambil bermain ponselnya, sambil sesekali memeriksa ponsel Sean dan melihat siapa saja yang mengiriminya pesan sampai iseng melihat chat dari sekertaris baru kakaknya.

    Alisa tersenyum melihat Sean yang hampir selalu menolak ajakan untuk pergi makan siang atau kegiatan tidak penting lainnya seperti futsal dan piknik. Hanya demi menemani Alisa, entah hanya diam dan berolahraga di rumah atau jalan-jalan bersama Alisa.

    “Wei! Pelanggaran pasal 30 ayat (1) UU ITE ini,” ucap Sean begitu melihat Alisa memeriksa ponselnya lalu memberikan plastik berisi tahu kriuk pada Alisa.

    Alisa hanya meringis lalu tersenyum malu sambil meletakkan ponsel Sean dan menerima plastik tahu kriuknya.

    “Mau cari bahan debat apa mau cari bahan berantem nih?” tanya Sean lalu kembali duduk sambil memakai sabuk pengamannya dan kembali memberikan ponselnya pada Alisa.

    “Enggak, cuma kepo doang tadi…” jawab Alisa lembut lalu meletakkan kembali ponsel Sean dan mulai menikmati tahu kriuknya.

    Sean mengangguk paham dan maklum dengan kebiasaan Alisa tersebut.

    “Eh Kak, ada gosip di sekolahku. Adek kelasku hamil duluan terus di keluarin…”

    “Terus?” potong Sean lalu menatap Alisa saat berhenti di lampu merah.

    “Jujur aku takut hamil, bentar lagi aku lulus. Aku gak mau hamil, aku malu kalo sampe ketauan sama orang lain soal apa yang udah kita lalui, sisi gelap keluarga kita. Aku gak mau Kak, aku belum siap,” ucap Alisa dengan tenang dan tampak serius.

    Sean menggenggam tangan Alisa. “Kakak tanggung jawab sama kamu, apapun yang terjadi ke kamu tanggung jawab Kakak. Kakak bakal cari cara biar kamu gak kena masalah. Jangan khawatir,” ucap Sean lalu mengeratkan genggaman tangannya dengan Alisa.

    “Aku tetep takut ketauan Kak,” ucap Alisa sambil berusaha melepaskan genggaman tangannya dari Sean namun Sean malah mempererat genggaman tangannya dengan Alisa.

    Sepanjang jalan Sean terus menggenggam tangan Alisa. Sean tau tujuannya ke apartemen untuk bercinta dengan Alisa tapi mendengar curhatan soal ketakutan Alisa barusan Sean mengurungkan niatannya. Sean ingin mendengarkan semua keluhan adiknya dan bicara dari hati ke hati dengan lebih tenang.

    “Apa mau beli test pack?” tanya Sean menawari Alisa.

    Alisa menggeleng. “Aku gak berani, kalo aku tes terus positif gimana?” ucap Alisa dengan suara yang sudah bergetar.

    “Kalo kamu gak tes, kita gak tau apa yang harus di putuskan selanjutnya,” ucap Sean tenang lalu melepaskan sabuk pengamannya juga sabuk pengaman Alisa. “Tapi kalo kamu belum siap Kakak gak maksa,” ucap Sean langsung menarik ucapannya sebelunya agar Alisa tidak merasa tersudutkan.

    Sean keluar sambil membawa semua barang-barangnya juga barang-barang Alisa. Sean menggenggam tangan Alisa sambil berjalan menuju ke lift. Alisa masih diam bahkan ketika sudah sampai di apartemen Sean.

    Sean meletakkan barang-barangnya ke ruang kerja, lalu meletakkan barang-barang Alisa di kamar. Sean paham betul jika Alisa sedang dalam mood yang buruk. Memang Sean biasanya tidak mempedulikan soal persetujuan Alisa dan biasa langsung hajar saja. Tapi kali ini berbeda. Entah apa yang mempengaruhi Sean kali ini, tapi melihat Alisa sedih dan galau seperti sekarang membuatnya tak bergairah untuk bercinta juga.

    “Mau coklat apa susu?” tawar Sean setelah beres merapikan barang bawaannya.

    Alisa menggeleng lalu menghela nafasnya dan tersenyum. “Aku suka kalo Kakak lagi perhatian ke aku,” ucap Alisa lalu berjalan mendekati Sean dan memeluknya dari belakang.

    Sean tersenyum mendengar ucapan Alisa lalu membalik tubuhnya dan mengurungkan niatnya untuk membuat kopi. “Aku juga suka merhatiin Alisa,” ucap Sean lalu menggendong Alisa didepan dan membawanya masuk ke kamar.

    “Kakak mau minta jatah?” tanya Alisa setelah Sean menurunkannya di tempat tidur.

    Sean mengangguk pelan. “Aku selalu pengen dapet jatah, kalo perlu tiap hari 4-8 kali aku mau…” Alisa langsung melotot. “Tapi sekarang kita perlu bicara… kalo ada bayi di perutmu apa yang harus kita lakukan,” ucap Sean lalu ikut tiduran di samping Alisa sambil menyalakan TV dan memutar acara satwa liar dari Nat Geo.

    “Aku bingung bilangnya ke Mama, selain itu 9 bulan bukan waktu yang sebentar. Aku ga mungkin pakek korset tiap hari buat nutupin buncitnya perutku juga…”

    “Iya, jangan, gak baik. Kasihan kamu, kasihan dedek bayinya juga,” sela Sean yang jauh lebih siap menerima kehadiran momongan dari pada Alisa.

    “Gak mungkin juga selama perutku buncit, aku gak pulang dan gak di cari Mama. Aku juga bingung gimana kasih tau ke Mama kalo aku hamil,” ucap Alisa lalu menyandarkan kepalanya di bahu Sean.

    Sean langsung mendekap Alisa. “Kamu gak usah bilang, biar Kakak aja yang bilang kalo gitu. Kamu gak usah khawatir kalo Mama marah ke kamu. Biar aku yang di marahin, kamu gak usah banyak pikiran. Aku yang tanggung jawab sama kehidupan adekku ini, kamu tinggal tenang di rumah, santai, dandan, pakek baju sexy, temenin aku makan, udah menikmati hidup aja,” ucap Sean sambil sesekali mencium kening dan pipi Alisa agar ia tenang.

    “Beneran?” tanya Alisa yang langsung di angguki Sean.

    “Mau beli test pack sekarang? Besok pagi kamu coba, bisa ke klinik juga buat cek, kamu pilih yang mana aja aku gak masalah,” ucap Sean meyakinkan Alisa.

    Alisa hanya tersenyum lalu memikirkan tawaran Sean cukup lama. “Kalo aku hamil terus Mama suruh gugurin gimana Kak?” tanya Alisa sambil menatap Sean.

    Sean langsung menggeleng dengan alis berkerut dan wajah yang mulai menegang serius. “No! The baby is mine, that’s my baby! Mine! Gak ada yang boleh gugurin anakku,” ucap Sean begitu tegas menolak adanya gagasan aborsi.

    Alisa tersenyum lalu mengecup bibir Sean.

    “Besok kita cek. Kalo kamu hamil aku bakal langsung bilang ke Mama, aku bakal berusaha nutupin kehamilanmu dari pihak sekolah. Aku bakal nikahin kamu juga, kamu ga perlu mikir hal memusingkan lainnya. Aku yang tanganin,” ucap Sean lalu mendekap tubuh Alisa dan pertama kalinya ia juga mengelus perut Alisa dengan lembut.

    “Jangan khawatir, aku bakal berusaha keras buat melindungi kalian,” bisik Sean yang begitu takut kehilangan Alisa juga bayinya, meskipun belum jelas apakah Alisa hamil atau tidak. [Next]




    Author

    dasp world

    Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.