Alisa pergi
ke apartemen Sean setelah makan siang. Edy terlihat tidak suka, tapi tetap
membiarkannya daripada semuanya terbongkar dan akan jadi runyam. Edy tak mau
statusnya sebagai jaksa agung yang tinggal menghitung hari menuju masa purna
tugasnya berantakan dan tercoreng karena ketahuan sudah bermain api dengan
Alisa.
Alisa kali
ini pergi ke apartemen Sean dengan persiapan yang lebih matang. Membawa buku
pelajarannya juga baju ganti dan seragam untuk besok. Sementara Sean membawa
berkas pekerjaannya dan membawa laptopnya.
Tak ada
yang mencurigakan bagi Dewi yang sudah mulai menaruh rasa percaya pada Sean
kembali. Sean juga tampak cuek dan cenderung seadanya saja dengan Alisa, tidak
seperhatian dulu. Meskipun di belakang Dewi Sean makin menggila dengan Alisa.
“Pengen
jajan gak?” tawar Sean yang melambatkan laju mobilnya.
“Pengen
tahu kriuk dong Kak,” pinta Alisa yang dengan senang hati di turuti Sean.
Sean
memarkir mobilnya lalu melepas sabuk pengamannya. “Kamu tunggu di mobil, gak
usah ikut turun biar gak capek,” ucap Sean lalu mengecup kening Alisa sebelum
turun dari mobilnya.
Alisa
mengangguk lalu duduk bersandar sambil bermain ponselnya, sambil sesekali
memeriksa ponsel Sean dan melihat siapa saja yang mengiriminya pesan sampai
iseng melihat chat dari sekertaris baru kakaknya.
Alisa
tersenyum melihat Sean yang hampir selalu menolak ajakan untuk pergi makan
siang atau kegiatan tidak penting lainnya seperti futsal dan piknik. Hanya demi
menemani Alisa, entah hanya diam dan berolahraga di rumah atau jalan-jalan
bersama Alisa.
“Wei!
Pelanggaran pasal 30 ayat (1) UU ITE ini,” ucap Sean begitu melihat Alisa
memeriksa ponselnya lalu memberikan plastik berisi tahu kriuk pada Alisa.
Alisa hanya
meringis lalu tersenyum malu sambil meletakkan ponsel Sean dan menerima plastik
tahu kriuknya.
“Mau cari
bahan debat apa mau cari bahan berantem nih?” tanya Sean lalu kembali duduk
sambil memakai sabuk pengamannya dan kembali memberikan ponselnya pada Alisa.
“Enggak,
cuma kepo doang tadi…” jawab Alisa lembut lalu meletakkan kembali ponsel Sean
dan mulai menikmati tahu kriuknya.
Sean
mengangguk paham dan maklum dengan kebiasaan Alisa tersebut.
“Eh Kak,
ada gosip di sekolahku. Adek kelasku hamil duluan terus di keluarin…”
“Terus?”
potong Sean lalu menatap Alisa saat berhenti di lampu merah.
“Jujur aku
takut hamil, bentar lagi aku lulus. Aku gak mau hamil, aku malu kalo sampe
ketauan sama orang lain soal apa yang udah kita lalui, sisi gelap keluarga
kita. Aku gak mau Kak, aku belum siap,” ucap Alisa dengan tenang dan tampak
serius.
Sean
menggenggam tangan Alisa. “Kakak tanggung jawab sama kamu, apapun yang terjadi
ke kamu tanggung jawab Kakak. Kakak bakal cari cara biar kamu gak kena masalah.
Jangan khawatir,” ucap Sean lalu mengeratkan genggaman tangannya dengan Alisa.
“Aku tetep
takut ketauan Kak,” ucap Alisa sambil berusaha melepaskan genggaman tangannya
dari Sean namun Sean malah mempererat genggaman tangannya dengan Alisa.
Sepanjang
jalan Sean terus menggenggam tangan Alisa. Sean tau tujuannya ke apartemen
untuk bercinta dengan Alisa tapi mendengar curhatan soal ketakutan Alisa
barusan Sean mengurungkan niatannya. Sean ingin mendengarkan semua keluhan
adiknya dan bicara dari hati ke hati dengan lebih tenang.
“Apa mau
beli test pack?” tanya Sean menawari Alisa.
Alisa
menggeleng. “Aku gak berani, kalo aku tes terus positif gimana?” ucap Alisa
dengan suara yang sudah bergetar.
“Kalo kamu
gak tes, kita gak tau apa yang harus di putuskan selanjutnya,” ucap Sean tenang
lalu melepaskan sabuk pengamannya juga sabuk pengaman Alisa. “Tapi kalo kamu
belum siap Kakak gak maksa,” ucap Sean langsung menarik ucapannya sebelunya
agar Alisa tidak merasa tersudutkan.
Sean keluar
sambil membawa semua barang-barangnya juga barang-barang Alisa. Sean
menggenggam tangan Alisa sambil berjalan menuju ke lift. Alisa masih
diam bahkan ketika sudah sampai di apartemen Sean.
Sean
meletakkan barang-barangnya ke ruang kerja, lalu meletakkan barang-barang Alisa
di kamar. Sean paham betul jika Alisa sedang dalam mood yang buruk.
Memang Sean biasanya tidak mempedulikan soal persetujuan Alisa dan biasa
langsung hajar saja. Tapi kali ini berbeda. Entah apa yang mempengaruhi Sean
kali ini, tapi melihat Alisa sedih dan galau seperti sekarang membuatnya tak
bergairah untuk bercinta juga.
“Mau coklat
apa susu?” tawar Sean setelah beres merapikan barang bawaannya.
Alisa
menggeleng lalu menghela nafasnya dan tersenyum. “Aku suka kalo Kakak lagi
perhatian ke aku,” ucap Alisa lalu berjalan mendekati Sean dan memeluknya dari
belakang.
Sean
tersenyum mendengar ucapan Alisa lalu membalik tubuhnya dan mengurungkan
niatnya untuk membuat kopi. “Aku juga suka merhatiin Alisa,” ucap Sean lalu
menggendong Alisa didepan dan membawanya masuk ke kamar.
“Kakak mau
minta jatah?” tanya Alisa setelah Sean menurunkannya di tempat tidur.
Sean
mengangguk pelan. “Aku selalu pengen dapet jatah, kalo perlu tiap hari 4-8 kali
aku mau…” Alisa langsung melotot. “Tapi sekarang kita perlu bicara… kalo ada
bayi di perutmu apa yang harus kita lakukan,” ucap Sean lalu ikut tiduran di
samping Alisa sambil menyalakan TV dan memutar acara satwa liar dari Nat Geo.
“Aku
bingung bilangnya ke Mama, selain itu 9 bulan bukan waktu yang sebentar. Aku ga
mungkin pakek korset tiap hari buat nutupin buncitnya perutku juga…”
“Iya,
jangan, gak baik. Kasihan kamu, kasihan dedek bayinya juga,” sela Sean yang
jauh lebih siap menerima kehadiran momongan dari pada Alisa.
“Gak
mungkin juga selama perutku buncit, aku gak pulang dan gak di cari Mama. Aku
juga bingung gimana kasih tau ke Mama kalo aku hamil,” ucap Alisa lalu
menyandarkan kepalanya di bahu Sean.
Sean
langsung mendekap Alisa. “Kamu gak usah bilang, biar Kakak aja yang bilang kalo
gitu. Kamu gak usah khawatir kalo Mama marah ke kamu. Biar aku yang di marahin,
kamu gak usah banyak pikiran. Aku yang tanggung jawab sama kehidupan adekku
ini, kamu tinggal tenang di rumah, santai, dandan, pakek baju sexy, temenin aku
makan, udah menikmati hidup aja,” ucap Sean sambil sesekali mencium kening dan
pipi Alisa agar ia tenang.
“Beneran?”
tanya Alisa yang langsung di angguki Sean.
“Mau beli test
pack sekarang? Besok pagi kamu coba, bisa ke klinik juga buat cek, kamu
pilih yang mana aja aku gak masalah,” ucap Sean meyakinkan Alisa.
Alisa hanya
tersenyum lalu memikirkan tawaran Sean cukup lama. “Kalo aku hamil terus Mama
suruh gugurin gimana Kak?” tanya Alisa sambil menatap Sean.
Sean langsung menggeleng dengan alis berkerut
dan wajah yang mulai menegang serius. “No! The baby is mine, that’s my baby!
Mine! Gak ada yang boleh gugurin anakku,” ucap Sean begitu tegas menolak
adanya gagasan aborsi.
Alisa tersenyum lalu mengecup bibir Sean.
“Besok kita cek. Kalo kamu hamil aku bakal
langsung bilang ke Mama, aku bakal berusaha nutupin kehamilanmu dari pihak
sekolah. Aku bakal nikahin kamu juga, kamu ga perlu mikir hal memusingkan
lainnya. Aku yang tanganin,” ucap Sean lalu mendekap tubuh Alisa dan pertama
kalinya ia juga mengelus perut Alisa dengan lembut.
“Jangan khawatir, aku bakal berusaha keras buat melindungi kalian,” bisik Sean yang begitu takut kehilangan Alisa juga bayinya, meskipun belum jelas apakah Alisa hamil atau tidak.
0 comments