Sean
tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan ayahnya. Sean jelas tau Edy tak
mungkin membiarkannya bahagia dengan Alisa. Sean paham betul bagaimana watak
ayahnya itu. Tapi mencoba merebut Alisa dengan cara kotor itu sungguh membuat
Sean geli.
“Damn men!” seru Sean lalu berusaha
berhenti tertawa. “Aku tau siapapun pria normal di dunia ini pasti menginginkan
Alisa. Makannya aku tanam benih lebih awal,” ucap Sean lalu menghela nafas dan
memarkir mobilnya di depan gedung pengadilan. “Aku memakai tubuh Alisa lebih
sering daripada yang kamu kira, bahkan aku sampai gak bisa hitung berapa kali.
Selain itu kalopun dia hamil anakmu persentasenya kecil. Kalopun iya aku tetep
gak lepasin Alisa,” lanjut Sean lagi lalu keluar dari mobilnya dan bersiap
sidang kembali.
Edy makin kesal mendengar ucapan Sean yang
begitu keras kepala dan meremehkannya. Edy merutuki kesalahannya ketika mau
masuk kedalam tawaran sialan Sean yang hanya memamerkan kemesraannya saja
bersama Alisa. Sekarang tambah kesal lagi karena Sean cukup berkeras dengan
segala yang ada demi Alisa.
Perasaan Sean sedikit sedih, marah dan kecewa. Tapi ia juga tak bisa
marah dan meluapkan semuanya pada Alisa. Apapun alasannya Alisa tetap korban
dan ia adalah pelaku yang pertama kali melakukannya. Tidak bisa di pungkiri
juga, kegiatan sex yang Alisa alami juga hampir 100% karena andil Sean.
Sean sempat ragu. Namun saat ia melihat ke ponselnya yang langsung
melihat wajah Alisa yang ia pasang sebagai wallpaper membuatnya yakin
kembali. Sudah lama Sean menunggu kesempatan ini, kesempatan memiliki Alisa
seutuhnya. Sean tak peduli janin siapa yang ada di rahim Alisa, yang jelas itu
tetap darah daging Alisa, Alisa tetap ibunya Sean akan tetap menyayanginya
juga.
“Kak…” belum selesai Alisa menyambut Sean yang baru sampai rumah Sean
sudah memeluknya dengan erat terlebih dahulu.
“Aku sayang kamu Al, apapun yang terjadi kamu punyaku,” ucap Sean sambil
memeluk erat Alisa.
Alisa mengangguk lalu membalas pelukan Sean. Perasaan Alisa sedikit
memburuk, hubungan dengan ibunya sedang tidak akur bila sekarang ia juga tidak
akur dengan Sean kehidupannya akan semakin runyam.
“Kakak kenapa?” tanya Alisa lembut setelah Sean melepas pelukannya.
Sean menggeleng. “Tua bangka serakah, bukan apa-apa,” jawab Sean lalu
mengelus perut Alisa yang masih rata.
Alisa masih tidak puas dengan jawaban Sean. Namun ia memilih untuk tidak
membahasnya lagi saat ini. Alisa hanya diam dan membiarkan Sean diam dan
menenangkan pikirannya. Alisa takut jika Sean meragukan janin di rahimnya dan
akan meninggalkannya. Alisa benar-benar takut Sean akan meninggalkannya dan
mencampakannya seperti sampah, seperti apa yang Dewi katakan.
Usai mandi Sean langsung masuk ke ruang kerjanya. Meletakkan semua
berkas, awalnya hanya itu lalu ingin segera bermanja-manja dengan Alisa. Tapi
tiba-tiba ada telfon masuk dari salah satu pejabat daerah jadi Sean masih harus
menanggapi itu terlebih dahulu.
Obrolan ngalor-ngidul tidak jelas, pembahasan yang terus
berputar-putar hingga akhirnya bermuara pada niatan mengenalkan Sean pada
seorang wanita. Sean hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ia
sedang kasmaran dengan Alisa dan sedang di puncak kebahagiaannya karena
akhirnya bisa memiliki Alisa secara utuh. Gila bila ia akan meninggalkan Alisa
yang sudah lama ia asuh dan jaga hanya untuk wanita baru yang belum jelas
kepribadiannya.
“Wah mohon maaf sekali Pak, tapi saya lagi persiapan menikah juga. Kalau
tidak ada halangan lagi, 6 bulan lagi mau di resmikan. Masalahnya kan sekarang lock
down ga bisa pesta juga, jadi mungkin sah negara dulu saya nanti,” ucap
Sean menolak tawaran perjodohan itu sambil kembali duduk di kursinya dan tak
sengaja melihat Alisa yang mengintip di pintu.
Sean melambaikan tangannya memanggil Alisa sambil tersenyum dan
menspeaker panggilan yang sedang ia terima. Alisa mendekat lalu duduk di
pangkuan Sean tanpa di minta. Menyemak pembicaraan Sean dan orang yang
menelfonnya sambil bersandar di bahu Sean dengan manja seperti biasa.
“Bentar lagi jadi bapak kok masih di tawarin cewek,” ucap Sean setelah
telfonnya usai sambil tersenyum lalu mengecup pipi Alisa dengan gemas dan
mengelus perutnya dengan lembut.
“Kak, kalo dia bukan anak kakak gimana?” lirih Alisa pelan sambil
menyandarkan kepalanya di bahu Sean.
“Bodo amat, aku tetep sayang kamu. Tetep tanggung jawab sama dia juga.
Aku tetep yakin dia anakku,” ucap Sean lalu mengecup bibir Alisa.
Alisa tersenyum lalu mengangguk. Perasaannya jadi sedikit lebih tenang.
“Kapan ya dia gedenya? Aku ga sabar dia jadi kuat biar aku bisa minta
jatah lagi,” ucap Sean mengalihkan pembicaraan.
“Kuat kok, tapi Kakak jangan keluar di dalem. Kalo gak pakek kondom kalo
mau,” ucap Alisa menawarkan dirinya pertama kali pada Sean setelah sekian lama
bersama dan dalam kegiatan intim yang cukup rutin sebelumnya.
Sean tersenyum lembut lalu menatap Alisa dengan lembut sambil mengelus
punggungnya. “Makasih udah baik banget sama Kakak, tapi Kakak gak mau buru-buru
terus bikin dede bayinya kenapa-napa,” ucap Sean lembut menolak tawaran
menggiurkan Alisa.
“Kakak gak suka sama aku lagi ya?” tebak Alisa dengan mata yang mulai
berkaca-kaca.
“Bukan begitu Alisa, Sayangku. Kakak suka sama Alisa, sayang banget
malahan…”
“Iya, iya aku ngerti,” potong Alisa lalu turun dari pangkuan Sean dan
langsung masuk ke kamar.
Sean menghela nafas sambil tersenyum puas. Sean suka Alisa cemburu
padanya, ngambek, minta dimanja. Sean suka Alisa yang masih saja jual mahal
padanya pada beberapa momen tertentu seperti sekarang. Dan mengejar Alisa agar
berbaikan lagi dengannya, merayu dan sedikit memanjakannya hingga Alisa luluh
kembali adalah kegiatan yang Sean sukai.
“Alisa…” panggil Sean yang sudah mendapati Alisa sudah menggulung
dirinya didalam selimut.
Sean menutup pintu kamarnya lalu mematikan lampu dan menggantinya dengan
lampu tidur kesukaan Alisa sebelum ia naik ke tempat tidur untuk memeluk Alisa
dan merayunya seperti malam-malam biasanya. Sean memeluk Alisa dari belakang
sambil mengelus perutnya, sesekali menciumi bahu dan tengkuknya dari belakang,
menghirup aroma manis dan wangi yang ada di tubuh Alisa.
“Harusnya aku yang takut kehilangan kamu, bukan sebaliknya kayak gini.
Aku harus susah payah bikin kamu hamil, diomelin sana-sini, kalo ketauan
dibenci semua orang, belum lagi kehilangan kerjaan, pasti juga kehilangan kamu
juga. Gini kok kamu masih bisa ngambek tiap malem sih, Adek,” rayu Sean lembut
lalu memaksa Alisa agar tidak memunggunginya.
Alisa memang membalikkan badannya, tapi ia langsung membenamkan wajahnya
juga pada dada Sean sambil menangis. Sean tersenyum sumringah menangani Alisa
dengan mood yang mudah berubah dan jadi mudah menangis karena hormonnya
terpengaruh saat sedang hamil. Sean paham akan hal itu dan siap akan
konsekuensi yang ada.
Sean bukan pria yang tertarik pada hal-hal soal perempuan. Bahkan kalau
bukan karena memiliki adik seperti Alisa ia juga tidak tau kalau ada berbagai
macam jenis pembalut dan haid bukan hal yang bisa diatur sesuai kemauan. Sean
tidak terlalu akrab dengan banyak wanita dan menaruh perhatian atas merka. Sean
menganggap wanita adalah makhluk ciptaan tuhan yang ribet. Sampai akhirnya
Alisa hadir dihidupnya.
Sean belajar banyak hal soal cara menjadi orang tua, kehidupan rumah
tangga, bagaimana cara menangani pasangan dari setiap klien yang datang
padanya. Sean adalah pendengar dan pengamat yang baik, dari kebiasaannya itu ia
jadi bisa memahami wanita dengan lebih baik.
“Besok kita periksa, aku ga sabar liat perkembangan dedeknya,” ucap Sean
mencoba mencari topik pembicaraan agar Alisa tidak menangis. “Apa kita perlu
liburan, ganti suasana?” tawar Sean yang sedikit merasa terlalu sibuk
belakangan ini.
Alisa menatap Sean. “Kakak sayang aku gak?” tanya Alisa disela tangisnya
yang mulai reda.
“Sayang, Kakak selalu sayang sama Alisa,” jawab Sean lembut sambil
mengecup kening Alisa dengan lembut. “Gak ada orang yang lebih Kakak sayangin
selain kamu,” ucap Sean lagi yang rasanya tak pernah bosan ketika Alisa
memintanya untuk menyatakan perasaan berulang kali.
Alisa hanya diam, nafasnya sudah lebih teratur dan tidak
tersengal-sengal lagi.
“Perasaanmu lagi gak tenang?” tanya Sean yang langsung di angguki Alisa.
“Masih sedih? Masih pengen nangis?” tanya Sean lagi yang kembali mendapat
tanggapan yang sama. “Oke gapapa, Kakak mengerti perasaanmu…” Sean mengelus
punggung Alisa dan menunggunya hingga merasa lebih baik.
“Aku gak pengen liburan,” ucap Alisa menanggapi tawaran Sean sebelumnya.
“Besok aku gak ada sidang, aku gak ambil kasus buat besok. Jadi nanti
aku bisa seharian full temenin Alisa di rumah,” ucap Sean lembut. “Kita perlu
pakek ART enggak?” tanya Sean pada Alisa yang hampir selalu mengurus tempat
tinggalnya.
Alisa menggeleng. “Aku mau berdua sama Kakak aja. Kakak ga nyaman ya
tempatnya aku jarang ngelapin barang-barang?” tanya Alisa yang memang sedang di
landa overthinking.
“Ya Allah, baru aja ngambeknya kelar. Udah ada masalah baru lagi. Enggak
gitu Sayang, Kakak tu khawatir kamu kecapean kalo ngurus semuanya sendiri.
Biasa kan di rumah dulu udah ada Mbak Ema yang bantuin, sekarang kerjain
sendiri. Akunya kasian sama kamu, kasian sama dedek bayinya juga. Udah diajak
ngerjain tugas sekolah banyak banget, bundanya masih harus ngurus rumah. Aku
khawatir kamu capek,” Sean langsung menjelaskan sejelas-jelasnya sebelum
masalahnya semakin melebar. [Next]
0 comments