BLANTERORBITv102

    Bab 12 – Hamil

    Minggu, 21 April 2024


    Sean menunggu di kamar dengan perasaan yang begitu campur aduk. Ia sama sekali tidak bisa tenang menunggu Alisa keluar dari kamar mandi. Sampai akhirnya Sean mendengar suara gelas yang pecah di kamar mandi. Sean langsung berlari masuk dan mendapati Alisa yang gemetar dengan hasil tesnya yang positif.

    “Kak, ini gimana? Aku takut,” ucap Alisa yang sudah langsung menangis sambil memeluk Sean.

    Sean memeluk erat Alisa sambil mengelus punggungnya. “Cup, Sayang… gapapa, kita lewatin sama-sama,” ucap Sean berusaha menenangkan Alisa.

    “Aku masih harus sekolah 6 bulan lagi Kak, aku takut,” ucap Alisa sambil menangis tersedu-sedu dan sudah jelas tampak sangat panik dan ketakutan.

    Sean mengangguk sambil terus memeluk Alisa yang gemetar ketakutan. “Perlu kita cek ke klinik?” tanya Sean lembut yang di angguki Alisa.

    Alisa berharap hasil dari test packnya salah atau mungkin eror. Meskipun ia sendiri juga meragukan harapannya itu karena ia juga sudah tidak mengalami haid bulan ini.

    “Tenang dulu, jangan nangis, gak usah panik. Kita ke klinik habis sarapan ya?” ucap Sean lembut yang di turuti Alisa.

    Sean menyiapkan sarapan untuk Alisa, hanya menggoreng nuget saja. Sean tau itu kurang sehat dan tidak cukup baik untuk Alisa maupun janinnya. Namun melihat Alisa yang panik dan sudah tidak tenang membuat Sean tidak biasa berbuat banyak juga.

    “Makan…” ucap Sean pada Alisa yang sudah rapi dengan dresnya.

    “Enggak laper Kak,” jawab Alisa sambil mendorong piring-nya.

    “Makan, seenggaknya kalo kamu makan kamu gak bakal ngerasa mual, magh. Jadi kamu ga overthingking kalo lagi ngalamin morning sick,” bujuk Sean yang sukses membuat Alisa mau membuka mulutnya untuk mulai menyantap sarapannya meskipun hanya beberapa suap.

    “Mau disuapin?” tawar Sean sambil menyantap sarapan-nya sendiri.

    Alisa menggeleng lalu mengelus perutnya.

    “Mual? Mau ganti makanan yang lain? Pengen apa? Mang-ga muda?” tawar Sean tiada henti begitu mengkhawatirkan Alisa dan ingin membuatnya merasa nyaman.

    Alisa menggeleng pelan lalu mengecek grup kelasnya melihat gurunya yang mengirimkan tugas yang begitu banyak untuk di kerjakan.

    “Apel mau?” tawar Sean lagi lalu membuka kulkasnya dan melihat ada apa saja di tawarkan pada Alisa.

    “Enggak laper Kak, udah ayo ke klinik,” ucap Alisa sedikit merengek.

    Sean mengangguk lalu menuruti Alisa untuk mengantar ke klinik. Sepanjang jalan Sean masih sering menawari Alisa untuk makan tiap kali melewati warung makan atau pedagang kaki lima. Meskipun jawaban Alisa tetap sama.

    Begitu sampai di klinik dan sampai pada giliran Alisa yang di periksa. Dokter menatap Sean dan Alisa bergantian. Sulit di percaya memang saat dokter melihat Alisa datang bersama kakaknya untuk cek kehamilan. Tapi dokter tetap melakukannya.

    “Hamil udah 8 minggu,” ucap dokter sambil menunjukkan hasil USG yang menunjukkan adanya gumpalan daging yang sedang tumbuh menjadi janin yang ada di rahim Alisa.

    Air mata Alisa langsung mengalir begitu saja. Sementara Sean tampak bahagia melihat usahanya menghamili Alisa tidak sia-sia.

    “Kamu belum menikah, masih sekolah ya?” tanya dokter yang miris akan kondisi Alisa.

    Sean menyeka airmata Alisa lalu mengecup keningnya lembut. “Gapapa, kalo ada hasil pemeriksaan resminya lebih enak. Kakak bakal nikahin kamu, kakak tanggung jawab sama anak kita,” ucap Sean lembut menenangkan Alisa.

    Dokter yang mendengar pembicaraan Sean dan Alisa langsung kaget begitu tau ternyata Sean bukan hanya wali yang mengantar Alisa. Tapi Sean orang yang menghamili Alisa.

    “Anak yang lahir dari pernikahan sedarah itu tidak baik. Kemungkinan anak lahir cacat sangat tinggi. Apa mau di aborsi saja?” tawar dokter kenalan Sean yang khawatir akan kondisi Alisa dan calon bayinya kelak.

    “Oh tidak perlu. Aku sama Alisa bukan sodara kandung, aku kakak tirinya,” ucap Sean sambil tersenyum.

    “Kak…” lirih Alisa lalu menggenggam tangan Sean.

    “Habis ini Kakak yang bakal bilang ke Mama,” bisik Sean menguatkan Alisa.

    ●●●

    Sean langsung mengabari ayahnya terlebih dahulu jika Alisa hamil. Sebelum ia pulang bersama Alisa setelah Alisa puas menangis dan cukup tenang. Sean juga menunda beberapa pekerjaannya terlebih dahulu agar ia bisa fokus menangani masalahnya.

    “Kamu masuk ke kamar aja, biar aku yang ngomong,” ucap Sean begitu sampai rumah.

    Alisa menggelengkan kepalanya. Sean kembali memeluk Alisa sambil mengelus punggungnya.

    “Udah gapapa Kakak tanggung jawab, sesuai janji Kakak,” ucap Sean meyakinkan Alisa.

    Begitu Sean dan Alisa masuk kedalam rumah, Dewi sudah duduk di ruang tamu bersama Edy. Dewi terlihat begitu marah dan kecewa. Sementara Edy hanya bisa duduk menenang-kannya.

    “Mama gak habis pikir sama kalian, terutama kamu Sean!” bentak Dewi yang langsung meluapkan amarahnya pada Sean. “Mama udah nyoba naruh kepercayaan ke kamu lagi! Tapi ini balasannya?! Kamu…”

    “Dulu aku perkosa Alisa, benar aku perkosa dia. Terus sekarang Alisa hamil anakku. Aku salah, aku bertanggung jawab. Aku bakal nikahin Alisa, aku tanggung jawab sama anak yang ada di perutnya…”

    Dewi langsung menampar Sean yang begitu berani menjawabnya.

    Alisa tertunduk sambil menangis lalu berlutut di lantai meminta maaf pada mamanya. Dewi terus memukul dan menampar Sean tiada henti. Sean hanya bisa diam tak membalas, membiarkan Dewi meluapkan emosinya.

    “Kalo kamu emang ngerasa menyesal, harusnya waktu kamu dateng ke klinik bukan cuma periksa dan bawa vitamin gak berguna kayak gini. Kamu harusnya tau kalo Alisa punya cita-cita besar, dia masih harus kuliah kedokteran, ambil spe-sialis, jadi dokter, karirnya panjang. Harusnya kamu gugurin janin itu!” teriak Dewi begitu marah pada Sean.

    Sean menggeleng sambil menggenggam tangan Alisa.

    “Kenapa kamu ngehancurin masa depan adekmu? Salah apa Mama ke kamu? Salah apa Alisa ke kamu sampe kamu kayak gini Sean?” tanya Dewi lalu menarik tangan Alisa. “Kita pergi ke klinik sekarang, gugurin janin kamu itu!” ucap Dewi sambil menarik Alisa keluar.

    Alisa menepis tangan Dewi lalu menggeleng. “Enggak Ma…” tolak Alisa.

    Sean kembali menggenggam tangan Alisa. “Aku tanggung jawab sama Alisa dan anakku nanti…”

    Dewi memicingkan matanya menatap Sean dan Alisa yang tampak kompak dan sama-sama menginginkan anak di rahim Alisa.

    “Alisa kamu masih 17 tahun. Kamu belum bisa memutus-kan apa yang baik buat hidupmu. Belajar, kuliah, jadi dokter, itu pilihan yang terbaik buat kamu. Dari dulu kita udah mempersiapkan ini semua. Mama udah susah payah buat mewujudkan mimpi kamu…”

    “Mimpi Mama, aku gak pengen jadi dokter…”

    No! Kamu bilang kayak gitu karena pikiran kamu udah terlalu banyak di pengaruhin sama Sean!”

    Airmata Alisa mengalir begitu saja sambil mengeratkan genggaman tangannya pada Sean. Alisa teringat masa kecilnya yang hampir ia habiskan hanya di sekolah dan bimbel, lalu berlanjut lagi dari sore sampai malam hanya belajar bersama guru privat yang datang ke rumah setelah bimbel, sebelum tidur pun Alisa masih hanya belajar.

    Alisa baru merasakan menyenangkannya ketika ia lepas dari belajar bersama Sean. Sean menunjukkan hal menye-nangkan setiap kali Alisa sedih dan lelah belajar. Sean yang akan selalu menjemput Alisa dan membawa Alisa ke tempat-tempat yang menyenangkan. Alisa yang sering merasa kese-pian saat liburan dan biasanya tetap pergi ke bimbel juga tak merasa kesepian dan sedih lagi sejak memiliki Sean di hidup-nya.

    Sean lebih dari sekedar kakak tiri yang berbuat baik ke adik tirinya. Sean adalah cinta pertama Alisa. Sean adalah dunia baru dan sisi gelap Alisa di saat yang bersamaan. Bahkan Sean juga tak pernah menertawakan cita-cita Alisa yang hanya ingin jadi ibu rumah tangga agar bisa di rumah dan tidur dengan santai sambil menonton film atau drakor.

    “Kamu jadi banyak berubah sekarang. Sejak Mama kasih kelonggaran buat gak bimbel, gak ada guru privat, ga ada les, ga ada kursus sekarang kamu jadi pembangkang! Otak kamu ini udah terlena sama hal-hal gak penting. Isinya cuma angan-angan kosong, mimpinya orang rendahan yang gak mau be-kerja keras!” ucap Dewi sambil menunjuk-nunjuk kepala Alisa.

    Alisa menundukkan kepalanya begitu takut untuk menatap mamanya.

    “Sekarang kamu pilih, kamu gugurin anak itu terus balik sama Mama, memulai hidup seperti dulu lagi. Atau kamu jadi durhaka, pembangkang, dan ikut sama Sean yang bakal meninggalkan kamu seperti sampah…”

    “Aku gak bakal ninggalin Alisa dan dia bukan sampah!” tegas Sean membela Alisa.

    Alisa menatap mamanya lalu mengeratkan genggaman tangannya pada Sean. “Aku mau sama Kak Sean…” lirih Alisa mengambil keputusan.

    “Keluar kamu dari sini! Kamu bukan anakku lagi!” usir Dewi sambil menampar pipi Alisa.

    Sean langsung mendekap Alisa dan membawanya pergi sementara Edy yang sekarang di pusingkan untuk menenang-kan Dewi yang mengamuk dan berusaha menanggulangi segala dampak yang bisa saja terjadi setelah kejadian ini. [Next]




    Author

    dasp world

    Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.