Sean
menunggu di kamar dengan perasaan yang begitu campur aduk. Ia sama sekali tidak
bisa tenang menunggu Alisa keluar dari kamar mandi. Sampai akhirnya Sean
mendengar suara gelas yang pecah di kamar mandi. Sean langsung berlari masuk
dan mendapati Alisa yang gemetar dengan hasil tesnya yang positif.
“Kak, ini
gimana? Aku takut,” ucap Alisa yang sudah langsung menangis sambil memeluk
Sean.
Sean
memeluk erat Alisa sambil mengelus punggungnya. “Cup, Sayang… gapapa, kita
lewatin sama-sama,” ucap Sean berusaha menenangkan Alisa.
“Aku masih
harus sekolah 6 bulan lagi Kak, aku takut,” ucap Alisa sambil menangis
tersedu-sedu dan sudah jelas tampak sangat panik dan ketakutan.
Sean
mengangguk sambil terus memeluk Alisa yang gemetar ketakutan. “Perlu kita cek
ke klinik?” tanya Sean lembut yang di angguki Alisa.
Alisa
berharap hasil dari test packnya salah atau mungkin eror. Meskipun ia
sendiri juga meragukan harapannya itu karena ia juga sudah tidak mengalami haid
bulan ini.
“Tenang
dulu, jangan nangis, gak usah panik. Kita ke klinik habis sarapan ya?” ucap
Sean lembut yang di turuti Alisa.
Sean
menyiapkan sarapan untuk Alisa, hanya menggoreng nuget saja. Sean tau itu
kurang sehat dan tidak cukup baik untuk Alisa maupun janinnya. Namun melihat
Alisa yang panik dan sudah tidak tenang membuat Sean tidak biasa berbuat banyak
juga.
“Makan…”
ucap Sean pada Alisa yang sudah rapi dengan dresnya.
“Enggak
laper Kak,” jawab Alisa sambil mendorong piring-nya.
“Makan,
seenggaknya kalo kamu makan kamu gak bakal ngerasa mual, magh. Jadi kamu ga overthingking
kalo lagi ngalamin morning sick,” bujuk Sean yang sukses membuat Alisa
mau membuka mulutnya untuk mulai menyantap sarapannya meskipun hanya beberapa
suap.
“Mau
disuapin?” tawar Sean sambil menyantap sarapan-nya sendiri.
Alisa
menggeleng lalu mengelus perutnya.
“Mual? Mau
ganti makanan yang lain? Pengen apa? Mang-ga muda?” tawar Sean tiada henti
begitu mengkhawatirkan Alisa dan ingin membuatnya merasa nyaman.
Alisa
menggeleng pelan lalu mengecek grup kelasnya melihat gurunya yang mengirimkan
tugas yang begitu banyak untuk di kerjakan.
“Apel mau?”
tawar Sean lagi lalu membuka kulkasnya dan melihat ada apa saja di tawarkan
pada Alisa.
“Enggak
laper Kak, udah ayo ke klinik,” ucap Alisa sedikit merengek.
Sean
mengangguk lalu menuruti Alisa untuk mengantar ke klinik. Sepanjang jalan Sean
masih sering menawari Alisa untuk makan tiap kali melewati warung makan atau
pedagang kaki lima. Meskipun jawaban Alisa tetap sama.
Begitu
sampai di klinik dan sampai pada giliran Alisa yang di periksa. Dokter menatap
Sean dan Alisa bergantian. Sulit di percaya memang saat dokter melihat Alisa
datang bersama kakaknya untuk cek kehamilan. Tapi dokter tetap melakukannya.
“Hamil udah
8 minggu,” ucap dokter sambil menunjukkan hasil USG yang menunjukkan adanya gumpalan
daging yang sedang tumbuh menjadi janin yang ada di rahim Alisa.
Air mata
Alisa langsung mengalir begitu saja. Sementara Sean tampak bahagia melihat
usahanya menghamili Alisa tidak sia-sia.
“Kamu belum
menikah, masih sekolah ya?” tanya dokter yang miris akan kondisi Alisa.
Sean
menyeka airmata Alisa lalu mengecup keningnya lembut. “Gapapa, kalo ada hasil
pemeriksaan resminya lebih enak. Kakak bakal nikahin kamu, kakak tanggung jawab
sama anak kita,” ucap Sean lembut menenangkan Alisa.
Dokter yang
mendengar pembicaraan Sean dan Alisa langsung kaget begitu tau ternyata Sean
bukan hanya wali yang mengantar Alisa. Tapi Sean orang yang menghamili Alisa.
“Anak yang
lahir dari pernikahan sedarah itu tidak baik. Kemungkinan anak lahir cacat
sangat tinggi. Apa mau di aborsi saja?” tawar dokter kenalan Sean yang khawatir
akan kondisi Alisa dan calon bayinya kelak.
“Oh tidak
perlu. Aku sama Alisa bukan sodara kandung, aku kakak tirinya,” ucap Sean
sambil tersenyum.
“Kak…”
lirih Alisa lalu menggenggam tangan Sean.
“Habis ini
Kakak yang bakal bilang ke Mama,” bisik Sean menguatkan Alisa.
●●●
Sean
langsung mengabari ayahnya terlebih dahulu jika Alisa hamil. Sebelum ia pulang
bersama Alisa setelah Alisa puas menangis dan cukup tenang. Sean juga menunda
beberapa pekerjaannya terlebih dahulu agar ia bisa fokus menangani masalahnya.
“Kamu masuk
ke kamar aja, biar aku yang ngomong,” ucap Sean begitu sampai rumah.
Alisa
menggelengkan kepalanya. Sean kembali memeluk Alisa sambil mengelus
punggungnya.
“Udah
gapapa Kakak tanggung jawab, sesuai janji Kakak,” ucap Sean meyakinkan Alisa.
Begitu Sean
dan Alisa masuk kedalam rumah, Dewi sudah duduk di ruang tamu bersama Edy. Dewi
terlihat begitu marah dan kecewa. Sementara Edy hanya bisa duduk menenang-kannya.
“Mama gak
habis pikir sama kalian, terutama kamu Sean!” bentak Dewi yang langsung
meluapkan amarahnya pada Sean. “Mama udah nyoba naruh kepercayaan ke kamu lagi!
Tapi ini balasannya?! Kamu…”
“Dulu aku
perkosa Alisa, benar aku perkosa dia. Terus sekarang Alisa hamil anakku. Aku
salah, aku bertanggung jawab. Aku bakal nikahin Alisa, aku tanggung jawab sama
anak yang ada di perutnya…”
Dewi
langsung menampar Sean yang begitu berani menjawabnya.
Alisa
tertunduk sambil menangis lalu berlutut di lantai meminta maaf pada mamanya.
Dewi terus memukul dan menampar Sean tiada henti. Sean hanya bisa diam tak
membalas, membiarkan Dewi meluapkan emosinya.
“Kalo kamu
emang ngerasa menyesal, harusnya waktu kamu dateng ke klinik bukan cuma periksa
dan bawa vitamin gak berguna kayak gini. Kamu harusnya tau kalo Alisa punya
cita-cita besar, dia masih harus kuliah kedokteran, ambil spe-sialis, jadi
dokter, karirnya panjang. Harusnya kamu gugurin janin itu!” teriak Dewi begitu
marah pada Sean.
Sean
menggeleng sambil menggenggam tangan Alisa.
“Kenapa
kamu ngehancurin masa depan adekmu? Salah apa Mama ke kamu? Salah apa Alisa ke
kamu sampe kamu kayak gini Sean?” tanya Dewi lalu menarik tangan Alisa. “Kita
pergi ke klinik sekarang, gugurin janin kamu itu!” ucap Dewi sambil menarik
Alisa keluar.
Alisa
menepis tangan Dewi lalu menggeleng. “Enggak Ma…” tolak Alisa.
Sean
kembali menggenggam tangan Alisa. “Aku tanggung jawab sama Alisa dan anakku
nanti…”
Dewi
memicingkan matanya menatap Sean dan Alisa yang tampak kompak dan sama-sama
menginginkan anak di rahim Alisa.
“Alisa kamu
masih 17 tahun. Kamu belum bisa memutus-kan apa yang baik buat hidupmu.
Belajar, kuliah, jadi dokter, itu pilihan yang terbaik buat kamu. Dari dulu
kita udah mempersiapkan ini semua. Mama udah susah payah buat mewujudkan mimpi
kamu…”
“Mimpi
Mama, aku gak pengen jadi dokter…”
“No!
Kamu bilang kayak gitu karena pikiran kamu udah terlalu banyak di pengaruhin
sama Sean!”
Airmata
Alisa mengalir begitu saja sambil mengeratkan genggaman tangannya pada Sean.
Alisa teringat masa kecilnya yang hampir ia habiskan hanya di sekolah dan
bimbel, lalu berlanjut lagi dari sore sampai malam hanya belajar bersama guru
privat yang datang ke rumah setelah bimbel, sebelum tidur pun Alisa masih hanya
belajar.
Alisa baru
merasakan menyenangkannya ketika ia lepas dari belajar bersama Sean. Sean
menunjukkan hal menye-nangkan setiap kali Alisa sedih dan lelah belajar. Sean
yang akan selalu menjemput Alisa dan membawa Alisa ke tempat-tempat yang
menyenangkan. Alisa yang sering merasa kese-pian saat liburan dan biasanya
tetap pergi ke bimbel juga tak merasa kesepian dan sedih lagi sejak memiliki
Sean di hidup-nya.
Sean lebih
dari sekedar kakak tiri yang berbuat baik ke adik tirinya. Sean adalah cinta
pertama Alisa. Sean adalah dunia baru dan sisi gelap Alisa di saat yang
bersamaan. Bahkan Sean juga tak pernah menertawakan cita-cita Alisa yang hanya
ingin jadi ibu rumah tangga agar bisa di rumah dan tidur dengan santai sambil
menonton film atau drakor.
“Kamu jadi
banyak berubah sekarang. Sejak Mama kasih kelonggaran buat gak bimbel, gak ada
guru privat, ga ada les, ga ada kursus sekarang kamu jadi pembangkang! Otak
kamu ini udah terlena sama hal-hal gak penting. Isinya cuma angan-angan kosong,
mimpinya orang rendahan yang gak mau be-kerja keras!” ucap Dewi sambil
menunjuk-nunjuk kepala Alisa.
Alisa
menundukkan kepalanya begitu takut untuk menatap mamanya.
“Sekarang
kamu pilih, kamu gugurin anak itu terus balik sama Mama, memulai hidup seperti
dulu lagi. Atau kamu jadi durhaka, pembangkang, dan ikut sama Sean yang bakal
meninggalkan kamu seperti sampah…”
“Aku gak
bakal ninggalin Alisa dan dia bukan sampah!” tegas Sean membela Alisa.
Alisa
menatap mamanya lalu mengeratkan genggaman tangannya pada Sean. “Aku mau sama
Kak Sean…” lirih Alisa mengambil keputusan.
“Keluar
kamu dari sini! Kamu bukan anakku lagi!” usir Dewi sambil menampar pipi Alisa.
Sean langsung mendekap Alisa dan membawanya pergi sementara Edy yang sekarang di pusingkan untuk menenang-kan Dewi yang mengamuk dan berusaha menanggulangi segala dampak yang bisa saja terjadi setelah kejadian ini.
0 comments