Bab 04 – Zoom Meeting
Alisa
terbangun dari tidurnya yang begitu nyenyak karena merasakan hentakan dengan
tempo yang begitu intens seperti yang ia alami sebelumnya. Alisa mengerjapkan
matanya dan merasakan ada yang menahan kakinya untuk tetap mengangkang.
“Selamat
pagi, Putri Tidurku…” sapa Sean dengan senyum dan tatapan sayunya yang tengah
sibuk mengejar kepuasannya pagi ini dengan morning sexnya dengan
Alisa.
Alisa
membelalakkan matanya antara kaget dan merasa belum siap harus tempur sepagi
ini, dan tentu saja tubuhnya masih sangat lemas. Pertama karena ia baru bangun
dan kedua ia belum makan dari kemarin.
“Istirahatlah
kembali, aku bisa memuaskan diriku sendiri. Aku hanya meminjam tubuhmu
sebentar. Tidurlah,” ucap Sean tanpa rasa bersalah lalu mendekatkan wajahnya
untuk memberi morning kiss pada adik tiri tercinta.
Alisa
memutar matanya dengan jengah lalu hanya pasrah membiarkan kakaknya itu
menggunakan tubuhnya untuk memuaskan dirinya sepagi ini. Alisa sudah tak bisa
tidur lagi, sialnya sentuhan-sentuhan yang ia kira mimpi sebelumnya ternyata
nyata. Alisa merutuki dirinya yang tidak langsung bangun ketika merasakan ada
sesuatu yang menjamahnya.
“Arghhh!!!”
erang Sean dan Alisa hampir bersamaan. Sean dengan klimaksnya dan Alisa yang
menampung hangatnya sperma di pagi hari.
“Makasih
sayangnya Kakak,” ucap Sean dengan nada menggoda seperti biasanya tanpa rasa
bersalah sedikitpun dan kembali menciumi Alisa.
Sean bangun
lalu ke kamar mandi dengan telanjang untuk membersihkan tubuhnya sekaligus
mandi dan bersiap bekerja. Sementara Alisa masih lemas dan menggulung dirinya
di dalam selimut.
“Kak ayo
pulang…” rengek Alisa.
Sean hanya
diam sambil memilih pakaiannya dan melemparkan salah satu kaos oblongnya dan
celana dalam wanita ke arah Alisa.
“Nanti kamu
kalo mau mandi pakek itu, aku bikinin sarapan,” ucap Sean tak peduli dengan
rengekan Alisa.
Alisa
menghela nafas lalu bangun dan meminum segelas air yang ada di atas laci
sebelum ke kamar mandi untuk pipis dan mandi. Alisa kembali menemui kakaknya
yang sudah menyiapkan nasi dan telur ceplok untuknya.
“Kak ayo
pulang,” pinta Alisa lagi dengan lebih tegas.
“Pulang?”
tanya Sean yang mengulang permintaan Alisa. “Pulang ke rumah biar kamu di
perkosa sama suaminya Mamamu? Biar kamu jadi simpenannya Ayahku? Biar kamu bisa
ngerusak rumah tangga Mamamu yang udah lama jadi janda dan baru merasakan
keluarga yang harmonis?” tanya Sean yang begitu menyudutkan Alisa.
Alisa
terdiam dengan pandangan bingung dan sedih. “Enggak Kak, aku mau sekolah. Aku
harus sekolah. Gimana kalo aku gak pulang terus mama khawatir ke aku?”
“Gimana
kalo kamu pulang malah langsung di perkosa Ayah?”
Alisa tak
dapat menjawab Sean, Sean bukan tandingannya juga dalam berdebat. Sean hampir
menghabiskan seumur hidupnya untuk berdebat dan memenangkan perdebatan. Dengan
segala cara, mungkin sedikit atau sangat kotor. Tapi itulah Sean saat menjadi
pengacara dan konsultan hukum.
“Kamu gak
cukup kuat untuk melindungi dirimu Alisa. Kalo kamu hamil, aku lebih ingin
melihat jika kamu hamil anakku. Bukan adikku,” ucap Sean lalu menuangkan kecap
manis keatas nasi milik Alisa.
Alisa
menghela nafasnya. “Terus aku gimana? Bukannya kalo aku kabur semuanya akan
jadi buruk?” tanya Alisa yang akhirnya termakan dengan kata-kata manipulatif
Sean.
“Diam
disini. Menonton TV, film atau drama korea kesukaanmu. Tunggu aku selesai
bekerja sebentar, aku hanya bekerja di ruang sebelah. Isu pandemi bikin aku
harus kerja di rumah…” Sean mengambil ponselnya dan menunjukkan pengumuman yang
di posting. “Sekolahmu libur dua minggu,” ucap Sean menunjukkan pengumuman
pihak sekolah yang ada di laman instagram.
Alisa
mengurut alisnya, pusing memikirkan cara untuk kabur dan lepas dari cengkraman
Sean maupun Edy yang begitu gila dan baru-baru ini menunjukkan sifat aslinya.
Setelah
sarapan bersama Sean benar-benar membiarkan Alisa tanpa gangguannya. Lebih
tepatnya tak sempat mengganggunya karena Sean sudah harus membaca beberapa
kasus yang di kirim sekertarisnya ke emailnya sejak semalam. Sean harus
bekerja dan selama itulah Alisa punya waktu untuk beristirahat dan bersantai
dengan bebas.
Tinggal
bersama Sean jauh lebih menyenangkan di banding dengan mamanya. Jujur saja,
Dewi termasuk ibu yang cukup ketat mengatur jadwal kegiatan anaknya. Dewi juga
menerapkan banyak hal disiplin lainnya bahkan sampai ke jenis asupan yang boleh
dan tidak di konsumsi oleh Alisa. Meskipun tetap Alisa diam-diam melanggarnya.
Tapi
bersama Sean berbeda. Ia boleh makan banyak ciki dan kripik, makannya pun tidak
harus sambil duduk. Sean membiarkan Alisa makan sambil tiduran di sofa atau
masuk ke kamar. Sean juga mengijinkan Alisa makan mi instan dan minum beberapa soft
drink dan soda. Tak hanya itu Sean juga membiarkan Alisa untuk memilih menu
makanannya sendiri.
Kebebasan
ringan yang tak pernah ia dapatkan saat bersama mamanya sendiri. Tapi tentu
saja itu tidak percuma. Bayarannya juga cukup mahal. Ia harus memuaskan hasrat
Sean yang kapan saja bisa meminta untuk berhubungan intim.
“Kak…”
panggil Alisa sambil membuka pintu ruang kerja Sean.
Sean
langsung menoleh dengan panik dan mengibaskan tangannya agar Alisa pergi dan
tidak mengganggu Zoom Meetingnya. Sean langsung menutup kamera dan speakernya
lalu menghampiri Alisa.
“Jangan
ganggu dulu, aku kerja. Sebentar lagi kelar. Sabar,” ucap Sean lalu menutup
pintu ruangannya.
Alisa
mendengus kesal. “Kalo kayak gini harusnya aku di ijinin pulang aja,” gumam
Alisa yang masih di dengar oleh Sean.
“No!” teriak Sean lalu kembali membuka pintu dan menarik Alisa masuk.