Tiwi datang
ke rumah Alisa untuk mengikuti mengerjakan tugas bersama. Selain mengerjakan
tugas tentu saja tujuan Tiwi lainnya untuk curhat dan menghabiskan waktu
bersama Alisa di rumahnya. Dewi begitu senang menyambut kedatangan Tiwi dan
langsung mengabarinya soal kabar bahagia itu. Dewi juga menawari Tiwi untuk
makan di rumah sementara ia harus pergi menjenguk ibunya sekaligus membawakan
sembako dan lainnya.
“Tante mau
ke panti jompo dulu, Alisa di rumah sama Tiwi jaga rumah ya,” pamit Dewi sambil
merangkul Alisa yang mengantarnya ke mobil.
“Eh ada
Tiwi!” seru Sean menyapa Tiwi yang berdiri di ambang pintu rumahnya.
Tiwi
meringis mendengar sapaan Sean yang begitu ramah padanya.
“Oh iya
kalian daring juga ya?” tanya Sean kepo pada kegiatan adiknya.
Tiwi
mengangguk. “Kayaknya gitu Kak, tapi gak tau deh. Ini baru di kasih tugas-tugas
aja,” jawab Tiwi lalu menoleh pada Alisa yang baru masuk setelah orang tuanya
pergi.
“Mama sama
Ayah kemana?” tanya Sean pada Alisa.
“Ke panti,
nganterin kebutuhannya Embah,” jawab Alisa lalu duduk di karpet bersama Tiwi.
Sean
mengangguk lalu melemparkan dua bungkus kripik kentang ke arah Tiwi dan Alisa
sebelum masuk ke kamarnya. Rumah tetap ramai meskipun tidak ada Dewi dan Edy.
Ada Mbak Ema yang bersih-bersih dan mencuci, ada juga tukang yang di minta
memperbaiki talang genteng yang bocor sebelum benar-benar masuk musim
penghujan.
Sean juga
sibuk bekerja di rumah meskipun akhirnya ia pergi ke kantornya karena ada
urusan. Hingga tinggal Alisa, Tiwi dan pekerja di rumahnya. Alisa dan Tiwi juga
tampak asik mengerjakan tugas yang rasanya begitu banyak dan tiada henti di
kirimkan gurunya. Sambil sesekali mengobrol dan ngemil. Hari ini terasa sangat
menyenangkan.
“Al, kamu
kok keliatan tambah gemuk ya,” celetuk Tiwi.
Alisa
langsung menarik kaos oblong yang ia kenakan untuk menunjukkan bentuk tubuhnya
pada Tiwi. “Kayaknya enggak deh,” ucap Alisa yang memang makan dengan tidak
teratur belakangan ini.
“Oh ini
yang bikin keliatan gemuk!” seru Tiwi sambil menunjuk payudara Alisa dengan
bolpen yang ia bawa.
Alisa
tertawa kecil mendengar celetukan Tiwi. “Gak ah, mungkin efek pakek bh busa
aja,” bantah Alisa lalu kembali asik mengerjakan soal-soal di LKSnya.
Kling! Sebuah pesan masuk ke grup kelas.
Bukan grup kelas yang resmi tentunya karena isinya hampir celetukan-celetukan
teman sekelas yang celometan dan banyak kiriman contekan tugas. Tiba-tiba ada
kabar kalau ada adik kelas yang di keluarkan dari sekolah karena hamil duluan.
“OMG!!!”
seru Tiwi setelah membaca gosip baru dari grup.
“Kamu kenal
orangnya?” tanya Alisa yang langsung di angguki Tiwi.
“Kenal! Dia
ikut Rohis loh padahal, belum anggota sih. Tapi kayak mau ikut pelatihan gitu,
diklat[1]. Baru hari
pertama udah sakit terus balik di jemput bapaknya. Anaknya baik sumpah!
Keliatan alim, kalem. Kaget banget aku ternyata dia kayak gini. Mana katanya
hamil sama om-om lagi! Iyuh!” ucap Tiwi sambil geleng-geleng kepala.
Alisa
meringis miris mendengar cerita Tiwi. Tapi seketika ia jadi teringat belakangan
ini ia begitu sering berhubungan intim baik dengan Sean maupun Edy. Keduanya
juga sama-sama mengeluarkan spermanya di rahim Alisa.
Tiwi terus
bercerita soal apa yang ia tau soal adik kelas yang ketauan hamil duluan itu.
Sementara Alisa pelan-pelan meraba kewanitaannya dan mengelus perutnya berharap
ia tidak hamil dan tidak menjadi buah bibir juga seperti adik kelasnya itu.
“Gila
sayang banget di keluarin padahal bentar lagi naik kelas,” ucap Tiwi.
Alisa
kembali meringis. “B-bentar lagi kita lulus,” ucap Alisa gugup.
“Hah iya,
gak kerasa banget ya. Bentar lagi kita berpisah deh…” ucap Tiwi sambil menghela
nafas.
“Kamu mau
kuliah dimana?” tanya Alisa mengalihkan pembicaraan agar Tiwi tidak membahas
adik kelas yang hamil duluan itu lagi.
“Aku
kayaknya mau ikut pelatihan bahasa jepang gitu, terus kerja merantau ke
Jepang,” ucap Tiwi yang seketika tampak murung karena tidak bisa kuliah.
Alisa
tersenyum lembut menguatkan Tiwi. “Gapapa, kerja juga keren kok. Aku juga
pengen cepet kerja,” ucap Alisa menyemangati Tiwi.
Tiwi
tersenyum lalu mengangguk tapi seketika pandangannya teralih ketika tak sengaja
melihat bercak merah di dada Alisa. “Eh, ini kena apa Al?” tanya Tiwi.
Deg! Alisa panik dan bingung harus
berkata apa pada Tiwi.
“Merah-merah,
kamu habis kerokan?” tebak Tiwi yang membuat Alisa bernafas lega dan langsung
mengangguk.
“I-iya…”
jawab Alisa canggung lalu mengigit bibir bawahnya. Sial! Alisa tak suka
berbohong, apa lagi membohongi satu-satunya teman dekatnya. Alisa tak mau jadi
pembohong. Tapi untuk jujurpun Alisa tak kuat. Tak kuat menanggung malu lebih
tepatnya.
Suara mobil
orang tua Alisa terdengar. Dewi turun di papah suaminya tampak begitu lemas,
maklum masih hamil muda. Tiwi yang merasa tidak enak hati jika tetap di sana
sementara Alisa harus merawat ibunya pamit pulang. Dewi sempat menahan Tiwi
agar tetap di rumah bersama Alisa karena ia sudah membelikan ayam goreng
tepung. Tapi Tiwi tetap menolak dan memilih untuk pulang.
“Gapapa
bawa aja Wi,” ucap Edy memberikan plastik berisi ayam goreng tepung pada Tiwi
lalu masuk ke kamar untuk mengurus istrinya.
“Aku pulang
dulu ya Al, aku gak enak kayaknya rumahmu lagi riweh,” ucap Tiwi
sungkan.
Alisa
meringis lalu mengangguk. “Besok kesini lagi ya,” ucap Alisa yang di angguki
Tiwi.
“Tapi kalo
gerbang kompleks rumahku di lockdown aku gak bisa keluar, aku ga janji
bisa main. Tapi aku pengen main kesini terus. Besok ku kabarin,” ucap Tiwi yang
di angguki Alisa sambil mengantarnya sampai keluar gerbang.
Alisa masuk
ke kamarnya merapikan barang-barangnya lalu masuk ke kamar orang tuanya untuk
melihat kondisi mamanya. Mamanya tampak lemas setelah muntah-muntah, meskipun
wajahnya tampak berseri karena senang bisa hamil anak kedua.
“Ayah ih!
Aku gak pengen, ngapain pegang-pegang!” ketus Dewi pelan saat suaminya menjamah
tubuhnya dengan sedikit nakal.
“Ma…”
panggil Alisa pelan lalu duduk di pinggir tempat tidur dekat kaki mamanya.
“Mama
gapapa, semua orang khawatir Mama jadi gak enak…”
Alisa
tersenyum. “Kayaknya aku bakal sekolah daring terus deh,” ucap Alisa.
“Iya
harusnya gitu, Mama juga kayaknya bakal sibuk juga di rumah sakit nanti,” ucap
Dewi.
“Loh Mama
kerja?” tanya Edy pura-pura kaget meskipun sudah tau istrinya yang bekerja
menjadi kepala perawat tentu akan tetap pergi bertugas apa lagi masa pandemi
seperti saat ini.
“Iya dong
Yah, panggilan tugas…” ucap Dewi lalu menepuk tangan Edy yang hendak
menggerayangi payudaranya. “Ayah ih, ga boleh gitu. Ada Alisa,” bisik Dewi
memarahi Edy.
“Tugasku
banyak banget kalo daring, oh iya tadi ada kabar adek kelasku di keluarin Ma.
Hamil duluan katanya,” ucap Alisa berharap dengan cerita itu Edy akan menjauh
darinya.
“Ya ampun! Kamu ati-ati loh, jangan sampe kena pergaulan bebas! Merusak masa depan! Nanti kalo mama tugas kamu harus di rumah terus, gak usah main-main. Jaga rumah sama Ayah sama kak Sean!” ucap Dewi yang terdengar bagai mimpi buruk bagi Alisa.
[1] Pendidikan dan pelatihan
0 comments