0
Home  ›  Chapter  ›  Crave

Bab 25 - Ketahuan

 

Bab 25 - Ketahuan-1

Pagi-pagi Alisa dan Sean sudah bangun untuk olahraga sekaligus jalan-jalan di sekitar rumah Ahmad. Ditaman belakang yang luas dan kebun mangganya sekaligus memetik beberapa buah. Alisa terlihat begitu senang bisa memetik mangga yang hampir sudah bisa di petik semuanya itu.

“Mau dimakan semua?” tanya Sean yang membawakan mangganya.

Alisa menggeleng. “Aku suka petik aja,” jawab Alisa polos lalu berjalan masuk ke rumah dengan keringat yang sudah bercucuran.

“Darimana?” tanya Ahmad yang bersiap pergi ke kantornya.

“Ambil mangga,” jawab Alisa lalu berjalan masuk ke dalam bersama Sean yang mengikutinya dan berpapasan dengan canggung saat berhadapan dengan Ahmad.

“Alisa, Papa kerja nanti di rumah sama Tante Farida sebentar ya,” ucap Ahmad sebelum pergi yang langsung di angguki Alisa dan langsung menoleh pada istri muda papanya itu.

Alisa langsung masuk ke kamarnya merebahkan tubuhnya yang terasa begitu lelah. Lalu tiba-tiba ia menerima pesan masuk dari sekolahnya kalau nanti sore harus datang ke sekolah. Alisa langsung membelalakkan matanya kaget. Sebentar lagi ia melahirkan, memakai korset jelas bukan pilihan yang baik untuk ke sekolah. Perutnya sudah terlalu besar dan sudah sering kontraksi juga.

“Kak, gimana nih?” adu Alisa sembari menunjukkan pesan di ponselnya.

“Gapapa, Adek di rumah aja. Nanti aku yang kesana ya,” jawab Sean tenang lalu mendekap Alisa.

“Kakak mau alesan apa?” tanya Alisa.

“Kamu gak enak badan lah,” jawab Sean santai lalu mengecup kening Alisa dengan lembut.

Alisa mengangguk lalu membalas pelukan Sean yang selalu ada untuk menyelesaikan semua permasalahannya.

***

Farida hampir tak pernah berinteraksi dengan Alisa dan hanya memperhatikan saja selama ini. Farida tau jika Alisa jadi kacau begini juga karena ulahnya yang merebut Ahmad dari mamanya. Tapi cinta tetap cinta, apa boleh buat, pikir Farida kala itu yang gelap mata dan menghalalkan segala cara. Tapi belakangan ini melihat Alisa yang berantakan, hamil duluan, dan menikahpun juga alakadarnya memiliki kehidupan yang lebih bahagia membuatnya iri juga.

Melihat bagaimana Sean yang masih mencintainya meskipun Ahmad sudah menghajarnya, melihat perhatian Ahmad yang tak ada habisnya untuk Alisa hingga menyiapkan kamar dan keperluan bayinya juga, bahkan sampai semua orang yang kompak menutupi kehamilannya. Meskipun ini aib, tapi semua orang tetap menyayangi Alisa dan menunggu dengan semangat kelahiran anaknya.

“Kakak pulang jam berapa?” tanya Alisa dengan suara bergetar.

“Ini naruh berkas ke kantor doang, habis itu langsung pulang temenin kamu periksa,” jawab Sean menenangkan Alisa.

“Ikut…” lirih Alisa yang terdengar merengek.

“Ikut? Kakak kerja ikut?” Sean memastikan yang langsung di angguki Alisa. “Oke deh,” jawab Sean mengijinkan lalu menunggu Alisa bersiap.

Farida yang semula ingin menemui Alisa dan berbincang sejenak agar hubungannya jadi bisa lebih dekat mengurungkan niatnya. Sampai ia berpapasan dengan Sean yang tengah menyiapkan sepatunya juga sepatu milik Alisa. Sean yang masih muda, gagah, tampan dan terlihat penyayang untuk pertama kalinya ada di hadapan Farida sedekat ini.

“S-Sean…”

“Ah! Hai…” sapa Sean yang kaget dan canggung setelah mendengar ada yang memanggilnya.

“Mau kemana?” tanya Farida dengan lembut.

“Ke kantor, terus ke dokter sama Alisa,” jawab Sean lalu bangun dengan senyum sumringahnya menyambut Alisa yang datang menghampirinya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Farida menundukkan pandangannya lalu masuk kedalam. Dadanya berdebar melihat betapa hangatnya Sean, betapa menyenangkannya bersama pria muda itu.

“Habis ini liat anakku deh!” seru Sean yang begitu merayakan Alisa.

Farida ingin ada di posisi Alisa yang selalu di rayakan dan menjalani harinya dengan penuh cinta.

***

Alisa duduk menunggu Sean di kantornya, Alisa juga duduk di dalam bahkan di kursi kerja Sean sementara suaminya itu duduk di depannya seperti seorang client membaca beberapa berkas.

“Banyak yang cerai belakangan ini sejak pandemi, kamu jangan ikutan!” ucap Sean mewanti-wanti Alisa setelah selesai dengan pekerjaan singkatnya.

Alisa hanya tersenyum, kadang Alisa bingung kenapa Sean bisa sekhawatir itu kehilangan dirinya.

“Alisa?” sapa Dani teman sekolah yang pernah kencan dengannya saat Valentin tahun lalu.

Alisa langsung diam membisu sementara Sean langsung menoleh kebelakang melihat siapa yang datang tiba-tiba menyapa adiknya itu.

“Mau apa?” tanya Sean ketus dengan alis berkerut bersiap marah.

“K-Kak…” sapa Dani canggung yang langsung di dorong keluar oleh Sean.

“Mau apa ke kantorku?” Sean mengulang pertanyaannya begitu Dani keluar dari ruangannya.

Dani diam sembari mencuri pandang pada Alisa yang duduk di dalam dengan perut besarnya dan penampilannya yang begitu berbeda dari sebelumnya.

“I-ini…” Dani menyerahkan berkas perceraian orang tuanya yang akan Sean tangani.

Sean mengerutkan keningnya sembari menyaut berkas dari tangan Dani.

“A-Alisa…”

“Gak usah di bahas, gak usah di sebarin kemana-mana,” potong Sean dengan tegas.

Dani terdiam lalu menundukkan pandangannya sejenak. “Y-yang hamilin Alisa siapa Kak?” tanya Dani memberanikan diri.

Sean terdiam mendengar ucapan Dani yang sukses menyulut emosinya.

“K-kalo gak ada yang tanggung jawab, aku mau nikahin Alisa. Aku masih suka Alisa,” ucap Dani dengan suara bergetar namun terlihat cukup yakin sembari menatap Alisa yang mendekat ke arahnya.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Sayang…” lirih Alisa sembari menarik tangan Sean.

Dani menatap Alisa dan Sean bergantian dengan heran.

“Alisa istriku,” ucap Sean dengan tegas yang membuat Dani heran dan kaget karena selama ini yang ia tau Sean adalah kakak tiri Alisa.

“Hah?” kaget Dani yang berharap ada penjelasan lebih.

“Tolong rahasiain ini ya Dan,” lirih Alisa lalu masuk ke dalam ruangan bersama Sean.

Sean menghela nafas kesal, baru ia mewanti-wanti Alisa. Saingannya langsung datang. Bahkan tanpa pikir panjang, meskipun Alisa sudah hamil tua seperti itupun masih bisa berkata ingin mengambil tanggung jawabnya. Jelas Sean langsung terbakar cemburu.

“Ini…kamu saja yang tangani,” ucap Sean yang memilih melimpahkan tugas menangani perceraian orang tua Dani pada rekannya yang lain.

Alisa hanya diam mengusap kepalanya yang terasa pusing dan langsung banyak pikiran setelah bertemu dengan Dani dan ketahuan semuanya begini.

“Kakak…” lirih Alisa lemas.

Sean langsung mendekap Alisa. “Udah gak usah dipikirin, biar Kakak yang urus,” ucap Sean menenangkan Alisa sembari berusaha meredakan emosinya meskipun rasa cemburunya tetap menyala.

***

Meskipun selama pemeriksaan dan acara memilih kamar untuk bersalin yang kemungkinan tetap harus di caesar karena kondisi fisik Alisa yang terlalu muda untuk melahirkan. Sean juga mencarikan kamar VVIP terbaik untuk Alisa dan buah hatinya nanti. Persetan dengan biayanya, toh selain Sean memberikan asuransi kesehatan terbaik untuk Alisa ia juga mampu untuk membayar semuanya sendiri.

“Kakak jangan berantem ya,” lirih Alisa sebelum Sean pergi ke sekolah menggantikannya.

Sean menghela nafas lalu mengangguk setelah memulangkan Alisa. “Makan ya,” ucap Sean mengingatkan Alisa sebelum berangkat.

“Aku sayang Kakak…” ucap Alisa sebelum turun dari mobil.

Sean mengangguk lalu langsung tancap gas menuju sekolah menggantikan Alisa mengambil buku paket dan memberikan surat izin sakit yang sudah di manipulasi.

“Kak Sean!” seru Dani yang berlari mengejar Sean yang langsung pulang setelah selesai dengan tugasnya.

Sean tertahan sejenak melihat Dani yang menghampirinya.

“Kak Sean!” Tiwi ikut mendekat menyapa Sean.

“Hai Tiwi! Apa kabar?” sapa Sean dengan ramah.

“Alhamdulillah baik, Alisa mana Kak?” tanya Tiwi yang sudah lama tak melihat Alisa.

“Lagi gak enak badan,” jawab Sean lalu membuka mobilnya dan memberikan beberapa bungkus cemilan seperti kebiasaannya dulu.

“Makasih Kak,” ucap Tiwi dengan senyum sumringahnya.

“Ini buat pegangan kamu, jangan bilang-bilang,” ucap Sean yang memberi beberapa lembar uang pada Tiwi tanpa menghitungnya.

Tiwi menerimanya dengan tangan bergetar dan mata yang langsung berkaca-kaca.

“Dah sana pulang,” ucap Sean santai yang langsung di angguki Tiwi yang cukup peka juga setelah melihat Dani yang menunggunya pergi agar bisa bicara dengan Sean.

Dani dan Sean menunggu agar Tiwi pergi sedikit lebih jauh.

“Masuk,” perintah Sean sembari masuk kedalam mobilnya yang di turuti Dani. “Mau tanya apa?” Sean to the poin.

“Alisa…”

“Bisa gak sih kamu lupain aja istriku itu? Dia adikku, benar. Adik tiri. Aku sah menikahinya, kami juga sah secara hukum. Berhentilah mengganggu rumah tangga kami.” Cecar Sean.

“Tapi kenapa? Kenapa dari semua orang malah…”

“Turun! Kurasa sudah cukup penjelasanku. Jangan mencampuri urusanku!” Sean begitu mengintimidasi dan Dani hanya bisa pasrah turun dari mobilnya juga sadar diri jika yang ia lawan sama sekali tak sebanding dengannya.

Dani hanya seorang siswa SMA, sementara Sean seorang pengacara kondang dengan jam terbang yang tinggi. Tak hanya itu, siapa juga dirinya merasa mampu bertanggung jawab atas Alisa sementara Sean yang menikahinya sudah jauh begitu mapan dengan segala bisnis dan pendapatannya yang selangit itu. Dani tertawa kecil, menertawakan kebodohan atas kenekatan ucapannya hari ini.

 

27
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share