Edy
uring-uringan sudah sebulan, mungkin lebih lama dari itu ia tak bertemu Alisa.
Ia baru sekali benar-benar menikmati tubuh molek Alisa yang malu-malu
menunjukkan sikap jalangnya. Bahkan Edy masih bisa ingat betapa nikmat tubuh
Alisa waktu itu.
Tinggal
bersama Dewi yang terus menangis dan mengomel soal Sean dan Alisa juga membuat
Edy ikut stres. Belum lagi ia masih harus membantu Dewi tiap kali ia mengalami morning
sick dan segala ngidam tidak penting yang terkesan tak masuk akal baginya.
Begitu berbeda dengan Sean yang sama sekali tak harus mengalami apa yang ia
alami.
Tiap kali
Edy bertemu Sean di pengadilan juga, Sean tampak ceria dan segar. Sean memang
bilang ia tak dapat jatah atau tak meminta jatah pada Alisa karena sedang hamil
muda. Tapi Sean juga bilang jika Alisa tetap mau memakai pakaian sexy di rumah
dan tak banyak ngidam atau hal ribet lainnya. Sean juga sempat cerita jika
kehidupannya dengan Alisa terasa lebih bahagia karena Alisa tak tertekan lagi
oleh segala tuntutan dari mamanya yang begitu ambisius.
Kalau saja
nasip bisa di tukar, mungkin Edy akan melakukannya demi bisa menghabiskan waktu
dengan Alisa. Tidak perlu bercinta juga tak masalah. Toh bisa melihat Alisa
yang sexy ada di rumah dengan segala kesibukannya juga sudah cukup membuatnya
merasa segar dan terhibur.
“Pengen
dibeliin sesuatu gak Al? Aku mau pulang bentar lagi,” ucap Sean yang memilih
makan siang bersama Alisa daripada di kantor atau didekat pengadilan.
“Pengen
anggur aja, nanti kalo Kakak lewat tukang buah tolong sekalian beli ya,” ucap
Alisa di ujung telefon.
“Oke siap,
nanti aku mampir,” ucap Sean sambil merapikan berkasnya ke dalam tas.
“Gak makan
siang disini?” tanya Edy yang melihat Sean buru-buru pulang.
“Enggak,
mau makan siang sama Alisa. Dia minta anggur, sekalian mau cariin dulu ini,”
jawab Sean.
Edy
mengangguk lalu membuka nasi box jatahnya dari ketring kantor sambil menghela
nafas.
“Di rumahku
ada tumisan sama ayam goreng, Alisa yang masak…” ucap Sean sedikit ragu dan
bingung menawari ayahnya makan di rumahnya.
Edy
mengangguk kembali lalu mengerutkan keningnya. “Alisa bisa masak?” tanya Edy
sedikit kaget.
“Bisa, dia
suka masak. Enak, sejauh ini aman. Mau coba?” akhirnya Sean tetap menawari
ayahnya.
Edy
mengangguk lalu tersenyum dan bangkit dari duduknya.
Sean tak
cukup akrab sebenarnya dengan Edy, meskipun Edy ayahnya dan satu-satunya
keluarga terdekat yang ia miliki ia tetap tidak akrab dengannya. Bukan tanpa
alasan, tapi Sean memang biasa menghabiskan waktu dengan mendiang ibunya dan
sedikit kesal dengan Edy yang hanya peduli soal karir dan mudah menggantikan
ibunya dengan wanita lain. Ini kali pertamanya menawari Edy sesuatu.
Sepanjang
jalan ke apartemennya Sean dan Edy hanya diam. Jujur Sean selalu ingat cerita
Alisa saat Edy memperkosanya dulu. Sean masih marah akan hal itu, tapi melihat
ayahnya yang murung dan kurang semangat belakangan ini Sean jadi iba.
Sean hanya
menawarinya makan siang berharap dengan berkumpul bersama dan menunjukkan kalau
Alisa benar-benar baik-baik saja akan membuat Edy sedikit lebih baik.
“Kakak!”
seru Alisa yang langsung berlari kecil menyambut Sean sambil memeluknya dan
berciuman di ambang pintu.
“Banyak
tugas?” tanya Sean lalu mengecup kening Alisa dan merangkul pinggangnya masuk.
“Eh… Ayah…”
ucap Alisa sedikit kaget Sean mengajak ayahnya berkunjung.
Sean
tersenyum. “Gapapa kan?” tanya Sean sambil menyerahkan plastik berisi 2 kg
anggur yang di pesan Alisa.
Alisa
mengangguk. “Aku gak beli lauk, aku masak sendiri,” ucap Alisa sambil berjalan
masuk mempersilahkan Sean dan Edy masuk.
Edy semula
senang akan bertemu dan bisa melihat Alisa kembali. Tapi saat ia melihat
sambutan Alisa pada Sean dengan begitu romantis membuat rasa cemburu di hatinya
mulai terbakar. Ruang tamu apartemen Sean tampak berantakan memang, ada banyak
kertas dan tumpukan buku disana. Tapi dari situ Edy merasa makin cemburu.
Edy memang
benci jika rumahnya berantakan dan banyak benda berseralan tidak pada
tempatnya. Tapi bila itu dilakukan oleh istrinya yang menunggunya pulang, Edy
akan memakluminya. Seperti halnya Sean sekarang yang begitu maklum dengan
ketidak beraruran yang Alisa lakukan.
Dewi juga tak
pernah menyambut Edy pulang seperti cara Alisa menyambut Sean, Dewi tak pernah
menunggunya pulang di ruang tamu seperti yang Alisa lakukan. Edy tau Sean punya
ruang kerja, Edy yakin Sean pasti mengijinkan Alisa menggunakan seluruh ruangan
di rumahnya. Tapi Alisa memilih di ruang tamu, betapa manisnya.
Memang saat
makan Sean yang mengambilkan Alisa, tapi Edy juga akan melakukan hal yang sama
jika ia ada di posisi Sean. Edy suka melayani dan di layani, tapi Dewi hampir
tak pernah memasak dan selalu bergantung pada ART[1] di rumah.
“Keasinan…”
komentar Edy berusaha merusak mood Alisa.
Sean
mengangkat sebelah alisnya tak suka dengan komentar ayahnya itu. “Sabar Al,
nanti begitu selesai UN[2] kan nikah,”
celetuk Sean.
“Kakak
apaan sih?!” saut Alisa tak paham dengan celetukan Sean.
“Kamu
sok-sokan ngodein masak asin segala sih, semua orang juga dah tau kalo cewek
masaknya keasinan berarti minta nikah,” jawab Sean yang sukses membuat Alisa
tersipu dan langsung mencubitnya.
“Kakak ih,
ngegodain mulu. Jadi males makan nih!” protes Alisa untuk menutupi saltingnya.
“Minta
disuapin?” tawar Sean yang kembali mendapat cu-bitan dari Alisa.
Edy
benar-benar seret dan enek menelan makanan yang di buat Alisa. Enak, benar apa
yang di katakan Sean jika Alisa suka memasak dan makanan buatannya enak. Tapi
jika di tambah dengan bumbu kemesraannya dengan Sean yang dipamerkan secara
terang-terangan dan sengaja seperti ini, semuanya terasa tidak enak.
“Aku ada
sidang lagi habis ini, nanti sama mau mampir kantor bentar,” ucap Sean selesai
makan dan bersiap kembali ke pengadilan bersama ayahnya.
Alisa
mengangguk lalu menghentikan makannya untuk mengantar Sean keluar bersama
ayahnya. Tidak ada ciuman mesrah seperti biasanya. Alisa hanya memeluk Sean
sebentar lalu melambaikan tangan dan kembali masuk kedalam melanjutkan makannya
lagi.
Edy
mendengus pelan. Dewi tak pernah seperti itu padanya. Baik saat ia belum hamil,
apa lagi saat hamil seperti sekarang. Bahkan sejak menjadi pengantin baru juga,
Dewi tidak pernah menunjukkan banyak interaksi yang mesra dan romantis padanya.
Meskipun
memang Dewi sangat telaten dan sabar saat merawatnya ketika sakit. Tapi tidak
munafik Edy juga ingin perempuan seperti Alisa juga.
“Menurutmu kalo Alisa gak hamil anakmu gimana?” tanya Edy ambigu.
0 comments