Chapter 22
Setelah
Silvia pulang dan di urus di rumah. Bimo kembali ke kamar
untuk menemani istrinya makan ice cream dan anggur sambil mengelus
perutnya dengan lembut sambil sesekali menciumnya.
"Mas besok gak boleh kayak
gini loh... Harus jaga perasaan Silvia biar gak cemburu... " ucap Andin
setelah selesai makan ice creamnya.
"Cemburu kenapa? " tanya Bimo bingung.
"Iri maksudku. Cuma perasaanku
aja. Tapi Silvia pasti juga pengen punya suami kayak Mas..." jelas Andin lalu meletakkan jelasnya di atas
laci.
"Kayak Mas gimana? " tanya Bimo lalu melumat bibir Andin
dengan lembut sebelum Andin
menyeka sisa ice creamnya dengan
tisu.
"Ya kayak gini... " jelas
Andin sambil
tersenyum lalu turun dari tempat tidur.
Tapi belum ia pergi jauh Bimo langsung mengambil gelasnya.
"Aku aja... Bumil sikat gigi aja.. " perintah Bimo yang hanya di angguki Andin sambil tersenyum lalu menuruti perintah suaminya.
●●●
Andin
dan Bimo kembali tidur, sempat bangun untuk solat subuh
bersama. Tapi setelah itu lanjut tidur karena ngidam yang semalam, tak hanya
itu Andin juga
tengah manja pada suaminya.
Bimo jelas senang-senang saja
menurutinya. Tak
masalah baginya untuk hanya diam di kamar tanpa bekerja. Bahkan Bimo langsung melupakan permintaan Andin agar tidak bermesraan.
Buktinya Bimo tetap
saja menyuapi Andin begitu
keluar kamar. Bahkan Bimo mau
mencarikan pecel ayam karena istrinya yang jadi sulit makan bila apa yang di
inginkan belum terpenuhi.
"Mas... " panggil Andin sambil memijit bahu Bimo yang sedang bekerja di ruang
tamu.
"Apa sayang? Pengen apa?
" tanya Bimo lalu
mengecup punggung tangan istrinya dengan lembut.
"Pengen beli ini... Boleh?
" tanya Andin
menunjukkan foto kerudung yang ada di toko online.
"Yang pengen siapa ini? "
goda Bimo, lalu
meraih ponsel Andin.
"A-aku... Abis gemesin... Jadi
pengen... " jawab Andin sambil
menunduk.
"Iya beli... " jawab Bimo lalu mengecup bibir Andin sekilas sebelum kembali
mengetik.
"Kalo ini boleh mas? "
tanya Andin lalu
menunjukkan kerudung lain pada suaminya.
"Kenapa kamu gak ngajak mama
apa ayah buat jalan-jalan aja? " tawar Bimo lalu menatap istrinya.
"Nunggu Mas gak sibuk aja... " tolak Andin lalu mematikan ponselnya dan memeluk suaminya manja.
"Mau pulang ke rumah kita?
" tanya Bimo.
Andin langsung mengangguk.
"Tapi kasian Putri kalo
di tinggal Mas...
" jawab Andin
mempertimbangkan.
"Kamu mau sampai kapan manjain
Silvia. Dia perlu belajar ngurus anaknya juga. Tanggung jawab, jadi ibu. Jangan
kamu terus sayang... " ucap Bimo
meyakinkan istrinya.
Silvia yang kebetulan lewat dan
mendengar ucapan kakaknya benar-benar syok dan makin terpukul. Bahkan kakaknya
melarang iparnya yang mau peduli dengannya. Sejak kapan kakaknya bisa setega
itu padanya. Pikiran Silvia langsung melantur kemana-mana.
"Tapi mas... "
"Udah ah Andin, sayang. Suaminyakan aku, nurut dong. Kamu jangan mikir
yang lain. Pikirin anakku aja itu, udah..." sambung Bimo memotong sanggahan istrinya.
Fix
ini karena Andin dan
bayinya! Batin Silvia
kesal bukan main.
Silvia benar-benar menyalahkan Andin atas segala perubahan pada
kakaknya. Tak hanya itu, pikirannya yang tengah tidak waras bahkan membuatnya
menyalahkan Andin atas
segala hal buruk yang menimpanya.
"Aku bilang sama mama ya...
" ucap Andin lalu
pergi mencari mertuanya.
Bimo langsung mengukuti laptopnya
dan masuk ke kamarnya. Menyiapkan apa saja yang perlu dibawa.
"Kak... " panggil Silvia
yang masuk ke kamar Bimo yang
tak di kunci.
"Ape ?" jawab Bimo
acuh tak acuh.
"Kakak kapan cerainya? "
tanya Silvia tanpa
beban.
"Hus! Apaan! Aku gak cerai, aku mau jadi bapak. Gak ada cerai...
" ucap Bimo lalu meletakkan barang-barang yang baru ia kemasi di atas
tempat tidurnya. "Keluar sana..." omel Bimo sambil mendorong Silvia
keluar kamarnya.
"Kak! Kita nikah urut! "
"Bubarnya kagak! " potong
Bimo lalu
mendorong Silvia keluar.
Bimo langsung membanting pintu
kamarnya begitu Silvia
keluar. Andin yang baru datang langsung bertemu dengan Silvia di depan kamarnya. Andin hanya menunduk dan ingin
cepat-cepat masuk atau paling tidak menghindari Silvia.
"Lu siapkan? Kalo kak Bimo minta cerai mendadak? "
tanya Silvia.
"Astagfirullah... Mas Bimo
gak gitu... Insyaallah gak ada apa-apa
gak perlu cerai... " jawab Andin
dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Bimo yang samar-samar mendengar
suara Andin dan Silvia
langsung keluar kamar .
"Ntar gue bantu! " ucap
Silvia ambigu pada kakaknya.
"Apaan sih lu! Bawel amat! Gue
bisa sendiri! " kesal Bimo.
Andin yang mendengar percakapan
suami dan iparnya sedikit merasa lebih baik. Meskipun ada keraguan dan
prasangka di hari dan pikirannya, Andin berusaha yakin dan percaya pada suaminya.
"Mama bilang apa? " tanya
Bimo pada istrinya.
"Boleh, gapapa... " jawab
Andin lalu
masuk kamar.
Andin langsung masuk ke kamar mandi
dan menyeka air matanya sebelum suaminya bertanya dan ia kewalahan menjawabnya.
"Sayang... " panggil Bimo dari luar kamar mandinya.
"I-iya Mas? " jawab Andin
lalu bercermin meyakinkan dirinya kalau ia sudah terlihat baik-baik saja.
Andin hanya diam selama membantu
suaminya berkemas. Sesekali ia mengelus perutnya dan mencari posisi yang nyaman
lalu melanjutkan aktivitasnya. Meskipun bimo sudah memintanya istirahat saja,
bahkan bimo memberikan ponselnya. Sengaja agar andin belanja online sambil
istirahat agar tidak kecapekan.
"Langsung aja mas, langsung
pulang aja... " pinta Andin
yang sudah tak nyaman, apalagi Silvia kembali memaksanya bercerai.
"Loh, gak nanti aja habis
makan malam? " tanya Bimo lalu duduk di samping istrinya.
"Sekarang aja Mas... " rengek Andin dengan matanya yang langsung
berkaca-kaca.
"I-iya... Sekarang... Langsung
pulang ya? " ucap Bimo lalu
memeluk istrinya.
Andin langsung mengangguk dengan
cepat. "Si Putri kita ajak aja gimana mas? " tanya Andin sambil menatap suaminya.
"No! Andin, putri kan anaknya Silvia.
Meskipun kita dah sama-sama dia terus. Gimanapun juga dia tanggung jawabnya
Silvia. Kamu jangan egois, ini pembelajaran buat Silvia... Biar Silvia yang
tangani... " jawab Bimo.
"Tapi mas... "
"Buat yang ini jangan ngeyel
ya... " potong Bimo lembu
lalu mengecup kening Andin. "Bentar lagi juga kita punya baby sendiri... " sambung Bimo.
Andin hanya mengangguk.
"Yaudah yuk pulang... "
ajak Bimo lembut.
●●●
Selama
di rumah Andin
tampak lebih baik meskipun ia terus memikirkan Putri. Bayangan Putri
yang terus mencarinya juga membuatnya merindukan keponakannya itu.
"Mau salad? " tanya Bimo
yang tengah membuat salad sayur untuk sandwichnya.
"Enggak Mas," jawab andin lalu memeluk suaminya dari belakang.
"Kangen Putri...
" bisik Andin pada suaminya.
"Minggu depan kesana... "
jawab Bimo lalu
memanggang rotinya. "Oh iya sayang, mau tujuh bulanan dimana? Rumah papa
apa ayah ?" tanya Bimo.
"Em, di sini aja gimana Mas? Cuma keluarga deket aja gitu?
" ucap Andin lalu mengambil gelas.
"Mas aja yang bikin susu...
" ucap Bimo
mengambil alih. "Keluarga inti maksudmu? Tapi pasti mama pengen ngundang
banyak orang sayang."
"Ya sudah Mas, aku ngikut aja... " jawab
Andin pasrah sama seperti saat pernikahannya dulu hanya saja kali ini Bimo
menolaknya dengan halus.
"Kalo kamu mau yang keluarga inti aja, nanti kita bikin acara liburan aja... " ucap Bimo lalu memberikan segelas susu untuk istrinya. "Sehat ya Nak... " ucap Bimo sambil membungkuk untuk mengecup perut Andin.