0
Home  ›  Chapter  ›  Young Money

Chapter 21

Chapter 21-1

Andin sama sekali tak berminat untuk menemui Silvia setelah sampai di apartemennya. Rasanya bimo juga senang dengan sifat Andin ini. Terlebih ia jadi tak perlu menanggapi permintaan labil adiknya yang memintanya cerai.

Yang benar saja, aku mau punya anak gini di suruh pisah... Batin Bimo tiap kali menatap istrinya.

Aku sama mas Bimo dah bisa cinta, dah mau punya anak masa cerai... Batin Andin tiap mendapati suaminya yang menatapnya.

"Apa? " tanya Bimo yang jadi salah tingkah karena mendapati istrinya yang terus memperhatikannya.

Andin langsung memalingkan pandangannya, lalu memeluk bantal di sampingnya.

Bimo langsung menghentikan aktifitas menulisnya lalu mendekati istrinya. "Kenapa hmm...?" tanya bimo lagi sambil memeluk istrinya dari belakang.

"Gak kenapa-napa... " jawab Andin sekenanya.

Bimo terkekeh pelan mendengar jawaban istrinya. "Kamu bikin salting[1] tau gak? " tanya Bimo lalu mengecup pipi istrinya dengan gemas.

"Mas, mau makan siang apa ?" tanya Andin sambil menurunkan tangan suaminya ke perut.

"Kamu mau makan apa? " tanya Bimo.

"Ih kok balik tanya... " jawab Andin.

"Idih GR aku tanya sama anakku kok... " goda Bimo yang hanya di tanggapi dengan cubitan kecil dari istrinya sampai ia mengaduh pura-pura kesakitan.

●●●

Rasanya hampir tiap hari di habiskan hanya untuk bersantai, menjalankan hobi juga memeriksakan kandungan di tiap minggunya. Semua terasa normal dan baik-baik saja, harmonis dan penuh cinta. Sampai ada kabar kalau Silvia melahirkan.

Bimo dan Andin datang untuk memberikan suport pada Silvia. Meskipun Silvia tak mau bertemu dengan Andin. Andin yang tau diri dan tak mau mempersulit keadaan memilih mengalah. Meskipun begitu Andin terus mendoakan yang terbaik untuk Silvia. Pak Trisno juga ikut datang setelah menerima kabar dari Andin.

"Gimana? " tanya pak Trisno begitu sampai.

"Sejauh ini baik... Semoga lancar... " jawab Bimo sambil menyalimi mertuanya lalu duduk di samping istrinya.

Pak Trisno hanya mengangguk lalu duduk menunggu sambil mendoakan Silvia. Sementara kedua orang tua Bimo mendampingi Silvia selama proses melahirkan yang terasa begitu lama. Sampai akhirnya tangis bayi terdengar menggelar. Bimo langsung masuk, begitu pula dengan Andin dan ayahnya.

Semua tampak lega dan senang karena Silvia dan bayi perempuannya sehat. Silvia sama sekali tidak tampak bahagia. Tangis nya pun bukan tangis haru seperti ibu-ibu lain yang menyambut kehadiran buah hatinya. Tak hanya itu Silvia bahkan menolak untuk memberikan ASI pada bayinya.

Semua berusaha membujuknya. Bahkan sampai ia di pindahkan dari ruang bersalin ke ruang rawat inapnya. Ia masih tak mau menyusui bayinya. Jangankan menyusui, menggendong dan memandangi nya saja ia tak mau.

"Biar aku aja yang gendong Ma... " ucap Andin menawarkan diri.

Bu Alin hanya mengangguk lalu memberikan cucunya yang belum memiliki nama itu pada Andin. Andin tampak senang saat menggendong keponakan kecilnya. Bahkan saat memberikannya glukosa sebagai pengganti ASI sementara Andin juga yang mengurusi. Bahkan rasanya kelahiran bayi perempuan dari rahim Silvia itu terasa seperti kelahiran bayi Andin dan Bimo. Andin dan Bimo tampak kompak menjaga dan menenangkan bayi kecil itu.

"Emm... Bobo lagi... " bisik Andin sambil memandangi bayi dalam gendongannya.

Baca juga Bab 39 – Positiv

"Bentar lagi punya sendiri... " bisik Bimo pada istrinya lalu mengecup pipi bayi mungil yang baru saja tidur dalam gendongan Andin.

Silvia tampak sangat kesal melihat betapa kakaknya sangat menyayangi Andin. Apa lagi sekarang mereka menjadikan anaknya sebagai objek imajinasi. Andin juga tampak begitu menyayanginya bahkan saat pertama menggendong bayinya, rasanya Andin dan Bimo yang menjadi orang tua.

Tak selang lama setelah bayinya terlelap di dalam box bayinya, Aldo datang bersama istrinya yang baru. Silvia tampak kesal bukan main. Begitu pula dengan keluarganya yang tak menyambut Aldo bahkan sangat ketus padanya.

"Kamu makin cantik pakek hijab gitu... " puji Aldo saat melihat Andin yang menatapnya dengan tajam dan penuh rasa benci meskipun Andin tampak masih takut padanya.

Bimo hanya diam lalu merangkul Andin.

"To the poin saja, apa mau mu? " tanya Silvia ketus.

"Ah, benar... Ini bayiku juga kan? Kamu kelihatannya gak suka dan gak siap jadi ibu. Bagaimana kalau aku saja yang ngurus? Jadi kamu, bisa cari pasangan baru dan gak perlu neror istriku atau menelponku tiap malam... " ucap Aldo terus terang.

Silvia hanya diam lalu memalingkan wajahnya. Terlalu kesal. Ingin sekali ia menghajar mulut tak tau diri itu. Atau menjambak rambut wanita jalang itu sampai botak. Kalau saja ia sudah sedikit pulih setelah melahirkan.

"Kamu bisa hubungi aku kalo kamu mau buang bayinya... " ucap Aldo lalu pergi.

"Ini... Buat beli susu..." ucap wanita yang di bawa Aldo menyerahkan amplop pada Silvia yang langsung di lemparnya kembali.

"Makan saja uangnya, aku tidak butuh uangmu!  " kesal Silvia.

Silvia hanya diam dalam tangisnya yang langsung pecah. Ini bukan yang dia mau, bukan kehidupan seperti inI yang ia dambakan. Bimo juga langsung pergi bersama istrinya. Tak mau terlalu lama dan membuat istrinya tak tenang juga memberikan celah pada Aldo untuk datang dan mendekatinya lagi. Tidak lagi!

●●●

Selama hampir seminggu bahkan persiapan akikah sudah di laksanakan, silvia masih tak mau menyentuh dan melihat bayinya. Bahkan ia menamainya secara acak. Putri,  hanya itu yang terlintas di kepalanya. Karena jenis kelamin anaknya perempuan. Hanya itu.

Tapi sayang, saat hari akikah putrinya berlangsung Silvia menghilang entah kemana. Hilang begitu saja. Tak bisa di hubungi lagi, hanya pesan singkat yang di kirim ke ayahnya saja pesan terakhirnya saat dini hari.

 

 

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

 

 

 

Dan tak ada lagi kabar setelahnya. Entah pergi kemana Silvia itu. Entah dimana ia menenangkan dirinya. Bayi perempuan yang begitu ringkih dan tak di inginkan itu juga langsung di telantar kan. Hanya baby sitter yang menjaga dan merawatnya. Bu Alin dan Andin juga. Tapi tak bisa lama-lama karena urusan masing-masing.

Meskipun akhirnya Silvia ketemu dan bisa di awasi. Rasanya tetap saja, Silvia tak mau pulang untuk melihat putrinya dalam waktu dekat.

"Putri Maratus Sholikah? Gimana? Bagus gak? " tanya Andin yang menggendong keponakannya dengan hati-hati.

"Bagus, padahal baru mau ku kasih nama Jenar, biar keliatan keren. Tapi pilihan mu juga bagus... " jawab Bimo lalu mengecup kening istrinya.

"Kalian kalo mau mesra jangan di depan Silvia ya... Mama khawatir dia cemburu, iri... " ucap bu Alin.

"Ah iya ma... " jawab Bimo yang di angguki Andin. "Oh iya ma, Silvia dah di cari? " tanya Bimo.

"Udah, dia di rumah temannya. Vina apa siapa mama lupa. Tapi dah ketemu lagi di awasi..." jawab bu Alin.

"Jadi khawatir... " gumam Andin. "Kasian kamu Nak, di tinggal mamamu terus ya... " ucap Andin pada bayi di gendongannya.

Karena rasa keibuannya yang tinggi dan sebentar lagi ia juga menjadi ibu. Andin akhirnya memaksa suaminya untuk tinggal, setidaknya sampai Silvia pulang dan mau menerima putrinya yang tak berdosa. Meskipun Bimo awalnya tak setuju dan khawatir Andin akan terlalu lelah.

Beberapa bulan berlalu, dan Andin masih merawat Putri dengan baik. Kandungannya juga sehat dan makin membesar. Bimo lama kelamaan juga menerima Putri yang jadi makin menggemaskan dan terkadang tak mau lepas darinya.

"Mas, pengen anggur... " bisik Andin pada Bimo yang sudah terlelap.

"Hmm... " jawab Bimo yang hanya berdeham lalu memeluk Andin dan mengelus perutnya.

"Mas, aku pengen banget makan anggur Mas... " pinta andin lagi sambil mencium pipi suaminya dan menepuk bahunya.

"Besok gak bisa sayang? Aku ngantuk... " jawab Bimo yang masih memejamkan mata.

"Besok ya Nak... Sabar... " ucap Andin sambil mengelus perutnya.

"Iya, sekarang ini mau cari anggur... " jawab Bimo yang langsung bangun setelah mendengar ucapan Andin pada bayi di perutnya.

Tak lama suara tangis Putri terdengar, Andin langsung menenangkannya dengan sabar, sementara Bimo mencarikannya anggur.

"Mas, sama ice cream vanila boleh? " tanya Andin.

"Boleh... " jawab Bimo. "Ada lagi? " tanyanya sebelum keluar.

"Sudah... Maaf ya Mas, bikin repot... " ucap Andin sambil memberikan dot susu milik Putri.

"Gapapa, kan aku yang bikin hamil... " ucap Bimo lalu mengecup kening Andin. "Sabar ya Nak... " sambung Bimo lalu mengecup perut Andin yang mulai membuncit di balik dasternya.

Bimo benar-benar mencarikan anggur untuk istrinya sampai ia rela malam-malam pergi ke supermarket 24 jam di kota. Bimo bahkan membeli cukup banyak jenis anggur dan buah beri untuk Andin, tak hanya itu ia juga membeli yoghurt dan macam-macam rasa ice untuk istrinya. Bahkan karena ia datang malam dan beli dalam jumlah banyak bimo sampai dapat bonus dan potongan harga. Ia juga dapat pengemasan khusus dengan steirofom karena pembelian ice cream-nya.

"Rejeki anak... " gumam Bimo sambil memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil.

Tapi tak Bimo sangka saat ia akan pergi ia mendapati seorang wanita yang di usir dari caffe yang tak lain adalah adiknya. Bimo buru-buru mendatanginya lalu membantunya. Silvia teler. Tubuhnya bau rokok dan alkohol, tubuhnya juga sangat kurus. Dengan cepat Bimo membawa silvia ke klinik.

Setelah pemeriksaan dan hasilnya Silvia hanya tertidur karena terlalu mabuk. Bimo memutuskan untuk membawanya pulang.

Chapter 21-2 



[1] Salah Tingkah

30
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share