Chapter 10
Flashback On
"Di icipin ya, aku tadi yang masak.
Semoga suka... " ucap Andin yang tiba-tiba masuk ke kamar Silvia.
"I-iya kak... " jawab Silvia gugup
lalu berusaha bangun.
Andin langsung membantunya bangun dan duduk.
Andin menatap kamarnya sebentar. Silvia sangat malu, selain berantakan pasti
Andin sudah tau masalahnya. Silvia bahkan malu dan jijik pada dirinya sendiri.
"Aku ambilin minum ya biar gak seret...
" ucal Andin lalu cepat-cepat keluar dan datang kembali dengan sebotol air
dingin. "Kalo Silvia suka di habisin ya, aku keluar dulu biar gak di
cariin... " ucap Andin lalu berjalan keluar.
Jelas terlihat kalau Andin diam-diam
memberinya makanan dan memperhatikannya. Silvia benar-benar tersentuh akan
perhatian Andin yang baru di kenalnya. Apalagi bila Andin ketahuan pasti bakal
kena omel semua orang.
Silvia yang dari semalam belum makan langsung
menghabiskan nasi goreng dan omlet buatan Andin dengan lahap. Bahkan Silvia tak
pernah selahap ini sebelumnya. Ini juga kali pertama ada yang memperhatikannya.
Orang tua yang selalu sibuk kerja dan kakaknya
yang asik dengan dunianya sendiri. Membuat Silvia begitu kesepian hingga
kekurangan kasih sayang. Baru kali ini ada orang yang memperhatikannya di
rumah, meskipun itu sudah sangat terlambat. Mungkin kalau ia kenal Andin lebih
awal ia tak akan terjerat pergaulan bebas seperti sekarang.
"Silvia dah habis? " tanya Andin
yang sudah rapi dengan segelas susu coklat dingin dari kulkas. "Di minum
ya," ucap Andin lalu merapikan piring bekas makanan Silvia. Silvia hanya
mengangguk dan menatap Andin yang berlalu begitu saja.
Flashback Off
Silvia beberapa kali mengirim pesan pada Aldo
dengan balasan yang sangat lama dari Aldo. Silvia sangat menginginkan telur
asin sekarang, ngidam aneh yang tak mungkin Silvia lakukan sebelumnya. Tapi mau
bagaimana lagi bayi di perutnya sangat menginginkannya. Sampai akhirnya Aldo
menjawab pesan dari Silvia kalau ia tengah di marahi orang tuanya. Tapi kabar
baiknya orang tua Aldo tetap merestui Aldo yang akan bertanggung jawab atas
Silvia.
Cukup lama Silvia menunggu pesanan telur
asinnya setelah akhirnya memutuskan memakai layanan pesan antar. Tapi sialnya
si driver membatalkan pesanan Silvia setelah lama menunggu. Silvia marah dan
kesal bukan main. Ia langsung mereview dengan buruk lalu menangis karena apa
yang di inginkannya tak terwujud.
Lain Silvia, lain lagi Bimo yang tak bisa
tidur karena Andin kembali mengobatinya sebelum pergi dan sentuhan lembut Andin
membuatnya ingin terus di sentuh Andin. Sampai akhirnya Bimo mencoba tidur di
sofa seperti yang di lakukan Andin.
Ya ampun gak enak banget gini! Andin kok bisa
tidur? Batin Bimo heran dan merasa bersalah membuat Andin mengalami malam yang
tidak mengenakkan tiap istirahat malam.
"Pantesan bangun pagi terus. Kayak gini
tempatnya mana ada yang bisa tidur... " ucap Bimo sambil memindah bantal
Andin ke tempat tidurnya, lalu menyingkirkan selimut yang biasa di pakai Andin.
Bimo mulai mengecek koper Andin. Bajunya
sedikit sekali, itupun tak ada yang di pindahkan ke lemari karena memang lemari
Bimo penuh semua. Bimo kembali iseng dengan ke kamar mandi dan mengecek
peralatan Andin di sana. Semua diletakkan dalam satu box pastik, hanya ada
sabun muka, sikat gigi, pelembab, dan lipstik yang hampir habis juga sebuah
cottonbut sebagai pengganti kuas untuk lipstiknya.
"Ini perlu di ganti semua... " gumam
Bimo yang akhirnya memikirkan Andin.
Bimo kembali ke koper Andin san mengecek siapa
tau ada sesuatu lagi yang belum ia temukan. Seperti aksesoris mungkin, semacam
jam tangan atau sejenisnya. Tapi sayangnya Bimo tak menemukannya sama sekali.
"Masa iya dia cuma pakek cincin kawin
doang... " ucap Bimo tak percaya lalu merapikan seperti semula dan kembali
tiduran di ranjangnya.
Baru matanya terpejam sebentar, otaknya yang
sialan teringat soal foto pernikahannya dulu yang di cetak dengan ukuran kecil
dan pas untuk hiasan di atas lacinya. Mungkin dengan memasang foto itu Andin
bisa merasa lebih nyaman pikir Bimo lalu meletakkan foto yang ia simpan di
antara buku-bukunya ke atas laci.
●●●
Andin kali ini datang bersama ayahnya yang
akan menginap di rumah mertua Andin. Hanya telur asin dan pisang yang di
bawanya. Meskipun begitu Andin sangat senang dengan kehadiran ayahnya, meskipun
ayahnya hanya menginap semalam saja nantinya.
Andin terlihat sibuk melayani ayahnya,
meskipun Andin melakukannya dengan sangat bahagia. Bimo baru keluar kamarnya
sore dengan wajahnya yang masih mengantuk meskipun sudah mandi. Andin tidak
memasak apa-apa awalnya. Tapi melihat telur asin yang menggoda, akhirnya ia
kembali memasak. Oseng cabai dan telur asin, lebih terlihat seperti sambal
matah dengan telur asin sebenarnya.
"Silvia mau makan? " tanya Andin
yang tengah menonton tv bersama ayahnya.
Silvia hanya mengangguk lalu menyalip ayah
mertua kakaknya itu. Andin langsung bangun dan menemani Silvia sejenak.
"Ada telur asin loh, Silvia doyan gak?
" tanya Andin sambil membukakan tudung saji.
"Ya ampun! Dari tadi aku pengen banget
kak makan ini! Akhirnya..." ucap Silvia senang.
Andin dan ayahnya ikut menemani Silvia makan.
Silvia makan dengan sangat lahap hanya dengan telur asin saja. Pak Trisno
sampai tidak enak hati melihat Silvia begitu lahap. Bahkan pak Trisno juga jadi
khawatir bila Andin tak diberi makan atau makan tidak cukup di rumah mertuanya.
"Mas Bimo... " panggil Andin begitu
melihat Bimo keluar kamar.
Bimo yang akan menyalimi ayah mertuanya
langsung di tarik Andin agar kembali ke kamar dengan cepat. Andin tau bila ada
Bimo nantinya Silvia akan menghentikan makannya dan kembali mengurung diri di
kamar. Bimo hanya mengikuti Andin yang menariknya masuk ke kamar, bahkan Bimo
jadi deg-degan dan memikirkan hal sensual yang akan di lakukan Andin setelah
mengunci pintu kamar.
Gak, gak mungkin Andin seagresif itu! Batin
Bimo mengusir pikiran kotornya.
"Loh Mas, kok selimut sama bantalku
hilang? " tanya Andin syok.
"I...iya... K...ka...kan...kan kita...
Kita dah nikah... Ma... Mas... Masak iya tidur pisah... " jawab Bimo gugup
lalu memalingkan wajahnya karena malu, begitu pula dengan Andin yang melakukan
hal yang sama.
Situasi langsung beku dan canggung.
Jelas-jelas Bimo dan Andin belum siap untuk sesuatu seintim itu. Bagaimana bisa
Bimo berpikir Andin akan nyaman dengan keputusannya.
"Lagian, di sofa kan gak enak, keras.
Kamu juga gak pernah tidur enak kan waktu di sini. Ngejingkrung terus kayak
udang bongkok... " ucap Bimo berusaha mencairkan suasana. "Nanti ada
gulingnya kok! Jadi ada jarak! " sambung Bimo yang meninggikan suaranya
karena salah tingkah sendiri.
Andin hanya mengangguk pelan dan merasa akan
tidak berjalan lancar. Tidur beda tempat saja masih membuatnya canggung apa
lagi seranjang. Huft bisa mati konyol lama-lama. Hup! Bimo dan Andin kompak menutupi wajah masing-masing
dengan kedua telapak tangan mereka lalu memunggungi satu sama lain karena malu.
Mas Bimo gak salah, ini juga wajar. Aku sama
mas Bimo dah dewasa, dah nikah. Gak mungkin selamanya bakal tidur pisah...
Batin Andin berusaha memaklumi dan menerima perlakuan Bimo.
Ini wajar! Aku dah jadi suami istri. Silvia
yang kumpul kebo aja bisa masa aku yang halal enggak! Tapi, argh!!! Ini kenapa
bertolak belakang banget sama apa yang ku tulis di novel! Kalo sampe Andin tau
dan percaya kalo aku Ten Ayashi, bisa di ketawain habis-habisan aku! Batin Bimo
panik namun tetap berusaha menguasai keadaan dan situasi yang terlanjur terjadi
ini.
●●●
Hingga malam menjelang, usai makan malam
dengan sangat menyenangkan dan hangat. Bersama Silvia juga yang besok akan
menikah jauh sangat cepat dari perkiraan. Andin kembali ke kamar dan mengobati
Bimo, yang kini sudah seperti kebiasaannya. Andin jadi jauh lebih canggung
begitu pula dengan Bimo.
Andin juga akhirnya tidur bersama ayahnya
setelah membantu Silvia merapikan kamar. Juga di bantu pembantu rumah tangga
agar lebih cepat selesai. Sementara Bimo kembali tidak tidur semalaman. Padahal
paginya ia harus menjadi saksi di pernikahan adiknya.