Chapter 6
Bimo menatap jijik ke arah Aldo dan Silvia
yang masih bisa menyiapkan pernikahan mereka saat Andin masih berkabung begini.
Bimo yang pulang hanya untuk mengambil baju ganti dan kembali menginap di rumah
Andin untuk pengajian.
"Kamu ini gak tau diri apa ngejar waktu
sebelum melahirkan? Harusnya aku minta waktu lebih banyak biar perutmu besar!
" ucap Bimo pada Silvia dan Aldo sengit lalu pergi begitu saja.
Silvia cukup tersentak dengan ucapan kakaknya.
Beruntung Aldo ada di sampingnya dan siap menenangkannya. Meskipun tak lama
orang tuanya datang dan menatapnya tajam karena menangis dalam pelukan Aldo.
"Kamu kenapa? " tanya pak Hendro
tegas.
"Kakak gak marah aku nyiapin nikahan
waktu kak Andin lagi berkabung gini... " jawab Silvia berdusta.
●●●
Andin masih memakai mukenanya dan membaca do’a
untuk ibunya, pak Trisno juga begitu. Bimo masuk ke kamar Andin dan membawakan
novel Andin yang ada di kamarnya. Siapa tau bisa menghibur hatinya.
Selama tiga hari tinggal di rumah Andin yang
jauh berbeda dengan rumahnya, Bimo belajar banyak hal. Bimo juga perlahan bisa
menerima Andin sebagai istrinya dan mau belajar mencintai Andin. Bagaimanapun
juga Andin akan tetap menjadi tanggungannya.
"Mas, udah makan? " tanya Andin yang
berusaha tegar dan mulai mengurus pekerjaan rumah tangga lagi. "Mau teh?
" tawar Andin sambil menuang air panas dari ceret ke termos.
"Kamu aja yang makan. Aku dah makan
terus... " jawab Bimo.
Andin kembali diam lalu membuatkan teh untuk
ayahnya. Setelah memberikan teh untuk ayahnya yang tengah duduk di depan tv
sambil memandang foto keluarga kecilnya. Andin mulai mengambil piring dan nasi
dengan lauk sambel bawang dan bandeng presto yang sudah di goreng, mungkin
tetangganya yang menyiapkan kemarin.
"Kamu suka novel ya? " tanya Bimo
yang menemani Andin makan.
Andin hanya mengangguk lalu menghela nafas dan
menelan makanannya. "Aku gak kuat beli tiket bioskop, aku suka cerita yang
di buat Ten Ayashi... " ucap Andin sambil tersenyum simpul.
"Oh ya? " tanya Bimo tak percaya.
Andin hanya mengangguk lalu melanjutkan
makannya, sementara Bimo masih terkejut bahwa ia menikahi fansnya sendiri.
Orang yang jelas bisa mengapresiasi karyanya dan selalu ada untuknya.
"Pernah ke meet and great dong? "
tanya Bimo lalu mengambilkan minum untuk Andin.
"Makasih... " Andin meneguk air
minum yang di tuangkan Bimo. "Aku belum pernah kesana. Waktu itu pernah
dia bikin meet and great di deket sini. Aku mau ke sana ibu pas lagi parah.
Jadi aku pura-pura kesana terus balik ke sini lagi."
"Emang kamu mau minta tanda tangan berapa
buku? "
"Aku punya lima belas bukunya dari tiga
puluh lima bukunya. Dia produktif sekali."
"Terus? "
"Aku tanda tangan in sendiri semua
bukunya... " bisik Andin melanjutkan ceritanya agar ayahnya tak
mendengarnya.
Bimo hanya tersenyum lalu mengangguk. Andin
menundukkan pandangan juga dan sedikit tersenyum lalu bangun dan merapikan meja
makan.
"Ini loh Mas bukunya... Beberapa bajakan
sih. Tapi waktu itu aku dah bawa delapan yang ori buat minta tanda
tangan," ucap Andin memamerkan koleksinya yang tak seberapa.
"Kamu baca punya siapa aja? " tanya
Bimo kepo.
"Em... Hilman, Andrea Hirata, Raditya
Dika, Ann Aguirre, Ten Ayashi, komik juga ku baca. Kayak One Piece, komik
cinta-cinta gitu. Tapi semua ku jual waktu itu."
"Kenapa? "
"Di jadiin obatnya Ibu. Tapi aku gak jual
yang Ten Ayashi."
"Kenapa? "
"Aku mau ke meet and greatnya waktu
itu... Aku penasaran dia siapa, aku cari fotonya dia pakek masker mulu, dah
gitu pakek kacamata item sama topi lagi. Nyebelin banget bikin penasaran. Gak
sekalian aja pakek topeng Ultraman dia ini... "
Bimo hanya tertawa kecil sambil geleng-geleng
kepala lalu melihat bukunya yang di tanda tangani Andin sendiri.
"Kenapa kamu gak nekat dateng aja? Pasti
dia seneng tau kamu sampe kayak gini buat dia... " pancing Bimo.
"Ibu batuk berdarah waktu itu. Aku dah
siap semua. Ibu maksa, tapi dateng kesana aku perlu bayar HTM juga lima belas
ribu. Makannya aku gak kesana. Disana juga rame mana mungkin aku di notice.
Akhirnya aku beli spidol di mini market, ku tanda tangani aja sendiri. Terus
pulang. Ibu ayah bilang gapapa sih, dulu juga di paksa tetep datang. Tapi
yaudahlah nanti kalo dia bikin buku lagi paling bikin meet and great lagi.
Masih ada kemungkinan ketemu," cerita Andin panjang lebar. "Kamu
sendiri suka novel juga Mas? "
"Aku suka, aku editor naskah gitu. Masih
belajar... "
"Ten Ayashi juga sering bilang gitu.
Seorang penulis yang baru memulai dan masih belajar."
Bimo kembali tersenyum tak menyangka Andin
hafal kata pengantar yang jarang di baca.
"Rembulan, bisakah kau tuangkan air garam
di lukaku yang menganga ini... " ucap Bimo.
"Agar aku paham perihnya lukaku tak
sebanding dengan pengorbananmu. Ahahaha... " ucap Andin menyambung ucapan
Bimo lalu tertawa bersama.
"Hafal ya kamu? "
"Aku baca hampir tiap hari. Ku
ulang-ulang sampai aku beli novelnya yang baru ini... "
"Kamu kalo ketemu dia mau ngapain
emangnya? "
"Minta tanda tangan."
"Itu aja? "
"Em, salaman mungkin sama foto bareng.
"
"Udah? "
"Ya emang mau gimana? Minta peluk? Cium?
Emang aku cewek apaan. Kata ibu kalo aku punya suami gak boleh pegang-pegang,
ngelirik, apa lagi sayang ke yang lain. Nanti dosa."
"Meskipun suamimu aku? Kamu gak kenal aku
kan? "
"Emang kenapa? Mas Bimo gak mau ku anggap
suami ya? " Andin langsung menggeser duduknya dan menatap Bimo sedih.
"Bukan gitu. Kamu kok mau punya suami
yang gak kamu cintai? Gak kamu kenal lagi," jelas Bimo.
"Mas sendiri kenapa mau sama aku? "
Jleb! Sekakmat! Bimo kehabisan kata-kata untuk
menjawab pertanyaan Andin. Tak mungkin ia menjawab adikku hamil duluan, baru
boleh nikah setelah aku nikah. Bisa-bisa ia mengecewakan Andin atau membuatnya
sedih lagi.
"Kan orang tua yang nyuruh... "
jawab Bimo setelah lama berfikir.
"Em, sama aku juga..." ucap Andin
lalu menundukkan pandangannya sambil tersenyum.
"Ayahmu di ajak tinggal bareng aja gimana
?"
"Aku gak yakin ayah mau, tapi nanti ku
tanyakan. Mas dah mau pulang? "
"Enggak, kan dia disini sendiri. Mending
kan ikut kita bisa rame-rame... "
Andin hanya mengangguk paham lalu menggenggam
tangan Bimo. "Makasih sudah banyak membantu keluargaku... " ucap
Andin tulus.
Bimo hanya mengangguk sambil tersenyum
mendengar ucapan Andin yang sangat tulus padanya.
●●●
Pak Trisno yang masih ingin mengenang istrinya
tak mau untuk pindah rumah. Ia memilih tetap di rumahnya yang sempit dari pada
ikut Andin dan Bimo. Apalagi sekarang keluarga Bimo di sibukkan dengan
persiapan pernikahan Silvia. Di rumah Bimo juga Andin masih tidur di sofa
sambil membaca buku milik Bimo.
"Aku mau keluar, kalo kamu mau
pergi-pergi chat aja ya... " ucap Bimo lalu pergi tanpa menyalimi Andin
yang asik membaca.
"Iya mas, hati-hati ya... " ucap
Andin.
Bimo hanya mengangguk. Rasanya masih canggung
untuk banyak bicara dengan Andin setelah kembali kerumahnya. Setidaknya Andin
tidak sedih lagi Bimo bisa bernafas lega. Bimo juga tidak ikut membantu satupun
pekerjaan rumah soal pernikahan adiknya. Bimo juga melarang Andin ikut membantu
persiapan pernikahan Silvia yang jelas sangat di maklumi. Orang tua Bimo juga
senang karena Bimo serius menjaga Andin, meskipun hubungan awalnya karena
paksaan.