Chapter 25
Bimo
dan Andin yang
berencana untuk membuat pesta barbeque
mulai menyiapkan peralatan dan berbelanja. Bimo terus menemaninya dan Andin rasa suaminya makin protektif
padanya. Saat periksa kandungan juga Bimo
terus menggenggam tangan Andin,
tak hanya itu saat Andin ke
kamar mandi pun Bimo sampai
ikut menunggunya selesai di depan pintu.
"Sayang, kalo kita cari baby sitter
buat Putri
gimana? " tanya Bimo sambil
menggenggam tangan istrinya yang duduk manis di sampingnya saat menyetir.
"Emang bibi, mama, sama aku
kurang Mas? "
tanya Andin heran
sambil menatap Bimo.
"Gak gitu, tapi bentar lagi
kan kamu melahirkan... Kamu juga perlu ngurus anak kita, jadi ku pikir perlu
ada baby sitter buat Putri...
" jelas Bimo.
"Yaudah aku setuju aja Mas," jawab Andin menyetujui
permintaan suaminya. Toh kalau ia tidak setuju Bimo juga tetap nekat. "Mas, aku pengen jajan pangsit...
" pinta Andin sepontan setelah terdiam sejenak.
"Pangsit? " tanya Bimo heran yang hanya di angguki Andin.
"Yang di tempat tadi? "
tanya Bimo yang
teringat tempat parkirnya tadi.
"Terserah yang mana aja, aku
pengen makan pangsit... " jawab Andin dengan tatapan memohon pada suaminya
yang fokus menyetir.
"Yang deket SMA aja ya? "
tawar Bimo yang
langsung di angguki Andin dengan
semangat.
Sesampainya di sana Bimo langsung
memesan pangsit berisi ayam, udang dan potongan daun bawang. Sembari menunggu
Bimo kembali ke mobil menemani istrinya sambil berbelanja online, memilih beberapa hiasan untuk kamar anaknya, baju untuk Putri, sampai lingerie[1]
super sexy yang sengaja di beli Bimo untuk istrinya.
"Ih mas Bimo... " ucap Andin
tersipu setelah memelototi belanjaan yang di ambil suaminya dalam keranjang onlinenya.
"Kita kan dah nikah, halal
dong... " ucap Bimo membela
diri lalu mencium pipi Andin gemas.
Andin hanya diam lalu mendorong
suaminya pelan karena masih malu dan sudah membayangkan bagaimana ia nanti saat
memakai lingerie sexy
itu.
"Permisi Mas... " ucap pedagang pangsit yang mengantar pesanan Bimo.
"Oh iya... " ucap Bimo lalu menerima plastik berisi
pangsit.
"Andin? " panggil
pedagang itu ragu sambil menatap Andin.
Andin dan Bimo langsung menatap pedagang itu dengan seksama.
"Oh temenmu? " tanya Bimo pada istrinya lalu membuka pintu
mobilnya dan keluar di ikuti Andin.
"Iya dulu temanku... "
jawab Andin dingin.
"Wah sudah hamil, ini suamimu?
Kapan nikah? Ku kira kamu belum nikah... Baru mau ku ajak balikan... "
ucap pedagang itu yang langsung menunjukkan kekecewaannya.
"Bram, kita cuma teman. Dari
awal kamu juga cuma deketin aku soalnya dulu aku orang kaya, waktu aku down kamu yang ninggalin. Jadi tolong
jangan kecewa atau yang lainnya... Sudah... Permisi... " ucap Andin lalu kembali masuk ke dalam
mobil dan menutup pintu.
"Maaf... " ucap Bram lirih sambil menatap Andin.
Andin kembali membuka pintu
mobilnya dan memberikan plastik pangsit itu pada Bram. "Ambil saja, uangnya juga... Mas ayo pulang...
" ucap Andin lalu kembali masuk kedalam mobil diikuti Bimo yang bingung.
●●●
"Sayang..."
panggil Bimo
lembut setelah Andin mandi
dan hanya diam sejak sampai di rumah. "Tadi kenapa? " tanya Bimo lembut lalu memeluk menyisir
rambut istrinya.
"Aku sebel sama dia, orang
jahat... " jawab Andin
singkat.
"Belum move on hmm? "
tanya Bimo sambil
menahan rasa cemburu.
Andin langsung menggeleng.
"Maaf ya Mas, aku
cuma sebel... Bukan masalah move on
atau apa lah itu... Itu juga gak penting sekarang... Tapi gara-gara dia Salma sama aku jadi musuhan...
" jawab Andin sambil
menatap suaminya.
"Salma siapa? " tanya Bimo bingung.
"Temenku... Sahabat...
Setidaknya dulu gitu Mas. Waktu
itu aku masih pacaran sama Bram
ternyata Bram naksir
sama Salma. Gak
lama waktu tau ayah bangkrut mereka pacaran. Salma bilang Bram yang ngajak jadian... Aku sakit hati, tapi aku jadi makin
sakit hati dan kecewa waktu denger kalo Bram
suruh Salma buat
ninggalin orang miskin kayak aku..." jelas Andin secara singkat dengan sedih.
Bimo hanya mengangguk, lalu
mengecup kening Andin dan
memeluknya. "Tapi sekarang dah gak ada perasaan apa-apa kan sama Bram? " tanya Bimo memastikan.
"Sama sekali gak ada Mas... " jawab Andin meyakinkan suaminya lalu
mengecup bibirnya dengan lembut.
"Aku cemburu kalo kamu mikirin
orang lain selain aku sama anak kita... " ucap Bimo terus terang.
"Iya Mas, aku paham... " jawab Andin lalu menggenggam tangan suaminya. "Kita jadi bikin barbequean kan?
" tanya Andin sambil
menggandeng suaminya keluar kamar.
"Kalo makan malam pakek pasta
aja gimana? " tanya Bimo
sambil mengikuti istrinya.
●●●
Andin
membuatkan makan malam dengan sederhana namun terasa sangat
sepesial. Bukan hanya karena di makan berdua di taman belakang. Tapi Andin juga hanya membuat dua porsi
untuknya dan Bimo. Bahkan
sampai mertuanya hanya mencicipi tanpa bisa menyantap utuh seporsi.
Andin sebenarnya ingin masak
banyak, tapi karena Bimo sudah
menatapnya dengan wajah di tekuk dan lagi sudah sempat cemburu. Andin jelas tak
mau mencari masalah dan memilih untuk menyenangkan hati suaminya. Meskipun ia
harus mendengar sindiran mertuanya yang tak bisa ikut makan malam romantisnya.
"Ya, tau gini tadi Papa ngajak Mama makan malam di luar... Gak taunya cuma jadi obat
nyamuk... " sindir pak Hendro.
"Iya Pa, maklum... Masih baru... Tau gini mama beli lauk... Kasian
cuma makan pakek apaan ini... " imbuh bu Alin dengan memelas menyindir Andin dan Bimo.
"Mama Papa apaan sih? Kayak gak pernah muda deh... " ucap Bimo menanggapi sindiran orang
tuanya.
"Pa ada suara Pa... Serem... " ucap bu Alin
seolah tak melihat Bimo.
"Ah gak ada suara Ma, perasaan mama aja kali... "
jawab pak Hendro.
"Mama denger suara orang
nyinyir Pa... "
ucap bu Alin lalu
tertawa bersama suaminya.
Andin hanya diam sambil tersipu
saat mendengar mertuanya yang menggodanya dengan sindiran.
"Udah Mas, lanjut makannya... " ucap Andin sambil menyentuh bahu suaminya. "Besok Andin bikin sarapan Ma... " sambung Andin sambil tersenyum manis.
Apa
keluargaku terlalu membebani Andin?
Sampe makan aja harus Andin
juga yang masak semua... Batin Bimo sambil menatap istrinya yang mengambilnya potongan
daging.
"Kamu gak harus masak tiap
hari kalo capek... Kamu istriku... Cuma wajibnya melayani aku... " ucap Bimo sambil menuangkan air untuk Andin.
"Gapapa Mas, aku suka masak... Aku suka liat semua orang makan lahap
gara-gara masakanku... " jawab Andin
lembut. "Sejak Ibu sakit
aku jadi biasa ngurus semuanya... Ngurusin rumah, masak, kerja... Ini gak masalah... Aku suka Mas... " sambung Andin.
Bimo hanya menghela nafas mendengar
ucapan istrinya. Ia tak pernah tau dengan pasti apa yang Andin rasakan. Apa Andin tertekan, lelah, sedih atau
apa pun itu. Karena ya... Memang Andin selalu mengatakan itu tidak apa-apa dan Andin juga selalu mengerjakannya
dengan senang hati.
"Tapi kamu di sini buat jadi
istri... Bukan pembantu... Aku maunya kamu jadi istriku... Cuma fokus sama
aku... " sambung Bimo
menegaskan.
Apa
mas Bimo masih
cemburu soal Bram ya? Aduh
harus gimana ini... Batin Andin tidak enak dan serba menduga-duga.
"Paham? " tanya Bimo lagi.
"Iya Mas... Tapi aku gak... Em... Nanti saja... " ucap Andin mengurungkan niatnya untuk
bertanya.