Chapter 12
Selama seminggu Andin hampir selalu di kamar
meskipun Aldo dan Silvia sekarang tinggal di rumah orang tua Aldo. Bahkan Andin
terlihat lebih kurus lagi karena hampir tak pernah makan selama di rumah
mertuanya. Pak Trisno juga belum pulang karena kondisi Andin yang sangat
mengkhawatirkan. Sampai akhirnya Bimo memutuskan untuk membawa Andin untuk
tinggal bersama di apartemennya yang sudah lama ia beli dan hanya ia datangi
untuk menaruh buku-bukunya yang harus ia beri tanda tangan.
Bimo juga mengajak pak Trisno untuk tinggal
bersama di apartemennya. Bila di banding dengan rumah orang tuanya jelas
apartemennya sangat sempit. Tapi setidaknya ada tiga kamar dan dua kamar mandi
juga dapur dan ruang keluarga yang merangkap jadi ruang tamu juga. Setidaknya
ini cukup untuk Andin tinggal dengan nyaman dan merasa aman. Bimo juga
menyediakan lemari untuk Andin dan bajunya yang kini lebih banyak dan syar'i.
Pak Trisno juga tidur di kamar yang jauh lebih
nyaman dari sebelumnya karena ada tv di dalamnya. Tak hanya itu selalu ada
pembantu yang membersihkan rumah tiap pagi. Meskipun Andin bisa mengerjakannya
dengan lebih rapi dan tanpa kerepotan. Bimo tetap tak mengijinkannya, Andin
hanya di ijinkan untuk memasak saja itupun bila Bimo belum memesan makanan.
"Kamu kapan punya anak ?" tanya pak
Trisno pada Andin yang tengah memotong wortel.
"Eh? Kok ayah tanya gitu ?" tanya
Andin heran menanggapi pertanyaan ayahnya.
"Ya kan kamu sama Bimo dah nikah masa
belum pengen punya anak ?"
"Kayaknya belum dulu deh Yah... "
Andin kembali melanjutkan aktivitas memasaknya. Andin benar-benar kehabisan
kata-kata dan bingung juga malu tiap ada yang menanyakan soal anak atau
hubungan rumah tangganya. Andin bahkan belum pernah berhubungan intim dengan
Bimo, bagaimana bisa hamil tanpa bersetubuh.
"Masak apa? " tanya Bimo yang baru
pulang dengan membawa printernya.
"Masak sup ikan, Mas." jawab Andin
lalu mencicipi masakannya.
"Mau di bantu? " tanya Bimo yang
membuat Andin selalu tersipu dan berdebar karena perhatian sederhananya.
"Enggak usah Mas, dah selesai kok...
"
Pak Trisno merasa Andin jauh lebih baik. Ke
khawatirnya soal Andin juga sudah hilang sejak Bimo mengajak Andin untuk
tinggal terpisah dari orang tuanya. Tak hanya itu Bimo juga membawa banyak
pengaruh baik pada Andin, mulai dari Andin yang makin keibuan sampai menutup
auratnya.
"Besok ayah mau pulang, mau ngurusin
rumah dah lama ayah tinggal," ucap pak Trisno pada Andin.
"Loh kenapa? Jangan Yah! Ayah di sini
aja... " larang Andin yang langsung menghentikan aktifitas memasaknya.
"Ya kalo ayah disini terus kamu kapan
bikin cucu buat ayah? "
Andin dan Bimo langsung mbelalakkan mata
terkejut dengan ucapan pak Trisno. Andin dan Bimo langsung menundukkan kepala
lalu menutupi wajah dengan kedua telapak tangan masing-masing. Pak Trisno
langsung tertawa terbahak-bahak melihat Andin dan Bimo yang begitu kompak dan
malu-malu.
"A-aku mau pasang printer... " ucap
Andin blank.
"Aku mau lanjut masak... " ucap Bimo
yang sama blanknya dengan Andin.
"Eh!" pekik keduanya lalu kembali
menundukkan kepalanya karena terlalu malu dan blank.
Pak Trisno kembali tertawa terbahak-bahak
melihat Andin dan Bimo yang benar-benar pemalu masalah hubungan mereka. Tentu
saja pak Trisno tidak mempermasalahkan soal cucu pada Andin dan Bimo, cukup
melihat Andin bisa beradaptasi dan nyaman dengan posisi barunya saja sudah
membuat pak Trisno senang. Tak hanya itu, pak Trisno juga paham bila Andin juga
butuh waktu untuk bisa saling mencintai dan memiliki momongan dengan Bimo.
Mengingat keduanya sama-sama terpaksa karena di jodohkan pula.
Apa aku ganggu ya? Apa aku perlu cari
kesibukan baru ya? Batin pak Trisno sambil menghela nafas.
●●●
Andin dan Bimo mengantarkan pak Trisno pulang
setelah belanja bulanan bersama. Andin yang mendominasi belanjaan karena memang
Andin yang paling tau mana yang perlu di beli dan tidak. Bimo terus berjalan di
samping Andin selama belanja sampai akhirnya mereka berjalan melewati tumpukan
baju diskon, mulai dari handuk sampa piama.
Andin dan Bimo tak sengaja menatap banner
besar yang memamerkan model yang berpose layaknya pasangan yang tengah bulan
madu. Cukup lama Andin dan Bimo menatapnya sampai pak Trisno sudah memilih
handuk dan keset. Andin dan Bimo tersenyum lalu menatap satu sama lain dengan
malu dan gugup.
Gak masalah kalo kita bulan madu kan? Lagian
juga belum pernah bulan madu... Batin Bimo lalu berjalan ke kasir.
Gapapa aku ML sama mas Bimo, kan suamiku
sendiri... Batin Andin lalu merasakan tangan Bimo yang menggandengnya. Andin
langsung menoleh ke arah Bimo sementara Bimo menatap ke depan ke arah antrian
dengan gugup.
Andin hanya tersenyum lalu memalingkan
pandangannya ke arah rak-rak di depan kasir yang sialnya menjual kondom, gel,
dan benda sensual lainnya dengan model sexy yang menggoda. Andin langsung panas
di buatnya, pikirannya langsung kemana-mana. Memikirkan bagaimana ia saat
berhubungan intim nantinya. Atau mungkin bila Bimo mengajaknya bulan madu.
Tak ada perbincangan antara Andin dan Bimo
selama di mobil sampai di rumah ayah Andin. Jelas apa yang di lakukan Bimo dan
Andin itu membuat pak Trisno khawatir dan memikirkan yang tidak-tidak, seperti Andin yang tengah merajuk atau Bimo
yang marah pada Andin dan mendiamkannya.
Sampai akhirnya Bimo pulang ke apartemen
bersama Andin. Setelah mengangkat semua belanjaan masuk Bimo langsung ke kamar
untuk dan asik dengan laptop juga ponselnya, sementara Andin memenata belanjaan
di kulkas dan lemari dapur. Andin juga mengisi toples dengan cemilan yang ia
beli tadi.
Andin menatap tubuhnya yang kini di tutup
dengan pakaian syar'i. Gamis dan kerudung, jauh beda sekali dengan
penampilannya dulu yang jauh sangat seksi. Bahkan gaun pernikahannya juga
sangat terbuka, membuat Andin jadi malu sendiri melihatnya.
Apa gara-gara ini Aldo sampai mau perkosa
aku... Batin Andin lalu menatap pantulan dirinya pada layar tv yang mati itu,
pandangannya kembali beralih ke fotonya. Penampilan yang sangat bertolak
belakang.
Perlahan Andin menyilangkan tangannya di dada
lalu meraba bahunya, turun ke pinggang, lalu pinggul dan bokongnya sampai
tangannya berakhir mengelus perutnya. Andin memejamkan matanya lalu menangkap
pipinya sambil menggigit bibir bawahnya.
"Apa aku terlihat seperti pelacur?"
gumam Andin sambil memandangi fotonya yang akhirnya ia turunkan dengan matanya
yang sudah berkaca-kaca.
Bimo yang sudah dari tadi ingin menunjukkan
acara liburan romantis bersama Andin mengurungkan niatnya. Mungkin nanti Bimo
akan menyampaikannya setelah Bimo menyatakan perasaannya pada Andin. Ini
sedikit melenceng, bukan ini sangat melenceng jauh dari rencananya. Tapi saat
ia mendengar gumaman Andin yang merutuki dirinya sendiri membuat Bimo sedih dan
menyesal.