Chapter 19
Andin
kembali menemani Bimo lagi, seperti biasa, tapi karena
tempatnya yang dekat dengan klinik. Iseng Andin memeriksakan diri, apalagi ia
kerap merasa tidak enak badan.
Selama Bimo sibuk dengan acaranya,
Andin tengah mengantri untuk diperiksa. Sampai akhirnya Andin selesai di
periksa dan tengah mendengar analisis dokter yang terus menanyainya ini itu.
"Tapi Ibu punya suami?" tanya si dokter pada Andin.
"Punya, lagi kerja..."
jawab Andin. "Apa magh saya sudah parah? " tanya Andin khawatir.
"Bukan magh..." jawab
dokter lalu mengambil hasil USG
Andin. "Ibu hamil, sudah lima
minggu..." sambung si dokter.
Andin langsung membelalakkan
matanya tak percaya. Tak selang lama ia langsung menangis haru dan mengucap
syukur berkali-kali. Si dokter juga ikut senang dengan reaksi Andin. Setelah
menerima resep obat dan menebusnya Andin kembali ke ruang tunggu.
Suaminya masih sibuk dengan para
penggemarnya. Andin berusaha untuk menahan diri dan tidak memberitahu saat ini
juga.
"Ini harus jadi kejutan..."
gumam Andin.
Tapi belum ada lima menit ia
mengatakannya ia langsung pergi menemui suaminya dan memberikan surat
pemeriksaannya dan foto USG-nya
lalu buru-buru kembali ke ruang tunggu.
"Sebentar ya..." ucap
Bimo lalu membuka surat hasil pemeriksaan Andin, Bimo langsung membelalakkan
matanya saat melihat hasil pemeriksaan dan USG istrinya.
Kling!
Bimo langsung tersenyum sumringah
dan buru-buru menyelesaikan acaranya. Agar bisa cepat menemui istrinya. Bahkan
acaranya sampai selesai lebih awal dan sold
out lebih cepat karena Bimo minta panitia mengumumkan kalau satu jam lagi
di tutup.
"Andin..." Bimo langsung
memeluk istrinya erat lalu mencium bibir dan keningnya. "Alhamdulillah..." bisiknya lirih
lalu membenamkan wajahnya di tengkuk Andin, tak lama ia langsung meluruh ke lantai agar sejajar dengan perut Andin.
"Kamu sejak kapan di sana hmm?" tanya Bimo lalu mengecup perut Andin
lembut.
"Sstt... Mas di liat in ih...
Malu..." ucap Andin yang tersipu-sipu.
"Biarin, kan dah nikah... Dah
bapak-bapak ini..." ucap Bimo lalu bangun dan duduk di sofa bersama Andin.
"Aduh yang pengantin baru...
Nempel terus kayak perangko!" sindir editor Bimo yang turut menjadi
panitia.
"Udah yuk pulang... Apa mau
jajan? Pengen apa gitu gak?" tanya Bimo mengabaikan editornya yang maha
nyinyir itu.
"Mau pulang aja," jawab
Andin pelan lalu berusaha menegakkan duduknya.
"Makan mie pangsit gimana?"
tanya Bimo lalu membawakan tas milik Andin dan beberapa hadiah yang ia terima.
"Tapi aku pengen tiduran aja
Mas, nanti beli di bungkus aja gimana?" tanya Andin lalu membawa amplop
pemeriksaannya tadi.
"Apa pesan antar aja?"
tanya Bimo semangat memanjakan istrinya.
"Yaudah gapapa..." jawab
Andin lalu masuk ke dalam mobil.
"Ice cream mau?" tanya Bimo yang benar-benar ingin memanjakan
istrinya.
"Enggak Mas..." jawab Andin lalu memakai sabuk pengaman.
"Beneran gak pengen apa-apa?
" tanya Bimo lalu mengambilkan bantal untuk istrinya.
Andin hanya mengangguk lalu
mengecup pipi suaminya. "Nanti kalo pengen pasti bilang..." ucap
Andin agar suaminya lebih tenang.
"Beneran ya?" ucap Bimo
sedikit tenang yang langsung di angguki Andin. "Kamu kenapa periksa
sendiri tadi?" tanya Bimo setelah menyalakan mesin mobilnya.
"Aku khawatir kalo magh atau
yang lainnya, jadi aku periksa aja. Ku kira cuma di tensi. Gak taunya sampe di USG, eh dah hamil lima minggu..." jelas Andin lalu
menggenggam tangan suaminya lembut.
"Kenapa gak bilang aku?"
tanya Bimo.
"Kan mas lagi kerja... "
jawab Andin lalu bersandar di bahu Bimo.
"Aku khawatir... Tapi aku juga
seneng kamu hamil... Dedeknya gapapa kan? " tanya Bimo.
"Gapapa, sehat... " jawab
Andin lalu mengecup pipi Bimo.
"Makasih... " ucap Bimo
lalu mengecup punggung tangan Andin.
"Buat apa?" tanya Andin
heran.
"Sudah mau jagain mani-ku sampai jadi janin gini... "
jawab Bimo lalu mengecup kening Andin. "Baik-baik ya di dalem... "
sambung Bimo sambil mengelus perut Andin yang masih datar.
●●●
Sampai
di apartemennya, Bimo langsung sibuk merapikan kamar agar
Andin nyaman, lalu memesan mie pangsit dengan ekstra pangsit dan otak-otak.
Lalu membuat teh manis hangat untuk Andin meskipun Andin tak memintanya.
"Lama ya pesenannya... "
ucap Bimo lalu memijit kaki Andin.
Andin hanya tersenyum melihat
suaminya yang ribet sendiri. "Mas, kabarin ayah dong, sama papa mama juga..." ucap Andin.
"Oke siap! " jawab Bimo
lalu buru-buru menghubungi orang tua dan mertuanya. "Sabar bentar ya...
" ucap Bimo yang jadi panik sendiri karena ingin cepat-cepat.
"Mas..." panggil Andin
lembut lalu memeluknya dari belakang. "Gak usah buru-buru... Nanti jadi
salah semua... Tenang..." ucap Andin lalu mengelus perut dan dada Bimo.
"Aku pengen jadi suami yang
siaga banget, yang bisa kamu andalin banget, biar kamu gak ngapa-ngapain
sendiri kayak tadi... " ucap Bimo.
Ya
Allah mas Bimo sampai kayak gini... Batin
Andin lalu memeluk Bimo makin erat.
Bimo langsung membalikkan badannya,
lalu mulai melumat bibir Andin dengan lembut sambil menindihnya. Tangan Andin
terus menahan dada Bimo agar tidak terlalu menempel dengannya dan makin
menindihnya. Tapi baru Bimo mulai nyaman dengan posisinya itu suara bel dari
luar apartemennya terdengar nyaring mengusik telinganya.
"Astagfirullah!!!" geram Bimo kesal lalu bangun untuk melihat
siapa yang datang.
Setelah mengambil pesanannya. Bimo
dan Andin makan bersama. Meskipun sebenarnya Andin tidak lapar karena baru saja
makan siang, Bimo tetap memaksa dan menyuapinya. Selesai makan juga Bimo
buru-buru menyuci piring dan meminta Andin untuk santai saja. Saat Andin
memunguti baju-baju yang kotor, Bimo juga langsung menyautnya dan meminta Andin
diam saja di kamar atau bersantai.
Bahkan saat Andin sedang mencari
buku untuk di baca. Bimo juga langsung mencarikannya. Andin benar-benar tidak
boleh melakukan apa-apa. Terlebih saat ini bagi Bimo semua hal terlihat
membahayakan untuk istrinya yang tengah hamil muda. Oke ini berlebihan, tapi
memang Bimo benar-benar melakukannya. Bahkan saat Andin ingin makan, Bimo juga
yang melayani. Tak hanya saat berdua di apartemennya saja, bahkan sampai di
rumah orang tuanya Bimo masih memanjakan istrinya. Hanya mandi dan urusan buang
air yang tidak di ganggu.
"Kayaknya cilok enak nih..."
ucap bu Alin sambil
menonton acara kuliner di tv.
"Iya jadi pengen cilok..."
ucap Andin.
Bimo langsung mengambil ponselnya
siap memesan kan makanan yang di minta istrinya untuk pertama kali.
"Mau cilok apa? " tanya
Bimo pada Andin lalu duduk di sampingnya.
"Enggak Mas, mama yang pengen..." jawab Andin lalu bersandar di
bahu suaminya.
"Mama pengen cilok apa?"
tanya Bimo.
"Cilok yang kenyal yang pakek
sambel kacang... " jawab bu Alin.
Bimo langsung mengangguk dan
memerankan cilok dengan bantuan aplikasi ojek online.
"Sayang mau kemana?"
tanya Bimo begitu Andin bangun.
"Mau bikin kentang goreng...
" jawab Andin.
"Aku aja! " ucap Bimo.
"Wah Bimo sejak istrinya hamil
langsung peka banget gini ya..." sindir bu Alin yang di abaikan Bimo.
Silvia dari tadi hanya diam di
samping mamanya. Jelas ia merasa sangat cemburu. Bahkan Andin yang tidak
mengalami masa mual dan ngidam mendapat perhatian seolah-olah Andin tak bisa
melakukan apa-apa. Apalagi kakaknya
juga bertingkah seolah-olah menjadi pelayan untuk Andin. Tak hanya itu bahkan
apa yang di pikirkan Andin juga langsung di wujudkan oleh kakaknya, meskipun
Andin tidak benar-benar menginginkannya seperti sekarang.
"Aelah, cuma hamil bukan cacat
kali. Lebay banget sih kak Bimo..." sindir Silvia lalu mengganti channel
tv padahal Andin sudah menunggu acaranya dari tadi.
"I-iya mas, jangan lebay..."
ucap Andin yang jadi merasa tidak enak dan serba salah.
Padahal Andin baru saja merasa
nyaman dan senang dengan perlakuan suaminya yang memanjakannya ini. Bukan
memanfaatkan kesempatan, hari biasa saat ia tidak hamil Bimo juga
memanjakannya. Hanya saja kali ini
ia merasa hubungan rumah tangganya makin membaik seiring berjalannya waktu.
"Lu sirik amat, lu alergi liat
orang seneng ya?" ucap Bimo menanggapi Silvia. "Bini, bini gue.
Hamil, hamil anak gue. Nyinyir aja!" sambung Bimo lalu pergi mencari
pembantunya untuk membuatkan kentang goreng.
"Maaf ya, mas Bimo lagi
sensitif... " ucap Andin tidak enak hati pada iparnya.
Andin yang awalnya ingin
menggenggam tangan Silvia juga langsung ditampik Silvia dengan kasar.
"Gue tau abang gue kayak gimana! " ketusnya pada Andin.
Andin langsung menarik tangannya
lalu diam. Bu Alin yang ada di antara keduanya juga merasa serba salah. Ingin
membela Andin, takut Silvia makin marah dan membenci Andin tanpa sebab. Ingin
memarahi Bimo yang menimbulkan pertengkaran, ia sendiri juga suka saat melihat
Bimo memanjakan Andin dan tampak sangat harmonis begini.
"Duh acaranya jelek ya, kita
ganti yang lain gimana? Pakek masker ? Pijat? " tawar bu Alin.
"Aku mau belanja perlengkapan
bayi aja... " ucap Silvia.
"Oh, oke ayo..." ucap bu
Alin menuruti Silvia. "Andin mau ikut?" tawar bu Alin meskipun sudah
di pelototi Silvia.
Andin sebenarnya ingin ikut, tapi
karena Silvia yang tampak masih marah dan kesal padanya ia langsung menggeleng
sambil tersenyum. "Aku mau nunggu ayah sambil nonton tv sama mas Bimo
aja... " jawab Andin.
"Yaudah mama siap-siap dulu...
" ucap bu Alin lalu pergi ke kamar, begitu pula Silvia.
Andin hanya diam lalu mengganti
saluran tv ke channel yang tadi ia
tonton. Tak berapa lama suaminya datang dengan kentang gorengnya. Tapi baru
beberapa suap ia memakan kentang goreng yang di bawa suaminya Silvia lewat dan
mencomot hampir sebagian besar dari kentang goreng yang ada.
"Doyan apa laper?" tanya
Bimo yang melihat Andin yang tak jadi mengambil kentang goreng karena Silvia
yang rakus.
"Laper, ya doyan juga... " jawab Silvia. "Abisnya gak di
makan kak Andin, gak doyan ya Kak?"
sambung Silvia yang di angguki Andin.
"Buat Silvia aja... "
ucap Andin sebelum suaminya memarahi Silvia.
Suara motor terdengar dari luar,
Bimo langsung pergi melihat keluar. Karena jelas itu pesanannya, apa lagi sudah
mengklakson beberapa kali.
"Kak, kakak paham kan alasan
kak Bimo nikah sama kamu?" tanya Silvia yang di angguki Andin. "Kakak
tau aku cerai gara-gara Aldo selingkuh? " tanya Silvia lagi. "Jadi
kakak paham kan harus gimana sama kak Bimo
sekarang? " tanya Silvia lagi dan kali ini membuat Andin bingung.
"Sebentar ya sayang aku ganti
tempatnya dulu... " ucap Bimo menyela pembicaraan Andin dan Silvia.
Andin hanya mengangguk. "Iya
aku paham harus gimana... " ucap Andin dengan senyum sumringah di
wajahnya.
Jelas apa yang ada di pikiran Andin
saat menangkap maksud dari omongan Silvia, dan apa yang Silvia mau itu sangat
berbeda jauh. Bahkan Silvia sampai syok dan bingung kenapa Andin bisa tersenyum
sumringah begini.
"Sayang... Aaaa... " ucap
Bimo lalu menyuapi Andin.
"Silvia mau juga? " tanya
Andin menawari Silvia sambil mengunyah ciloknya.
"Gak! " jawab Silvia
kesal lalu pergi ke mobil duluan.
"Weh ciloknya mama... "
ucap bu Alin yang melihat Andin dan Bimo yang tengah menikmati cilok sambil
nonton tv.
"Masih ada kok di dapur, nanti
tinggal di angetin kalo dingin... " ucap Bimo.
"Sip... Sip..." ucap bu
Alin lalu mencomot cilok di piring lalu menyalimi Andin dan Bimo. "Jaga
rumah ya Nak...
" sambung bu Alin lalu pergi.