0
Home  ›  Chapter  ›  The Hot Daddy

Bab 01 – Pesantren

Bab 01 – Pesantren-1

Mila begitu kesal melihat Alvin, anak dari istri pertama ayahnya yang begitu hedon. Beberapa bulan lalu pernikahannya begitu meriah dan jauh dari kata syari’, bulan madunya juga tidak tanggung-tanggung dengan pergi ke Dubai dan lanjut umroh, sekarang saat istrinya hamil ia membuat pesta hanya untuk pengumuman bayi di perutnya laki-laki atau perempuan.

Bukan tanpa alasan Mila merasa kesal. Ayahnya begitu memanjakan anak-anak dari istri pertamanya karena di nilai sudah menemaninya dari awal dan pantas bila sesekali merayakan sesuatu. Namun ayahnya tak pernah sekalipun merayakan apapun atas pencapaian Mila, bahkan saat Mila lulus dari pondok dan resmi menjadi ustadzah ia hanya mendapat ucapan selamat dan perayaan sederhana dengan makan di food court saja.

Ibunya sebagai istri kedua juga tak banyak melawan dan selalu meminta Mila untuk sabar dan ikhlas. Menananmkan apa yang mereka alami sebagai ujian atas keimanan. Awalnya Mila bisa menerimanya sampai akhirnya tiga tahun lalu ayahnya menikah lagi dan genap memiliki 3 istri.

Mila mengira ia dan ibunya akan dapat perhatian seperti istri pertama yang rela di madu. Ternyata salah! Begitu istri baru ayahnya hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki, Mila dan ibunya semakin di abaikan. Bahkan ayahnya bisa hanya pergi mengunjungi rumahnya sekali dalam sebulan, meskipun mereka tinggal di dalam satu lingkungan pondok yang di asuh bersama-sama.

“Mau kemana?” tanya Asih yang sedang memasak lauk kesukaan suaminya itu.

“Mau ke TPQ,” jawab Mila sambil tersenyum lalu menyalimi ibunya.

“Hati-hati ya, nanti cepat pulang. Ayah nanti pulang,” ucap Asih begitu bahagia memberitahu bila hari ini akhirnya ia mendapat giliran menghabiskan malam dengan suaminya.

Mila mengangguksambil tersenyum lalu keluar dari rumah dan mengayuh sepedanya ke masjid di luar pondok yang menjadi tempat belajar mengaji anak-anak kampung di sekitar pondok.

Mila sempat melihat mobil Pajero yang seharusnya di hadiahkan untuk ibunya terparkir di depan rumah istri ke 3 ayahnya. Ayahnya membantu istri barunya mengeluarkan belanjaan yang begitu banyak. Mila melambat untuk melihat betapa bahagia ayahnya bersama keluarga yang baru ia bangun itu.

Begitu berbeda saat bersama ibunya. Begitu jauh berbeda saat bersama keluarganya. Ayahnya tak pernah seceria itu bila ada di rumahnya. Bahkan ibunya juga hanya dapat mobil Honda Jazz lama milik istri pertama ayahnya, bukan mobil baru seperti yang di dapat istri baru ayahnya ini.

Mila melanjutkan perjalanannya. Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai guru ngaji dengan baik dan ceria seperti biasa. Mengajari anak-anak dengan sabar, berdoa bersama, menyanyi dan melakukan hal yang lbih dari tugasnya. Seperti menceboki anak yang tiba-tiba ingin buang air dan menggendong anak yang menangis.

Mila tak keberatan dan senang dengan kegiatannya meskipun melelahkan. Ia senang menerima hadiah dari anak-anak kampung yang ia ajar. Mereka begitu tulus dan penuh kasih sayang. Mila senang di kerubungi anak-anak yang membutuhkannya dan berebut kasih sayangnya. Karena di keluarga, Mila sama sekali tak pernah merasakannya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Aku bikin ini! Buat mbak Mila!” seru seorang anak yang biasanya begitu nakal sambil melemparkan kertas yang ia tekuk pada Mila dengan gengsi dan malu-malu kucing lalu berlari pulang dari tempat ngaji.

Mila menerimanya lalu membukanya. Bocah itu menggambar Mila dan dirinya lalu memberi tulisan di tengahnya, “Aku sayang mbak Mila” dengan banyak gambar hati, bintang, bulan, hingga ayam jago. Semua yang bisa ia gambar, ia tuangkan kedalam kertas.

Mila tersenyum lalu memasukkannya kedalam tas dan pergi kembali pulang sebelum adzan maghrib berkumandang.

“Ayah mana Bu?” tanya Mila yang melihat ibunya sudah berdandan rapi dan masak istimewa itu duduk di ruang tamu sendirian.

“Ayah ada urusan, katanya nanti baru pulang,” jawab Asih dengan senyum sumringahnya.

Mila mengangguk lalu masuk kedalam kamarnya. Ia lelah dengan kehidupannya, ia lelah melihat ibunya harus terus berbagi kasih sayang dari ayahnya. Ia muak melihat berita di berbagai media yang mengatakan bila ayahnya adalah sosok pria yang adil dan sukses melakukan poligami.

Berjam-jam ibunya menunggu namun hingga usai solat Isya’ ayahnya tak kunjung datang. Sampai hampir jam sembilan malam ayahnya masih tak datang juga dan ibunya masih setia menunggu. Mila duduk bersama ibunya, menatap wanita paruh baya yang begitu ikhlas di madu tanpa ada persetujuan apapun itu.

“Bu, Ayah kayaknya gak dateng deh,” ucap Mila sambil menghela nafas.

Asih meregangkan tubuhnya lalu tersenyum. “Kamu sudah makan, Nak?” tanya Asih lembut lalu memeluk Mila sebentar sebelum berjalan ke dapur untuk menghangatkan masakannya.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Aku mau tidur Bu,” ucap Mila lalu masuk ke kamarnya.

Mila ingin meminta ibunya untuk cerai atau pergi dari ayahnya saja, tapi Mila sudah tau jawaban ibunya yang jelas akan menceramahinya dan membawakan buku-buku agama dan mencarikan banyak dalil soal poligami dan kesabaran. Mila paham atas semua itu, tapi bila melihat ibunya terus merana seperti ini anak mana yang bisa tahan.

“Ya Allah, pengen punya suami yang gak poligami,” gumam Mila memohon hal yang sama hampir setiap malam lalu menyeka airmatanya sebelum akhirnya ia terlelap.

●●●

Mila melihat ayahnya sudah datang di rumahnya pagi-pagi setelah subuh. Namun kali ini berbeda, pria itu datang dengan begitu sumringah dan langsung meminta Mila dan Asih untuk berdandan dan bersiap karena ada tamu istimewa yang akan hadir kali ini. Mila sedikit bingung namun ia tetap menuruti perintah ayahnya.

Mila sudah menebak bila yang datang kali ini adalah awak media atau artis yang akan meliput kegiatan di pondok atau ayahnya dengan poligami yang ia jalankan. Mungkin juga meliput Alvin dan istrinya, tapi terlepas dari itu semua Mila tak suka dan sebenarnya tak peduli.

Begitu selesai bersiap dan sudah berdandan cukup rapi juga mengenakan abayanya. Mila keluar membantu ibunya menyiapkan ruang tamu dan menyapu teras sebentar. Tapi kali ini berbeda, hanya rumahnya yang bersiap-siap sementara rumah istri ayahnya yang lain tidak. Para santri juga tak ada yang bersiap-siap, Mila mulai menaruh curiga.

Sampai akhirnya sebuah mobil Alphard datang terparkir tepat di depan rumah ibunya. Mobil berplat merah dan memiliki beberapa stiker kenegaraan yang tertempel di kacanya. Mila mulai curiga bila yang datang pasti akan menawari ayahnya untuk terjun ke politik lagi.

Namun segala dugaan Mila salah. Bukan bapak-bapak atau petugas partai yang turun dari mobil. Melainkan sepasang suami istri bersama putranya yang terlihat masih muda. Seorang pria bertubuh atletis dengan pandangan dingin yang seketika berubah jadi ramah ketika ayahnya menyapa.

“Silahkan masuk!” seru Nasir mempersilahkan tamunya masuk. “Ini Asih istri kedua saya, ini Mila satu-satunya anak perempuan saya,” ucap Nasir dengan ramah memperkenalkan Mila dan ibunya pada tamu yang baru saja datang itu.

Mila tersenyum ramah sambil menyalimi wanita paruh baya yang datang menjadi tamunya dan kebali menjaga pandangannya dari dua tamu laki-lakinya yang lain.

“Jadi yang mana yang mau di jodohin sama aku?” tanya Bima to the poin yang langsung membuat Mila dan Asih melotot kaget. 

Bab 01 – Pesantren-2


 

21
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share