Chapter 4 🔞
Semua di siapkan secara mendadak. Hanya
keluarga Bimo yang ribet tentunya. Tak ada keluhan dari keluarga Bimo, semua
bisa maklum dengan kondisi bu Tuti yang kini bisa di rawat di rumah sakit.
Andin tetap ikut membantu, meskipun hanya sedikit. Hanya memilih warna baju
seragam untuk anggota keluarga. Itupun di tolak Bimo mentah-mentah, hingga
Andin hanya memilih gaunnya saja bersama calon ipar dan calon mama mertuanya.
Andin tak lagi banyak memilih. Ia bahkan tak
bisa meminta pernikahan impiannya dan mengenal pria yang akan menikahinya. Tema
gaun brydal moderen untuk pesta resepsi ekslusifnya, dan kebaya dengan model
kutu baru sebagai pakaian saat akad nikahnya nanti.
Undangannya yang di sebar pun hanya mengundang
sedikit anggota keluarganya, itupun hanya adik dan kakak orang tuanya. Andin
dan keluarga benar-benar tak mau membebani. Berbeda dengan keluarga Bimo yang
mendominasi undangan, baik kolega, teman, sampai keluarga besar.
"Kak Andin, aku suka kakakku gak salah
pilih cewek buat jadi istri... Aku pengen akrab banget sama kamu... " ucap
Silvia saat mengajak Andin memilih souvenir.
"Iya dong, harus. Kita kan bentar lagi
jadi keluarga... " saut bu Alin yang di angguki Andin sambil tersenyum
lembut.
Kalem banget kak Andin. Emang gak kaya sih,
tapi dia punya inner beauty. Sikapnya juga dewasa, keibuan sesuai kriteria
kakak banget. Batin Silvia memuji wanita pilihan kakaknya ini.
●●●
Setiap pulang setelah bepergian dengan calon
keluarga barunya. Andin selalu kembali ke rumah sakit, menjaga ibunya. Andin
juga yang memandikan ibunya dan menyuapi ibunya dengan telaten. Tak hanya itu
Andin juga rajin menceritakan persiapan pernikahannya dan menunjukkan foto-foto
tempat yang ia datangi, dari salon sampai toko souvenir. Bahkan rambut panjang
Andin yang tak terawat beberapa waktu lalu sudah di potong dan terlihat lebih
terawat. Tak hanya itu saja Andin juga sudah melakukan banyak perawatan tubuh
sebelum menikah, mulai spa sampai totok aura.
"Oh iya tadi Andin beli ini Bu, novelnya
Ten Ayashi itu loh. Dah lama banget aku cari gak ketemu-ketemu, akhirnya tadi
bisa ketemu sama novel ini juga." Dusta Andin yang kesekian kali, jelas ia
lebih mementingkan keluarganya dan memenuhi kebutuhan rumah tangga dari pada
apa yang ia inginkan dan ia sukai.
Bukan tak ketemu, lebih tepatnya Andin tak
membeli novel yang bisa di temuinya hampir di semua toko buku ini. Bahkan saat
Ten Ayashi mengadakan acara meet and great ia tak datang karena ibunya batuk
berdarah pertama kalinya. Tentu Andin menyesal karena sudah pamit dan
menyiapkan semua novelnya untuk meminta tanda tangan. Meskipun Andin tetap di
paksa berangkat orang tuanya, Andin tidak benar-benar ke sana. Saat itu Andin
sendiri yang menanda tangani novel koleksinya itu dan pulang setelah satu jam
ia duduk di depan minimarket.
"Ibu gimana? Dah mendingankan? Ibu tetep
temenin Andin kan waktu nikah nanti? " tanya Andin antusias.
"Iya dong! Anak ibu cuma satu masa gak di
temenin... " bu Tuti terlihat lebih semangat dari sebelumnya, apa lagi
menjawab pertanyaan putrinya ini.
"Tadi Andin pilihan dress buat ibu, pasti
ibu bakal cantik banget pakek dress yang Andin pilih... " bu Tuti hanya
tersenyum sambil mengangguk dan menggenggam tangan Andin. "Ibu, Andin
minta maaf ya gak bisa jadi anak baik. Andin suka ngeyel, suka bantah ibu,
Andin manja dan egois. Andin minta maaf ya Bu... " Andin mulai menangis
sambil menggenggam tangan ibunya.
"Gapapa Nak, kamu dah besar. Ibu gak
nyangka bisa besarin bayi kecil ibu ini sampai segede ini, dah mau nikah
lagi... " bu Tuti tak bisa menyembunyikan perasaan haru dan sedih akan
segera di tinggal putri semata wayangnya yang akan menikah demi menutup hutang
dan pengobatannya.
"Ibu sehat terus ya Bu, ibu temenin Andin
terus ya nanti... " pinta Andin sambil mengecup tangan ibunya.
Bu Tuti hanya mengangguk lemah sambil mengusap
air mata Andin dengan tangannya, lalu mengelus rambut Andin lembut.
Maaf Nak, ibu gak bisa jadi ibu yang baik.
Kamu yang selalu bekerja waktu keluarga kita susah, sekarang kamu juga yang
lunasin hutang keluarga kita. Batin bu Tuti sambil menatap putrinya yang selalu
dalam posisi tidak mengenakkan.
Lain Andin yang tengah di penuhi kehangatan
keluarga kecilnya dan berbahagia karena bisa membaca novel romance karya Ten
Ayashi. Bimo dan keluarganya dibuat syok dengan permintaan Silvia untuk menikah
hanya seminggu setelah kakaknya menikah. Tak hanya itu, usai makan malam yang
tak di rampung kan itu Silvia dan Aldo hanya meminta pernikahan eksklusif yang
sama seperti pernikahan Bimo nantinya.
Orang tua mana yang tak pusing saat tau
pernikahan kedua anaknya yang berlangsung terburu-buru. Bahkan penolakan dari
bu Alin yang meminta waktu juga langsung ditolak Silvia. Sampai akhirnya pak
Hendro memutuskan untuk menikahkan Silvia dan Aldo sebulan setelah Bimo.
"Gapapa, kita nikah sebulan habis kakakmu
aja. Kan mencurigakan kalo nikah buru-buru gini. Gapapa sayang... " ucap
Aldo sambil mendekap Silvia di mobilnya.
"Tapi adek bayinya keburu gede Do, aku
gak mau keliatan jelek! " kesal Silvia sambil menangis.
"Ssstt... Sudah tenang saja, kan masih
sebulan ini. Sabar nunggu sampai bulan depan juga gak langsung gede ini
perutmu... "
"Tapi aku kangen terus sama kamu, aku
hamil anak kita masa ngapa-ngapain sendirian, aku morning sick juga sendiri...
Aku kan pengen di temenin dadynya. "
"Unch... Sayang... Manja bener waktu
hamil gini gemes deh... "
Aldo langsung menciumi pipi kekasihnya dan
cepat-cepat beralih ke bibir tipis Silvia yang begitu menggoda, tak lama
keduanya terhanyut dalam ciuman yang berubah menjadi cumbuan dengan desahan
pelan Silvia. Kalau saja keduanya lupa bila ada di rumah Silvia mungkin
keduanya sudah bercinta di mobil saat ini.
"Cari hotel yuk! " ajak Aldo setelah
cumbunya terlepas.
"Gak! Aku hukum kamu gak boleh kawin dulu
sebelum kita nikah. Ini ada gara-gara kamu males beli kondom loh!" omel
Silvia tegas meskipun tangannya masih mengelus kejantanan Aldo yang masih
terbungkus celana.
"Kalo gitu aku mau ke kamar mandi...
"
"Jangan! Gak boleh! "
"Terus gimana? Tegang ini! " Aldo
mulai meninggikan suaranya karena sudah tak tahan untuk melepaskan bebannya
salam tubuhnya.
Silvia hanya diam, memikirkan apa yang bisa ia
lakukan agar Aldo tidak masturbasi dan ia yang tak mau berhubungan intim saat
ini. Meskipun tidak Silvia pungkiri ia juga sangat ingin melakukannya, apalagi
hormon estrogennya mudah naik saat hamil begini. Bahkan hampir tiap malam
sebelum tidur Silvia memakai jari, timun, sampai akhirnya membeli dildo karena
tak tahan. Apalagi sekarang ia harus berfikir sehat saat Aldo terus meremas dan
memainkan dadanya.
"Shh ahh... Aldo... Oke tapi cuma sekali
ya... Cepat... " putus Silvia.
Aldo langsung mengangguk lalu membawa mobilnya
keluar dari rumah Silvia dan memarkirkannya di tempat sepi terdekat. Aldo
benar-benar tak tahan apalagi Silvia sudah melepas pendek dan celana dalamnya,
payudara silvia juga terlihat begitu montok sejak mengandung yang membuatnya
makin sexy.
Aldo cepat-cepat melepaskan celananya dan
pindah ke belakang agar lebih mudah saat bercinta. Begitu pula dengan Silvia
yang langsung mengulum kejantanannya, terlalu rindu dengan pemuas tubuhnya itu.
Tak mau kalah tangan Aldo juga terus meremas dada Silvia dan sengaja
memainkannya dengan kasar agar Silvia makin terangsang. Silvia terus menatap
Aldo sambil mengulum kejantanannya dan melenguh beberapa kali. Sampai akhirnya
sebelum Silvia menjepitnya Aldo langsung menarik Silvia agar bangun dan bisa
langsung masuk.
"Punyamu gede banget gak kayak dildoku...
" racau Silvia saat Aldo mulai memasukkan kejantanannya yang baru
setengah.
Slep! Aldo langsung menyodok masuk begitu
mendengar racauan Silvia.
"Pakek dildo?! " bentak Aldo kesal.
"Aku panas, gatel, pengen ml terus sejak
hamil. Terus harus gimana? " jelas Silvia.
Aldo hanya tersenyum mendengar alasan
kekasihnya itu lalu menggenjotnya dengan cepat, sampai Silvia hanya bisa
mendesah dan membuka mulutnya karena terlalu menikmati apa yang di lakukan Aldo
dengan lubang surgawinya.
Setelah cukup puas. Aldo dan Silvia memutuskan
untuk pergi ke pom bensin, ke toilet lebih tepatnya. Membersihkan diri dan
memperbaiki penampilan masing-masing tentunya. Silvia masih menempel pada Aldo
setelah apa yang di lakukan tadi. Bahkan saat ia meminta Aldo untuk jajan
burgerpun rasanya ia masih ingin menempel pada Aldo.
"Di makan dong sayang," ucap Aldo
lembut sambil mengecup kening Silvia.
"Aku kangen kamu... Mau bobo sama kamu...
" rengek Silvia dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Sst, sabar dong. Nanti ketauan loh kalo
matamu sembab."
"Aku masih kangen! "
"Ku antar pulang ya. Kita ngobrol di
rumahmu aja, besok aku ke rumahmu. Pokoknya kalo ada ngidam pengen apa bilang
aku ya... "
"Pengen kelon sama kamu bisa? "
Aldo hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan
Silvia lalu mengecup tangannya sambil menyetir kembali kerumah Silvia.
Sementara Silvia masih cemberut dan ngambek karena Aldo yang tak bisa tidur di
ranjang yang sama dengannya.
Aldo terus menemani Silvia sampai burger dan
kentang goreng yang tadi di belinya habis sambil mengobrol di luar rumah
silvia. Pemandangan malam dengan bintang dan suara jangkrik menjadi teman
ngobrol sejoli ini. Sampai Silvia mengantuk dan Aldo pamit pulang.
"Sehat ya Nak..." ucap Aldo sambil
mengelus perut Silvia yang masih rata lalu mengecup keningnya sebelum pergi
pulang.
●●●
"Hai Do! " sapa Bela ramah saat Aldo
masuk ke kosnya. "Tumben mampir? Mau di puasin atau apa? "
"Aku mau nikah, Silvia hamil," ucap
Aldo memberi tahu Bela.
Bela langsung membelalakkan mata, bibir
sexynya juga langsung menganga tak percaya. Aldo yang baru seminggu pacaran
dengannya dan baru saja merenggut keperawanannya ini benar-benar membuat
hatinya hancur. Bela tak menyangka bila Aldo yang berjanji untuk segera
memutuskan hubungan dengan Silvia malah akan melanjutkan hubungan lebih serius
dengannya. Bela langsung menangis sejadi-jadinya sambil menampar dan memukuli
Aldo.
"Kamu bilang mau mutusin Silvia! Kenapa
sekarang malah kamu mau nikah sama dia?! " tanya Bela sambil menjerit
histeris.
"Maaf... Tapi Silvia sudah terlanjur
hamil dan yang di rahimnya sudah jelas anakku..."
"Kenapa kamu kasih harapan palsu ke aku?
Kenapa kamu lambung kan aku tinggi-tinggi kalo akhirnya kamu hempaskan gini?
"
Aldo hanya diam mendengar makian demi makian
Bela. Ia benar-benar tak menyangka bila Bela mencintainya lebih dari yang ia
kira. Dari awal Aldo memang hanya memainkan perasaan Bela, bahkan saat bercinta
ia tak memakai cinta. Hanya sekedar crot dan pergi. Bahkan Aldo baru tau bila
ia pria pertama yang bercinta dengan Bela saat Bela memarahinya sekarang. Aldo
juga tak menyangka Bela yang ia anggap hanya ayam kampus ternyata mencintainya
dengan tulus dan hanya bertingkah jalang di depannya.
"Maaf... " hanya kata maaf yang bisa
di ucapkan Aldo sambil memeluk Bela yang menangis sakit hati.