0
Home  ›  Chapter  ›  Young Money

Chapter 27

 Chapter 27-1

Andin langsung menyiapkan makan siang untuk suaminya dan tamunya. Lalu kembali masuk ke kamar untuk menemani Putri tidur siang. Sementara Bimo melanjutkan makan siangnya dengan Anton.

"Mas... " panggil Andin lembut sambil mengelus bahu suaminya yang tengah mengobrol dengan temannya.

"Tunggu bentar... " ucap Bimo lalu mengikuti Andin ke kamar. "Ada apa? " tanya Bimo.

"Aku mau tinggal di apartemen kita aja, atau rumah Ayah. Aku pengen ganti suasana... " pinta Andin sambil mengelus perutnya.

"Apa ada masalah? " tanya Bimo khawatir.

Andin hanya memejamkan matanya lalu menghela nafas dan menggeleng pelan. "Mas, elusin... Sakit... " pinta Andin lalu tiduran.

"Aku ada kerjaan di Makasar sama Bali waktu dekat ini seminggu kayaknya. Boleh? " tanya Bimo sambil mengelus perut istrinya.

Andin hanya mengangguk lemah sambil menggigit bibir bawahnya menahan sakit karena bayinya yang aktif bergerak. Bimo hanya diam menatap istrinya yang menahan sakit karena bayinya yang begitu aktif di dalam. Bahkan bimo bisa merasakan tendangannya yang begitu kuat.

"Aku minta di undur saja... " ucap Bimo.

Andin hanya diam tak menanggapi lalu memposisikan tubuhnya menungging seperti saat bersujud. "Mas, punggungku sakit... " ucap Andin.

Bimo hanya diam lalu memijit punggung Andin dengan lembut.

"Gapapa Mas kalo mau meet and greet. Cuma seminggukan? Gapapa..." ucap Andin mengijinkan.

"Enggak, gak usah... "

"Mas, aku gapapa... Ini kebetulan aja dedeknya manja... " potong Andin meyakinkan suaminya.

Bimo hanya diam lalu pergi keluar kamar meninggalkan istrinya sejenak.

"Di undur sampai istriku melahirkan. Aku dah bilang gak bisa istriku lagi hamil tua. Aku gak mau istriku kesusahan waktu hamil. Aku mau sama dia. Kalo kamu maksa lagi aku keluar dari penerbitan... " ucap Bimo tegas dan langsung to the poin lalu kembali masuk ke kamarnya lagi.

Bimo hanya menghela nafas lalu mengunci pintu kamarnya. Kali ini bukan karena Bimo tak menyayangi fansnya lagi. Tapi bagi Bimo saat ini tidak ada yang lebih penting dari pada istri dan calon anaknya. Apalagi tinggal menghitung minggu begini. Bimo mana bisa tenang berjauhan dengan istrinya.

"Udah gak nakal dedeknya? " tanya Bimo lalu mengecup perut Andin saat Andin kembali berbaring.

Andin hanya tersenyum sambil mengangguk pelan. "Mas, jagain Putri ya... Aku mau tidur siang... " ucap Andin lalu memejamkan matanya.

"Iya, aman. Kamu bobo aja... " jawab Bimo lalu mengecup pipi Andin.

●●●

Sepanjang hari sampai makan malam, bahkan mau tidur. Bimo masih saja di bujuk pihak redaksinya. Meskipun sudah berkali-kali menolak. Sampai akhirnya ia memilih untuk mematikan ponselnya dan memakai ponsel istrinya untuk berkomunikasi.

"Mas, masih di paksa ya? " tanya Andin sambil merapikan mainan milik Putri yang berserakan.

"Iya... " jawab Bimo lalu memasukkan ponselnya kedalam laci..

"Kenapa gak di iyani saja ? Kan fansmu Mas, kasian dah nunggu lama... " ucap Andin memberikan saran lalu tiduran disamping suaminya.

"Buat apa harus ketemu fans biasa kalo ada fans fanatik ?" ucap Bimo sombong pada istrinya.

Baca juga Bab 39 – Positiv

"Emang punya?! " tanya Andin spontan dengan suaranya yang meninggi.

Bimo cukup terkejut dengan reaksi istrinya yang selalu lemah lembut ini. "I-iya dong, a-ada... Punya... " jawab Bimo tergagap.

Andin langsung memunggungi suaminya dan diam seribu bahasa. Sementara Bimo hanya senyum-senyum sendiri merasa senang dan berhasil bisa mengerjai istrinya. Tapi rasa senangnya tak berlangsung lama, karena Andin benar-benar mendiamkannya. Bahkan saat Bimo ingin memeluk Andin atau mengelus perutnya langsung di tampik.

"Sayang, kok ngambek? " tanya Bimo lalu memaksa untuk memeluk Andin dan mendekapnya.

"Siapa fansmu? " jawab Andin dengan pertanyaan.

"Yang lagi hamil anakku ini... Fans fanatik banget dia sampe kasih semuanya ke aku... " jawab Bimo lalu mengecup kening Andin yang sudah berbalik menghadap padanya.

Andin hanya memukul pelan dada suaminya lalu memeluknya. Sementara Bimo hanya tersenyum sumringah, mengetahui istrinya bisa cemburu juga padanya. Setelah sekian lama tenang-tenang saja saat ia kerap di kerubungi para wanita yang menyukai karyanya.

Perlahan tangan Bimo mengelus rambut Andin, menyingkirkan anak rambutnya yang menutupi pipinya juga keningnya. Sampai ia merasakan pipi istrinya yang tak semulus biasanya.

"Aw... " lirih Andin saat suaminya mengelus lukanya.

"Sakit? Kenapa? " tanya Bimo sambil menatap wajah istrinya.

"Jerawat mungkin... " jawab Andin lalu ikut meraba wajahnya lalu mengambil minyak zaitun dan mengoleskannya.

"Kok bisa? Kamu kan gak dalam masa puber... " ucap Bimo sedikit menggoda istrinya.

"Puber kedua mungkin... " jawab Andin lalu tertawa bersama Bimo.

●●●

"Aku pengen kakak pisah, sama kayak aku... Kenapa susah sekali... " gumam Silvia yang mendengar canda tawa kakaknya.

Air matanya juga mulai mengalir. Terlintas di benaknya kalau saat ini ia merasakan hal yang sama seperti kakaknya. Bercanda, saling menggoda, bermesraan, dan tidur dalam rasa bahagia. Bahkan tak pernah terlintas sedikit pun di benaknya jika hubungan rumah tangganya akan kandas begitu cepat. Tak hanya itu, ia lebih tak menyangka bila kakaknya yang di paksa menikah akan selanggeng ini.

"Andin harus di singkirkan... " gumam Silvia lalu masuk ke kamarnya dengan tangan terkenal menahan sesak di dadanya.

Tentu apa yang terjadi pada Silvia bukan salah Andin. Tapi rasa iri dan sakit dalam hati Silvia sudah membuat akal sehatnya hilang. Terbutakan oleh kecemburuannya.

●●●

Pagi menjelang, setelah solat subuh Andin tidak langsung keluar kamar seperti biasanya. Selain karena pinggangnya yang terasa sakit. Ia juga masih mau tiduran sambil menonton acara pengajian pagi hari.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Nanti mau masak apa? " tanya Bimo sambil mengelus-elus perut istrinya dan sesekali memijit pinggang Andin.

"Mas mau apa? " tanya Andin lalu meletakkan remot di tangannya.

Bimo hanya diam sambil memikirkan menu apa untuk sarapan kali ini. "Aku pengen makan sereal aja ah... Kamu biar bisa istirahat... " ucap Bimo yang tak mau merepotkan istrinya.

"Andin, bikinin nasi goreng dong... " pinta bu Alin yang langsung nyelonong.

"Iya Ma... " jawab Andin lalu langsung bangun dan berjalan ke luar meskipun langkahnya begitu lambat.

Andin mana bisa nolak kalo mama yang minta... Huh... Padahal Andin butuh istirahat... Batin Bimo lalu mengikuti istrinya. "Aku bisa bantu apa? " tanya Bimo pada istrinya sambil memijit bahunya.

"Gak usah Mas, Mas duduk aja... Mau di bikinin kopi? " jawab Andin sembari menawari suaminya.

"Bumbunya apa aja? " tanya Bimo yang memaksa untuk membantu.

Andin hanya tersenyum lalu membiarkan suaminya membantu. "Ini di ulek Mas... " ucap Andin setelah memasukkan semua bumbu ke atas cobek.

"Gampang gini doang... " ucap Bimo yakin dan sesumbar.

Andin hanya mengangguk sambil tersenyum lalu mulai memarut wortel dan memotongi daun bawang, seledri, tomat, bawang bombai, juga memiliki jagung manis.

"Sayang ini di blander aja... " ucap Bimo yang sudah selesai menghaluskan bumbu meskipun masih di haluskan kembali oleh istrinya.

"Jangan, gak enak kalo di blander..." jawab Andin lalu mulai memasak nasi goreng dengan sayuran.

"Aku aja yang masak..." ucap Bimo yang kekeh membantu.

Andin kembali membiarkan suaminya yang memasak dengan api kecil. Sementara ia memasak telur mata sapi kesukaan Silvia dan telur dadar untuk mertuanya. "Mas cicipin dulu... " pinta Andin  yang beralih membuatkan susu untuk Putri.

Acara masak untuk sarapan pagi ini terasa sangat menyenangkan bagi Andin dan Bimo. Bahkan selesai lebih awal. Andin bahkan sempat mandi dulu sebelum Putri bangun sementara Bimo yang mengurus kamar.

Hanya Silvia yang benci dan iri melihat bagaimana harmonisnya hubungan Bimo dan Andin. Silvia bahkan langsung melirik tajam dan bersikap sengit di depan Andin sampai Andin lebih memilih untuk makan terakhir meskipun ia dan bayinya sudah lapar.

"Eumm... " lenguh Putri begitu bangun lalu menjulurkan tangannya pada Andin yang lebih keibuan dari pada ibunya sendiri.

"Mau susu? " tanya Andin pada Putri yang hanya di angguki karena masih mengantuk.

"Sayang, sarapan yuk... " ajak Bimo sambil bersandar di pintu.

"Nanti nyusul Mas, habis kasih susu... " tolak Andin halus.

Bimo hanya mengangguk lalu kembali ke meja makan bersama keluarganya.

"Enak ya makan kayak gini, berempat aja. Kakak cepetan cerai dong... " pinta Silvia dengan enteng seolah tanpa beban sampai bu Alin tersedak.

"Astagfirullah! Silvia! " bentak bu Alin sambil menggebrak meja makan.

Bimo hanya diam sambil menatap adiknya yang begitu kurang ajar.

"Apa? Bukannya kak Bimo nikah biar urut aja? Kayak syarat dari Papa. Lagian Mama juga kan yang beli Andin? Buat jadi pembantu, tapi gara-gara Mama ka..." Silvia berhenti bicara lalu tersenyum. "Air... Aku haus! " perintah Silvia yang melihat Andin dari tadi berdiri hendak bergabung sambil menggendong Putri.

Andin langsung menyeka air matanya yang langsung mengalir. Betapa hancur hatinya mendengar bagaimana Silvia yang begitu membencinya dan anggapan Silvia tentangnya.

"Minta maaf sekarang! " bentak Bimo sambil menggebrak meja.

"Gak! Orang fakta kok! Ngapain minta maaf! " tolak Silvia dengan angkuh.

Andin hanya diam lalu kembali masuk ke kamar. Tangisnya tersengal berusaha untuk menahannya. Berusaha memaafkan Silvia secepatnya. Tapi rasanya begitu menyakitkan. Bahkan para pembantu di rumah saja rasanya lebih di hormati dari Andin yang berstatus menantu. Pembantu di rumah juga merasa begitu iba pada Andin yang terus di perlakukan buruk, meskipun sudah berusaha maksimal dan tulus untuk Silvia dan yang lainnya.

"Sayang... Sstt... Maaf ya... " ucap Bimo menenangkan istrinya di kamar.

Andin hanya mengangguk sambil berusaha keras menahan tangisnya. Bimo juga terus mendekapnya erat sambil mengelus punggungnya agar tenang. Putri juga terlihat sedih dan bingung untuk menghibur Andin yang menangis. Putri hanya mengelus punggung Andin lalu memberikan dot susunya berharap Andin akan berhenti menangis dengan susunya.

"Aku pengen pulang Mas... " pinta Andin pada Bimo sambil menyeka air matanya lalu menerima dot susu Putri.

Bimo hanya mengangguk lesu. Sementara Andin mulai mengatur nafasnya dan menenangkan dirinya.

Chapter 27-2

30
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share