0
Home  ›  Chapter  ›  Young Money

Chapter 8

 Chapter 8-1

Bu Alin yang sangat syok langsung pingsan. Beruntung bu Alin tidak memiliki riwat penyakit parah sebelumnya, hanya tekanan darah tinggi saja yang sampai membuatnya seperti ini.

Tak selang lama, Andin datang bersama pak Hendro, mertuanya. Terlihat Bimo yang duduk di samping bu Alin sementara Silvia menunggu di luar bersama Aldo. Pak Hendro langsung masuk sementara Andin berdiri di menunggu Bimo keluar.

"Gimana Kak? " tanya Aldo begitu Bimo keluar kamar.

Bugh! Tanpa ragu Bimo langsung menghajar Aldo tanpa henti. Aldo yang terus menangkis akhirnya membalas pukulan dari Bimo hingga aksi saling jotos tak bisa di hindari. Silvia berusaha memisahkan Bimo dan Aldo  begitu pula dengan Andin yang di bantu bagian keamanan.

Lain anak-anaknya yang tengah berkelahi. Bu Alin yang baru sadar langsung menangis dalam pelukan suaminya. Mulut dan hatinya tak kuat menyampaikan kabar tentang kelakuan liar dan jalang putrinya. Hati ibu mana yang tak hancur saat tau putrinya hamil duluan. Setelah membesarkan dengan sebaik dan semua kemampuan, putri kecil yang di besarkan itu malah menjadi jalang.

"Silvia hamil duluan Pa..." ucap bu Alin sambil menangis tersedu-sedu.

"Astagfirullah... " hanya kata itu yang keluar dari mulut pak Hendro. Sesak rasanya mengetahui putrinya menjadi wanita murahan, gampangan, sampai hamil duluan.

Bu Alin terus melanjutkan ceritanya. Mulai dari niatnya untuk memberi kejutan pada Silvia yang malah ia sendiri yang mendapat kejutan dari Silvia. Hasil USG, test pack, dildo, kondom yang bahkan tak di temukan bu Alin di kamar putranya malah ada di kamar Silvia. Tak hanya itu bu Alin juga menemukan pakaian dalam pria di bawah tempat tidur Silvia yang jelas bukan milik pak Hendro apa lagi Bimo.

Pak Hendro berusaha untuk lebih tenang dari istrinya, meskipun tak di pungkiri ia juga sakit hati dan kecewa. Ternyata putrinya yang begitu ingin menikah dan selalu memaksa untuk melangkahi Bimo dengan alasan menghindari zina, sudah hamil duluan. Ditambah dengan temuan istrinya jelas seks sudah menjadi kebutuhan pokok Silvia.

●●●

"Istigfar Mas... " ucap Andin sambil memeluk Bimo yang duduk di sampingnya dan masih menatap tajam ke arah Silvia dan Aldo juga natasnya masih menderu penuh emosi. "Tahan Mas..." Andin kembali menahan Bimo sambil mengelus tangannya yang terkepal lalu menggenggamnya.

Aldo terlihat lebih bisa mengendalikan emosinya. Selain Silvia yang terus di sampingnya, menatap Andin yang tengah menanangkan Bimo membuatnya ikut tenang. Meskipun ia tidak dalam kondisi menyenangkan. Pikirannya langsung kotor saat melihat betapa mulus dan jenjangnya kaki Andin karena dasternya yang hanya sampai di bawah lutut.

Bimo hanya menghela nafas, lalu menatap istrinya yang terlihat khawatir dan tegang. "Maaf ya... " ucap Bimo lalu menggenggam tangan Andin sambil merangkuknya.

"Sudah Mas gapapa... " jawab Andin sambil mengangguk dan mempererat pelukannya pada Bimo.

Aldo benar-benar kesal melihat kemesraan Bimo dan Andin yang tak seberapa itu. Bahkan ini pelukan pertama Andin dan Bimo di depan umum selama pernikahan mereka. Masih terlihat kaku dan canggung, tapi tetap terlihat mesra meskipun hanya pelukan biasa.

Aldo mengalihkan pandangannya pada Silvia yang membawa banyak masalah dalam hidupnya dengan senyum getirnya namun disalah artikan oleh Silvia sebagai penguat hatinya. Aldo langsung mengalihkan pandangannya dari Silvia ke Andin lagi. Penampilan Andin yang terburu-buru malah membuatnya makin menarik, wajahnya memang terlihat sedikit pucat tanpa make up. Tapi hal itu tidak melunturkan kecantikan alaminya sama sekali. Daster batik yang di kenakan Andin juga membuatnya terlihat keibuan dan err sexy sekali, apalagi rambutnya sedikit berantakan begitu.

"Mas... " panggil Andin pelan lalu melepas pelukannya dan menatap wajah Bimo. "Pipimu... " Andin meraba pipi Bimo yang memar. "Di obatin yuk! " ajak Andin lalu menurunkan tangannya dari pipi Bimo dan meletakkannya di bahu Bimo.

Cup! Dengan cepat dan singkat Bimo mengecup bibir Andin dan kembali menatap kedepan, sementara Andin masih menatapnya dengan terkejut karena kecupan mendadak barusan. Andin cepat-cepat menundukkan pandangannya sambil menutupi bibirnya.

Mas Bimo ini, batin Andin antara terkejut dan senang dengan apa yang di lakukan bimo.

Ya ampun! Aku kenapa kok sampe nyosor gini! Batin Bimo malu dan senang dengan refleksnya barusan.

Andin dan Bimo kembali canggung lagi. Meskipun Andin tak menggeser duduknya ataupun Bimo yang tak melepaskan rangkulannya. Aldo yang menatap kecupan singkat tadi langsung di bakar cemburu, meskipun Aldo tau di mana posisinya. Ia tetap tak bisa menahan perasaannya.

"Gimana Pa? " tanya Bimo saat melihat pak Hendro keluar dari ruang UGD.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Papa mau ngomong," ucap pak Hendro.

Andin yang paham harus bagaimana langsung masuk ke ruang UGD untuk menemani mertuanya. Bu Alin langsung menangis melihat Andin, apalagi saat Andin sudah duduk di sampingnya sambil menggenggam tangannya. Andin dapat melihat dengan jelas kesedihan mertuanya meskipun belum tau jelas apa yang masalahnya.

"Mama malu! Mama malu punya anak kayak Silvia! " adu bu Alin pada Andin.

Andin hanya diam mendengarkan aduan mertuanya. Andin hanya memposisikan dirinya sebagai pendengar tanpa bisa memberikan solusi pada mertuanya. Sesampainya di rumah pembicaraan masih berlangsung dengan sengit. Andin masih menemani bu Alin sampai bu Alin terlelap, barulah ia keluar kamar.

"Andin sini!" panggil pak Hendro.

Andin langsung datang dan berdiri di samping Bimo.

"Andin biar aku aja yang kasih tau. Papa lanjutin aja... " ucap Bimo lalu menggandeng Andin, membawanya masuk kamar.

Pak Hendro hanya mengangguk, terdiam sejenak lalu menatap Silvia dan Aldo.

"Gak ada pesta pernikahan. Kamu nikah di KUA, yang penting sah aja mumpung undangannya belum di sebar."

Silvia hanya menundukkan kepala, Aldo juga. Meskipun Aldo senang dengan keputusan pak Hendro yang makin tak menyulitkannya.

●●●

"Jadi gini... " ucap Bimo yang bingung harus mulai bicara dari mana dengan Andin.

Andin hanya menatap Bimo menunggu apa yang akan di sampaikannya.

"Silvia hamil duluan... " ucap Bimo yang membuat Andin membelalakkan matanya tak percaya. "Aku nikahin kamu, biar papa ngijinin Silvia nikah sama Aldo. Maaf ya... " sambung Bimo yang menjelaskan benar-benar secara singkat.

Andin hanya diam lalu menundukkan pandangannya. Tentu saja Andin sedih, tapi ia sadar ia juga melakukan hal yang sama pada Bimo. Andin menghela nafasnya dengan berat lalu tersenyum dan mengangkat kepalanya, menatap Bimo.

"Gapapa Mas, kita kan sama. Sama-sama karena terpaksa. Aku butuh uang, kamu butuh aku biar Silvia bisa nikah. Gak masalah. Kita sama saja... " ucap Andin bijak lalu tersenyum maklum.

Mendengar ucapan Andin yang bijak dan bisa memahami kondisinya, Bimo langsung tersenyum sumringah. Beban di hatinya yang selama ini ia sembunyikan rasanya lenyap semua hari ini. Melebur begitu saja.

"Wajahmu dah di obatin Mas? " tanya Andin.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

"Belum... " jawab Bimo lalu bangun dari duduknya dan kembali melanjutkan menulis deskripsi tentang dirinya.

Andin yang merasa berkewajiban mengurus Bimo langsung keluar kamar, mencari obat-obatan untuk Bimo. Lalu kembali ke kamar dengan kotak P3K yang ia temukan.

"Mau di obatin apa obatin sendiri? " tanya Andin.

Ya ampun peduli banget si Andin sama aku, aku aja dah lupa sakitnya gara-gara masalah Silvia, batin Bimo.

"Gimana Mas? " tanya Andin lagi karena tak mendapat jawaban dari bimo.

"Oh iya, aku aja.. Taruh aja nanti ku obatin... " jawab Bimo gelagapan.

Andin hanya menuruti perintah Bimo lalu kembali menyelesaikan tulisannya. Andin langsung memberikan kertasnya setelah selesai ke atas meja kerja Bimo. Tak lama Andin sudah kembali asik membaca buku barunya.

"Mas, aku ke kamar mama ya? " tanya Andin meminta ijin Bimo yang hanya di angguki Bimo.

Andin langsung keluar kamar dan mengecek kondisi bu Alin. Silvia dan Aldo masih di ruang tamu bersama pak Hendro yang masih menggebu-gebu. Begitu Andin masuk kamar bu Alin terlihat masih sedih sambil menangis dalam diam.

"Ma, Andin temenin boleh ?" tanya Andin yang di angguki bu Alin. "Ma, mama dari tadi belum makan. Mama makan dulu mau Ma? " tanya Andin sambil duduk di tempat tidur lalu memijat kaki ibu mertuanya.

"Mama gak pengen makan... " jawab bu Alin.

Andin masih di kamar mertuanya dan hanya menemani mama mertuanya yang menangis dan tengah kecewa.

"Bimo bilang sesuatu sama kamu? " tanya bu Alin setelah lama diam.

"Gapapa Ma, mama gak usah mikirin aku sama mas Bimo. Aku sama mas Bimo gapapa kok, kita dalam kondisi yang sama. Mama jangan khawatir... " ucap Andin paham apa yang ingin di ketahui mertuanya.

"Kamu gak keberatan sama Bimo? "

"Mas Bimo baik kok Ma, aku tadi di kasih novel baru. Ada tanda tangannya juga. Kemarin juga aku di temenin terus. Mas Bimo menyenangkan, aku suka... " Andin terlihat sangat ceria saat menceritakan bagaimana sikap Bimo padanya.

"Alhamdulillah kalo kamu bisa nerima Bimo... "

"Mama apaan sih, aku yang harusnya alhamdulillah bisa di bantuin, di kasih suami juga masa kayak gitu aku gak terima. Kurang ajar banget aku... "

"Andin tidur bareng sama Bimo ?"

"Gak tau Ma, seringnya aku tidur duluan jadi gak bareng... "

Bu Alin di buat geli karena jawaban polos menantunya yang menjawab secara harfiah.

"Ma," panggil Bimo yang langsung masuk ke kamar orang tuanya.

Andin langsung bangun dan menatap Bimo terkejut. Bimo yang melihat bagaimana reaksi Andin cukup geli dan makin gemas. Apalagi Andin jadi salah tingkah begini. Makin membuatnya terlihat menggemas dan lebih imut.

Duh gawat! Pasti mas Bimo denger tadi aku ngomong apa aja sama mama! Aduh! Aku malu! Batin Andin panik sambil merutuki dirinya sendiri.

"Gapapa disini aja, mau kemana ?" tanya Bimo saat melihat Andin berjalan keluar.

"M...ma...mandi... " jawab Andin malu-malu lalu berlari kembali ke kamar.

"Andin kenapa Ma ?" tanya Bimo heran.

"Tiap sama kamu dia kayak gitu? " tanya bu Alin.

"Enggak... " jawab Bimo lalu tiduran di samping ibunya.

Apa Andin marah ya sama aku? Tapi bukannya dia bilang gapapa. Katanya dia maklum, kok jadi gitu. Batin Bimo heran.

Chapter 8-2

30
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share