Chapter 18
"Ma,
aku sama Andin
mau pulang..." ucap Bimo
pada mamanya yang tengah menonton gosip pagi bersama Silvia.
"Loh, kok buru-buru?"
ucap bu Alin
terkejut.
"Aku sama Andin habis marahan, jadi mau
berduaan dulu..." jawab Bimo
lalu duduk di samping mamanya.
"Berantem kenapa?"
"Salah paham kecil... Biasa
lah Ma, kayak
gak ngerti kebutuhan aja..." ucap Bimo to
the poin akhirnya.
Bu alin langsung tertawa sementara Silvia hanya menyemak dan ikut
tertawa kecil. Benar-benar tidak nyaman saat tau yang di pungut seperti Andin bisa dapat sesuatu yang serba
lebih begini.
"Dah ah..." ucap Bimo malu. "Andin... Andin..."
panggil Bimo sambil
berjalan kembali ke kamar.
"Aku ke kamar dulu ya Ma..." pamit Silvia.
"...masih
pengen di sini Mas..."
terdengar samar suara Andin di
telinga Silvia yang
sengaja menguping.
Manja
banget! Batin Silvia
kesal lalu cepat-cepat pergi sebelum ia makin kesal.
"Sil... " panggil Bimo sambil mengetuk pintu kamar
adiknya.
"I-iya Kak?" saut Silvia lalu membukakan pintu. "Ada apa?"
tanya Silvia.
"Cewek sukanya apa ya?"
tanya Bimo yang
langsung mendapat tatapan bingung dari Silvia.
"Aku mau kasih kejutan buat Andin...
" jelas Bimo.
"Kamu kasih aja tabungan yang
banyak uangnya, ntar juga girang. Kan orang miskin..." jawab Silvia cukup sinis meskipun di
sampaikan dengan lembut.
"Gila lo!" salak Bimo. "Andin gak kayak gitu ya!
Lo ini sejak hamil jadi nyebelin!" sambung Bimo.
"Lah kok ngegas? Kan bener kak
Andin kayak
gitu. Buktinya dia nikah sama kamu gara-gara apa? Duit kan? Mending juga lu
cerein aja Kak...
"
"Gak!" potong bimo tak
setuju lalu melangkah keluar, tapi belum ia melangkah sampai ke pintu Silvia menahannya.
"Kak..." panggil Silvia sambil menarik tangan Bimo. "Kamu nikah gara-gara aku
kan yang minta? Sekarang aku mau cerai, kakak juga ya..." pinta Silvia yang mulai berlinangan air
mata.
Bimo hanya diam lalu menyingkirkan
tangan Silvia dan pergi begitu saja tanpa berkata apapun lagi.
●●●
Bimo
sama sekali tak mau memikirkan soal Silvia lagi dan apapun yang menyangkut soal hubungan rumah
tangganya yang amburadul tak karuan sekarang. Terlalu rumit dan membosankan!
Bimo masih ingat dengan jelas bila Silvia
hanya akan meminta satu hal dan yang terakhir padanya, waktu memintanya menikah
dulu.
Itu bukan waktu yang mudah
untuknya. Andin memang menarik dan membuatnya nyaman. Bahkan rasanya saat ini
Bimo sama sekali tak bisa lepas dari Andin
dan apapun yang ia lakukan Andin
harus terlibat. Selain itu pula Andin
juga sudah menjadi bagian darinya, tak hanya inspirasi dan sayang tapi juga
cinta dan hidup barunya.
"Aku pengen punya anak..."
ucap Bimo yang
akan mencapai puncaknya entah yang keberapa kali sekarang.
Bahkan rambut Andin masih basah setelah mandi junub[1].
Andin bahkan mulai hanya memakai daster tanpa pakaian dalam karena Bimo makin
buas dan makin menginginkannya lebih tiap waktu.
Andin hanya pasrah dan berusaha
melayani suaminya semampu dan semaksimal mungkin. Apa lagi Bimo juga membatasi aktivitas
mengurus rumahnya beberapa waktu ini.
Menjelang sore, Andin baru selesai
mandi junub lagi. Mungkin Bimo akan kembali menyetubuhinya
lagi kalau ayahnya tidak mengabari bila akan berkunjung.
"Mas, aku capek... Pegel
semua..." adu Andin pelan
dan nyaris berbisik setelah solat berjamaah.
"Mau di pijitin?" tawar Bimo sambil melepas sarung dan
melipatnya. "Apa mau pakek kursi pijat aja? " tawar Bimo lagi sambil
membantu istrinya bangun.
"Pengen bobo..." jawab Andin sambil tersenyum manis dan
tiduran masih dengan mukenanya.
Bimo melepaskan mukena Andin lalu
menggendongnya untuk membenarkan posisinya.
"Maaf ya bikin kamu capek..."
ucap Bimo lembut
lalu mengelus bahu Andin sambil
mengecup kening dan menyelimuti Andin.
Andin hanya mengangguk lalu menyamankan posisi tidurnya. Sementara Bimo langsung sibuk mengurusi urusan
rumah tangga, seperti mencuci piring dan mencuci baju. Lalu berlanjut mengepel
dan mengelap perabotan rumah. Baru Bimo
berencana menulis, baru saja duduk di ruang tengah. Tapi sayang ia masih perlu
menjamu ayah mertuanya yang baru datang.
"Andin mana?" tanya pak
Trisno begitu sampai.
"Baru tidur..." jawab Bimo sambil membawakan tas milik
mertuanya masuk.
"Kok tidur jam segini? Kan gak
baik tidur sore... "
"Dari semalem gak tidur Yah..." jawab Bimo yang langsung bersemu.
Pak Trisno langsung tertawa
mendengar jawaban menantunya. "Jiwa muda ya... " sindirnya lalu masuk
kamar.
Bimo hanya mengangguk malu-malu,
lalu buru-buru ke kamar sebelum di tanya yang aneh-aneh oleh mertuanya.
"Sayang..." panggil Bimo
lalu naik ke tempat tidur dan memeluk istrinya yang terlelap.
"Hmm..." jawab Andin yang hanya berdeham.
"Ada ayah..." ucap Bimo lalu menyembunyikan wajahnya di
tengkuk istrinya.
"Kapan dateng?" tanya Andin dengan suaranya yang serak.
"Barusan... " jawab Bimo lalu melepas pelukannya.
"Em..." Andin hanya mengangguk lalu bangun
dan memijit leher dan bahunya. "Aku ganti baju dulu," sambung Andin lalu bangun dan memilih gamis.
"Nanti jajan aja keluar, gak
usah masak. Apa beli lauk aja... Aku dah masak nasi..." ucap Bimo.
"Mas bisa masak nasi? "
"Bisa pakek tutorial tadi..."
Andin hanya tertawa kecil lalu
mengambil balsem yang ada di atas meja riasnya lalu mengoleskan ke leher dan
bahunya.
"Nanti pijit gimana?"
tanya Bimo lalu
memijit bahu istrinya.
"Gak usah ah Mas, udah pakek balsem ini..." jawab Andin lalu mengedikkan bahunya, tak
mau di pijit.
Bimo hanya menghela nafas lalu
keluar kamar duluan, di susul Andin.
Andin berusaha tetap terlihat ceria dan baik-baik saja meskipun ia masih ingin
istirahat dan tidak mood sama sekali
untuk pergi keluar.
"Andin pucet, sakit Nak?" tanya pak Trisno yang
memperhatikan putrinya yang sedang membuat teh.
"Enggak, cuma kurang tidur
aja..." jawab Andin sambil
tersenyum.
"Kok bisa? " tanya pak
Trisno penasaran.
"Ne-nem-nemenin aku Yah!" jawab Bimo gugup. "A-aku minta Andin nunggu aku selesai nulis baru
tidur, jadi banyak begadang... " sambung Bimo.
Pak Trisno hanya mengangguk lalu
membuka toples kismis. "Yaudah, istirahat lagi aja sana..." ucap pak
Trisno pada Andin.
"Dah mau Maghrib Yah,
tanggung... Nanti sekalian habis Isya
aja..." jawab Andin lalu
memberikan teh buatannya untuk ayahnya juga suaminya.
"Nanti mau jajan apa?"
tanya Bimo setelah
menyeruput tehnya.
"Gak mood makan Mas," bisik
Andin
menjawab pertanyaan Bimo lalu
bersandar di bahunya dengan manja. "Ayah pengen makan apa?" tanya Andin pada ayahnya.
"Jajan nasi padang aja, beli
lauk aja makan di sini..." jawab pak Trisno yang tak mau merepotkan
anak-anaknya.
Andin hanya mengangguk pelan lalu
bangun dan pindah ke sofa. Bimo dan pak Trisno di buat sedikit khawatir akan
kondisi Andin. Meskipun keduanya tetap mengobrol santai dan beberapa kali
menanyakan kondisi Andin, atau
menawari makanan pada Andin.
●●●
"Mas,
peluk..." pinta andin manja setelah solat Isya dan makan malam.
Bimo langsung memeluknya sambil
mengelus punggung dan pinggangnya.
"Udah sikat gigi ?" tanya
Bimo lalu
mengecup kening istrinya.
Andin hanya mengangguk lalu
mempererat pelukannya.
"Sayang, besok aku ada meet and great... " ucap Bimo pada Andin sambil mengelus
rambutnya.
"Jam berapa?" tanya Andin
lalu melonggarkan pelukannya.
"Habis makan siang..."
jawab Bimo lalu
mengecup kening istrinya.
[1] Mandi besar