Chapter 7
Setelah lama membaca di kamar akhirnya Andin
keluar kamar untuk makan siang. Ponsel pun ia tinggal di kamar karena hanya
akan makan sedikit dan kembali ke kamar.
"Kak Andin, mau ikut aku gak? Nyobain
masakan," ajak Silvia yang melihat Andin.
"Eh, eng... Maaf tapi aku masih mau
baca," jawab Andin sungkan.
"Yaahh... Gak seru deh..."
"Em, aku tanya mas Bimo dulu ya. Boleh
pergi apa enggak..."
Silvia langsung tersenyum sumringah mendengar
Andin mau mempertimbangkan ajakannya. Silvia juga langsung menyodorkan
ponselnya agar Andin bisa langsung minta ijin tanpa perlu kembali ke kamarnya.
"Apa? " saut Bimo di ujung sana.
"Assalamu'alaikum Mas," ucap Andin.
"Wa'alaikumsalam... Andin? Kenapa?"
"Silvia ajak aku pergi, mau ngicipin
makanan gitu. Boleh ik... "
"Gak usah! Di rumah aja! " Bimo
langsung memotong ucapan Andin.
"Yaahhh Kak, kak Andin kan di rumah
terus. Masa gak boleh main sama sekali? " saut Silvia begitu kakaknya
menolak mengijinkan iparnya ikut.
Bimo hanya menghela nafas dan mendesah kesal.
"Yaudah boleh tapi bentar! Sebelum maghrib dah pulang ya... " putus
Bimo.
"Iye pelit! " jawab Silvia senang
akhirnya Bimo mengijinkan.
Andin hanya tersenyum melihat Silvia yang bisa
merayu Bimo dengan mudah. "Aku siap-siap dulu ya... " Andin langsung
ke kamar dan mengganti bajunya dengan celana panjang dan kemeja.
Tak lama Andin datang, penampilannya sangat
sederhana. Aksesoris pun hanya cincin dan tas selempang kecil yang berisi
dompet dan ponsel. Rambutnya di ikat, wajahnya tanpa polesan make up sama
sekali. Mungkin hanya pelembab dan lipstik tipis. Benar-benar jomplang dengan
Silvia yang terlihat glamor.
Sepanjang perjalanan Andin hanya diam
mendengarkan Silvia yang bercerita ini itu. Sesampainya di sana Silvia langsung
menempel dengan Aldo sementara Andin mengikuti di belakangnya, obat nyamuk.
Tau gini aku makan dulu di rumah. Batin Andin
lapar dan tak satupun makanan bisa ia nikmati sampai kenyang. Jelas saja
namanya juga cuma icip-icip. Usai acara icip-icip yang tak mengenyangkan itu,
Silvia kembali mengajak Andin jalan. Kali ini mengajaknya makan siang dengan
bebar. Aldo juga ikut tentunya.
Andin hanya ikut makan sesuai yang di pesan
Aldo dan Silvia. Andin juga hanya diam sambil membaca info soal novel yang akan
segera rilis waktu dekat ini. Andin sedikit iri sebenarnya saat melihat
kemesraan adik iparnya yang tak terpaut jauh usia dengannya.
Pasti Silvia seneng banget bisa nikah sama
orang pilihannya. Pasangan serasi, cakep cantik. Batin Andin lalu tersenyum
sekilas menatap Silvia.
"Kak Andin kenapa senyum-senyum gitu?
" tanya Silvia heran dan sudah menatap tajam Andin karena mengira ia genit
pada Aldo. Apalagi Aldo ikut tersenyum begitu.
"Kamu cantik, pasti seneng bentar lagi
nikah. Aku gak bisa bayangin gimana waktu kamu nikah nanti... " jawab
Andin.
Silvia dan Aldo hanya tersenyum dan tertawa
kecil mendengar ucapan Andin.
"Apaan sih Kak. Kamu loh juga
cantik.." Silvia benar-benar tersipu malu akan jawaban Andin.
Andin hanya menundukkan pandangannya sambil
tersenyum lembut mendengar ucapan Silvia. Aldo cukup tertegun melihat bagaimana
senyum Andin. Aldo bahkan hampir terpesona dengan semua yang dilakukan Andin.
Dari caranya berjalan, caranya bicara dengan lembut, pembawaannya yang kalem
dan dewasa, caranya tersenyum dan lagi Andin terlihat sangat cantik tanpa make
up. Bahkan bagi Aldo, Andin jauh lebih cantik tanpa make up.
Andin tak begitu sadar dan peduli dengan
tatapan Aldo padanya yang penuh rasa terpesona padanya. Aldo juga menyemak
dengan serius apa jawaban Andin tiap di tanya Silvia, atau cara andin
memisahkan seledri yang ada di mangkuknya. Aldo benar-benar terpesona pada
Andin, sampai Andin menerima telfon dari Bimo yang membuatnya tersadar Andin
sudah ada yang punya.
Coba gue kenal duluan sama Andin. Dah gue
nikahin sejak lama! Beda jauh bener dari Silvia. Kalo gak bunting gak gue
nikahin lo! Batin Aldo sambil menatap Silvia yang bergelayut manja padanya.
"Iya Mas. Wa'alaikumsalam... " ucap
Andin lalu menyudahi teleponnya.
"Udah yuk pulang! " ajak Silvia lalu
berjalan ke mobil sementara Aldo tengah membayar makan siang mereka.
●●●
Andin langsung tidur di sofanya begitu sampai
rumah. Kamarnya juga langsung ia tutup dan kembali memakai dasternya menunggu
Bimo pulang.
Aldo yang masih ingin memandangi Andin
perlahan mengendap-endap berjalan ke kamar Bimo. Hasratnya benar-benar menggebu
untuk bisa menemui Andin lagi. Aldo benar-benar ingin menemui Andin, meskipun
Silvia bilang untuk menunggu di ruang tamu saja. Perlahan tangannya memegang
gagang pintu kamar Bimo dengan gugup dan sedikit gemetar, ini pertama kalinya
ia berhasrat mengintip wanita yang jelas istri orang.
"Kamu ngapain? " tanya Silvia begitu
keluar kamar pada Aldo.
Aldo langsung membelalakkan matanya cukup
terkejut langsung kepergok begini.
"Loh ku kira ini kamarmu... Baru mau di
kagetin," jawab Aldo gugup lalu merangkul Silvia.
"Aih kamu ini... Ada-ada aja... "
Silvia sama sekali tak curiga pada apa yang akan di lakukan Aldo dan hanya
menganggapnya sebagai surprise yang gagal.
Bukannya Aldo dah tau mana kamarnya Silvia.
Batin Bimo heran saat tak sengaja menguping pembicaraan Aldo dan Silvia.
"Loh Kak dah pulang? " sambut Silvia
saat melihat Bimo dengan tote bag dari penerbitannya.
Bimo hanya menatap tajam Aldo lalu Silvia.
Bimo jelas masih tak merestui hubungan Silvia ini, hanya pacaran saja Bimo
sudah tidak suka. Apa lagi menikah karena hamil duluan dan yang makin membuat
Bimo kesal karena ia tak bisa mengatakan kebenaran yang ada demi menjaga nama
dan perasaan adiknya.
Bimo langsung masuk ke kamarnya dan melihat
Andin yang tengah tidur siang di sofa. Beberapa buku masih berserakan di
lantai, tidak terlalu berserakan hanya saja Bimo suka sesuatu yang benar-benar
rapi.
"Mas? Udah pulang... " ucap Andin
yang bangun karena mendengar langkah kaki Bimo di kamarnya.
"Aku tadi ke percetakan dapet ini...
" ucap Bimo yang langsung memamerkan novel barunya.
"Ya Allah! Kok bisa dapet Mas? Ini loh
belum rilis! " pekik Andin yang langsung meraih buku di tangan Bimo.
"Kok kamu tau?"
"Aku ngikutin IG penerbitannya, ini baru
rilis bulan depan. Hebat! Kok bisa dapet? " Andin langsung menciumi buku
baru tersebut, menghirup aroma buku baru yang membuatnya senang. "Ya
Allah! Ada tanda tangannya! Kamu dapet dari mana Mas? "
Bimo hanya tersenyum melihat Andin yang begitu
senang. Ia tak menyangka bila Andin benar-benar mengaguminya. Bahkan Andin
langsung menangis haru saat melihat tulisan "untuk Andin" dalam tanda
tangan tersebut.
"Heh! Kenapa nangis? " panik Bimo.
"Aku seneng..." jawab Andin lalu
menyeka air matanya sambil tersenyum.
"Ahahahaha Andin... Andin... "
"Makasih ya Mas... "
Bimo tak pernah merasa benar-benar bisa
membuat seorang wanita bahagia sampai terharu selain tokoh di naskahnya dan
kini ia benar-benar merasakannya. Baru kali ini Bimo merasa sukses bersikap
romantis pada seorang wanita hingga ia ikut berdebar.
"Kita bikin lis biodata sama ceritakan
tentang diri masing-masing yuk!" ajak bimo lalu mengambilkan kertas dan
bolpen untuk Andin yang mulai membaca kata pengantar.
"Ck! Ku kira masih bujang. Ternyata dah
nikah... " gumam Andin tak mempedulikan ajakan Bimo.
"Kenapa? " Bimo memberikan kertas
dan bolpennya pada Andin.
"Dia udah nikah ternyata. Pantesaan aja
tulisannya bikin baper terus... " jawab Andin murung lalu menerima kertas
dari Bimo. "Jadi aku harus ngisi gimana ?"
"Deskripsikan aja dirimu... " Bimo
ikut duduk di samping Andin. "Kalo ternyata Ten Ayashi itu suamimu gimana?
"
"Hahaha ya gak lah, kan aku dah punya
suami... " Andin langsung menundukkan pandangannya setelah tertawa keci
lalu menerima kertas dari suaminya.
Bimo langsung duduk di meja kerjanya sementara
Andin mulai menulis dengan beralaskan buku di sofanya. Beberapa kali Bimo
menatap Andin sampai akhirnya ia hanya menatap Andin, memperhatikan wajahnya,
rambutnya, bahunya, pinggangnya, sampai ekspresinya saat sedang menulis.
Cantik, hanya kata itu yang terbersit di kepala Bimo.
"Mas, kalo udah terus gimana? "
tanya Andin lalu menatap Bimo.
"Eh? Em yaudah kasih ke aku..."
jawab Bimo kaget.
"Oke, kurang dikit kok... "
Bimo hanya mengangguk lalu mulai menulis
deskripsi tentang dirinya. Shit! Kepalaku kosong! Isinya cuma Andin! Batin Bimo
yang bingung akan mulai dari mana.
"ASTAGFIRULLAH!!!! SILVIAAA!!!! "
suara jeritan bu Alin terdengar begitu nyaring. Tak lama suara tangis
histerisnya.
Bimo dan Alin langsung berlari tergesa-gesa
keluar kamar menuju ke kamar Silvia yang terbuka lebar. Bimo langsung menahan
Andin agar tetap jauh dari kamar Silvia, tak lama suara barang-barang dari
kamar Silvia yang di banting bu Alin terdengar bahkan beberapa sampai terlempar
keluar.
Andin hanya mundur dan kembali masuk ke kamar
sambil menutup telinganya dengan kedua tangannya saat melihat mertuanya tengah
marah besar. Suara tangis Silvia juga terdengar meraung-raung. Sampai akhirnya
suara itu terhenti dan berganti dengan jeritan Silvia dan Bimo, Andin masih di
kamar sampai akhirnya suara ambulan terdengar.
Ya Allah semoga semua baik-baik saja. Batin
Andin yang hanya bisa berdoa.