Chapter 28
Andin
hanya diam sambil mengemasi barang-barangnya juga barang-barang milik Putri. Sementara suaminya tengah
berbicara dengan mertuanya. Andin tak begitu peduli. Sampai akhirnya Silvia
masuk ke kamarnya dan menyiramnya dengan segelas teh panas.
"Astagfirullah Silvia! " jerit Andin yang langsung panik saat air panas itu membasahi baju
dan mengenai kulitnya.
"Silvia! " bentak Bimo lalu membawa istrinya ke kamar
mandi untuk melepaskan bajunya dan memisahkan Silvia dari Andin.
"Pergi sana! Jangan balik lagi!
" teriak Silvia mengusir Andin
dan mulai memakinya.
Ya
Allah sampe merah gini... Kena air panas... Batin Bimo saat melihat bahu sampai lengan
istrinya yang melepuh ringan.
Andin hanya mengaduh pelan sambil
membiarkan bahunya di siram air sampai terasa netral. Sementara Putri diam bersembunyi di balik sofa
sambil menangis ketakutan.
"Sini Nak, cup...
Sayang... " ucap Bimo menenangkan
Putri lalu
membawanya ke kamar mandi juga agar Putri
tau semua baik-baik saja. "Mau mandi? " tanya Bimo pada Putri.
"Mandi yuk nak... Sini...
" ajak Andin yang
di angguki Putri.
Bimo hanya membantu untuk
melepaskan pakaian Putri dan
menyiapkan handuk dan pakaian sementara Andin
yang mengurus Putri saat
mandi. Seolah tanpa beban dan emosi, bahkan Andin memperlakukan Putri
dan semuanya dengan normal seolah tidak ada masalah dan itu yang membuat Bimo juga keluarganya khawatir pada Andin.
"Gimana? Mama masih kekeh gak
mau bawa Silvia ke psikiater? Mama
mau liat aku sama Andin gak di sini lagi?" tanya Bimo mendesak bu Alin.
"Tapi Bimo... "
"Aku sama Andin gak bakal pulang kalo Silvia
masih gak terkendali kayak gitu...
" potong Bimo lalu kembali
masuk ke kamarnya dan menutup pintu.
●●●
Andin
hanya menyalimi mertuanya dan para pembantu di rumah yang
sengaja ingin mengantar Andin
pergi. Sementara Silvia tak nampak sana sekali entah apa yang di lakukannya.
"Mas, nanti belanja dulu ya...
" pinta Andin
setelah lama diam.
"Iya sayang... " jawab Bimo lembut sambil menggenggam
tangan Andin. "Andin, kamu seneng-seneng aja selama jadi istriku. Gak usah
mikir yang berat-berat. Masalah Silvia biar aku yang urus ya... Maaf ya...
" sambung Bimo yang
hanya di angguki Andin.
"Sayang kamu gapapa? "
tanya Bimo yang
jadi khawatir dengan kondisi istrinya yang begitu pandai menyembunyikan
emosinya.
Andin hanya mengangguk, lalu diam
selama perjalanan. Tidak ada cemilan yang masuk ke mulutnya ataupun pembicaraan
yang ia mulai. Tangannya juga hanya mengelus perut buncitnya dengan matanya
yang tertuju keluar.
Saat belanja pun Andin hanya diam sekalinya berbicara
hanya meminta Bimo
mengambilkan barang yang tinggi atau pada Putri yang menginginkan sesuatu. Andin juga hanya diam saat Bimo mencium pipinya di depan publik
dan terus melanjutkan aktivitasnya.
Bimo merasa begitu sedih dan
menyesal atas semua yang di alami Andin hingga diam begini. Andin memang kalem
dan jarang bicara, tapi kali ini rasanya istrinya itu benar-benar dingin.
Bahkan rasanya Andin juga
marah padanya. Bimo merasa serba salah saat ini meskipun Andin tidak menyalahkannya atau memarahinya.
"Sayang jangan diem terus aku
gak suka! " ucap Bimo dengan
suara manjanya sambil menghentakkan kaki.
"Aku masih sedih Mas, aku pengen diem... " jawab
Andin dengan
mata yang berkaca-kaca menatap suaminya.
Bimo hanya diam lalu memeluk
istrinya. "Maaf... " ucap Bimo
lalu mengecup kening Andin.
Andin hanya mengangguk lalu
berjalan ke kasir setelah semua yang ia perlukan sudah masuk ke trolinya. Bimo hanya mengikutinya sambil
menggendong Putri yang terlelap
sambil memegangi coklatnya.
●●●
Perjalanan
ke rumah orang tua andin juga di penuhi keheningan. Sesekali
Bimo menggenggam tangan Andin
atau mengelus perutnya dengan lembut.
Sampai di rumah, terlihat mertuanya
sedang sibuk panen hasil kolamnya di bantu beberapa orang tetangga dan si
pemborong. Bahkan mobil Bimo
pun di parkir sedikit jauh dari rumah mertuanya.
Begitu mobil berhenti dan terparkir
sempurna Andin
langsung buru-buru kerumahnya dan memeluk ayahnya erat sambil menangis. Seolah
anak TK yang
mengadu pada ayahnya. Pak Trisno hanya terheran-heran dengan apa yang di
lakukan putrinya dan hanya bisa mengelus punggungnya sambil menguatkan hatinya.
"Ada apa? Tenang dulu... Ayah
bingung... " ucap pak Trisno sambil menggiring Andin kedalam dan mendudukkannya di sofa.
"Silvia jahat sama aku Yah... Katanya aku ke sana buat jadi
pembantu... " adu Andin sambil
menangis. "Ayah bilang aku ke sana buat jadi istri, ku kira juga gitu ternyata
aku di anggap pembantu Yah...
" sambung Andin sambil
menyeka air matanya dengan kerudung panjangnya.
Pak Trisno hanya bisa menatap Andin dengan sedih dan prihatin.
Ingin marah rasanya ia tak berhak sama sekali. Apa lagi saat ingat bagaimana
kebaikan orang tua Bimo selama
ini.
"Aku layani semua orang
soalnya aku merasa sebagai keluarga. Aku mau semua sayang aku, tapi ternyata
gak bisa yah... Aku sebal... " ucap Andin
sambil memukul pahanya.
"Cup... Cup... Maaf ya nak... Ayah yang salah... Ayah yang bikin
kamu kayak gini... Ayah minta maaf ya... Terus Andin maunya gimana sekarang hmm ?" ucap pak Trisno
sambil memeluk Andin dan
menyeka air matanya yang berlinangan.
"Aku gak mau kesana lagi, aku
gak mau sama Silvia, Silvia aneh... " jawab Andin.
"Aneh gimana? " tanya pak
Trisno.
"Dulu baik, dulu sayang sama
aku tapi sekarang kok tidak? Kok dia jadi benci sama aku Yah? Aku salah apa? Aku gak ngerti... " jawab Andin yang mulai bisa mengendalikan
diri.
Bimo hanya diam di ambang pintu.
Bahkan Andin tak
pernah menceritakan apa yang ia rasakan saat bersamanya. Bimo juga baru
mengerti betapa besar rasa sayang dan ingin di sayangi dari istrinya untuk
keluarganya. Tak hanya itu Bimo
juga baru mengetahui kalau istrinya begitu rapuh dan belum nyaman dengannya
sampai tak menceritakan semua padanya.
"Tapi Bimo baik kan? Sayang sama kamu? " tanya pak Trisno yang
di angguki Andin. "Mertuamu juga? " tanya pak Trisno lagi yang
kembali di angguki Andin.
"Cuma Silvia yang gak suka
aku. Kemarin aku di tampar, Putri
juga jadi kena. Tadi pagi aku di siram teh panas. Aku di suruh cerai terus...
Aku gak mau cerai... " adu Andin.
Astagfirullah!
Silvia bisa-bisanya kayak gitu ke Andin! Geram bimo kesal.
"Yaudah kamu di sini aja
dulu... Mungkin nanti Silvia bisa
merenung, kamu juga bisa tenang in diri dulu. Nanti waktu Silvia kangen kamu
siapa tau dia sudah baik lagi, sudah sayang kamu lagi ya? " ucap pak
Trisno menyemangati dan membesarkan hati Andin
yang sedih.
Andin hanya mengangguk lalu
tersenyum sekilas dan menatap ke arah suaminya. "Mas denger semua ?"
tanya Andin polos.
"Enggak... " jawab Bimo sambil tersenyum. "Nanti
Silvia biar Mas aja yang
ajak ngomong ya... Kamu gak usah mikir itu ya... " sambung Bimo lalu mengecup kening Andin.
"Itu Mas denger semua... " ucap Andin lalu memeluk suaminya.