Bab 00 - Prolog
Lilia menatap Mark yang memenangkan perlombaan robotik dan pemrograman komputer kali ini dengan mata yang berbinar-binar. Gadis itu begitu terpesona dengan Mark yang terkenal doyan berkelahi itu ternyata memiliki bakan di bidang yang sama dengannya. Bidang permrograman yang selalu di anggap sebagai bidangnya anak-anak culun.
Mark
menjuarai lomba dengan ide sederhananya, membuat aplikasi berbagi chatting
dan kencan, baik kencan dengan manusia maupun sebatas chatting dengan
robot AI. Orang-orang bisa membuat komunitas, berbagi cerita, dan bertemu
karena pemberitahuan pengguna dalam tempat yang sama.
Ide yang
sangat sederhana bahkan jika di bandingkan dengan apa yang Lilia buat. Robot
pembuka kaleng. Tidak keren sama sekali. Tapi meskipun begitu kekalahan kali
ini tidak membuat Lilia sedih. Karena kekalahannya ini, ia bisa melihat Mark
yang selalu murung tersenyum dengan ceria. Pertama kali dalam hidupnya, Lilia
senang dengan kekalahannya hanya karena laki-laki yang menjadi saingannya
tersenyum.
“Kamu
gimana nanti? Dimarahin gak kalo kalah?” tanya teman Lilia yang khawatir karena
kekalahan Lilia.
Mark
meletakkan satu pita juaranya di atas robot milik Lilia. “Punyaku cuma program,
laptopku gak bisa di tutup kalo di tempel di layarnya,” ucap Mark lalu berlari
menuju ibunya yang menunggu di depan untuk berfoto dengannya.
Lilia
begitu terkejut menerima pita juara dari Mark. Ia tak pernah bicara sebelumnya
dengan Mark. Sekarang Mark malah memberinya pita juara yang tak seharusnya ia
terima.
***
Berberapa
tahun berlalu, Lilia terus berusaha mengejar Mark. Lilia bukan tipe perempuan
yang agresif. Orang tuanya yang sudah meninggal di tambah ia yang menjadi
penerima kupon makan siang gratis karena masuk dalam golongan siswa miskin
membuatnya malu mendekati Mark. Lilia berusaha keras masuk kedalam SMA yang
sama dengan Mark dan duduk di kelas yang sama.
Lilia masih
tak berani menyapa apalagi mengobrol dengan Mark. Bahkan Lilia masih ingat ia
masih belum sempat mengucapkan terimakasih atas pita yang Mark berikan padanya.
Lilia hanya berani mengamati Mark di kejauhan, memantaunya dari jauh, dari
sosial media maupun aplikasi yang ia buat.
Sampai
akhirnya ia tak bisa mengikuti langkah Mark lagi. Mark tiba-tiba tidak hadir di
acara perpisahan sekolah, Mark juga tiba-tiba tidak aktif di sosial media.
Tidak ada postingan baru lagi, bahkan di aplikasinya juga sudah lama tidak
aktif juga.
Tidak ada
pembaruan apapun dari Mark selain setiap tanggal 16 tema pada aplikasi akan
selalu berubah menjadi gelap dan di penuhi bunga yang bertaburan saat di buka.
Tak ada tambahan lainnya lagi. Tapi rasanya aplikasi itu tetap terus berjalan
meskipun tak banyak yang menggunakan.
Tahun-tahun
berlalu Mark bahkan sudah tak tinggal di rusun kumuhnya lagi sekarang. Lilia
tak tau kemana Mark melanjutkan pendidikannya atau kemana Mark bekerja
sekarang. Tak ada informasi yang cukup membantunya juga selain satpam yang
mengatakan jika Mark pindah ke rumah kakaknya.
Lilia tetap
mencari Mark dan berharap ia bisa bertemu dengan Mark. Lilia mengikuti segala
lomba robotik dan pemrograman, mengambil kuliah S1 di jurusan IT, bahkan sudah
magang di beberapa perusahaan yang bergerak di bisang IT juga. Tapi sejauh ini
ia tetap tak bisa menemukan Mark.
Mark
benar-benar hilang bak di telan bumi. Sampai akhirnya Mark melakukan pembaruan
pada status di laman sosial medianya. Memposting dirinya yang bekerja di salah
satu perusahan IT yang membantu penjualan online. Tak selang lama Mark juga
memposting brosur lowongan pekerjaan di sosial medianya.
Betapa
terkejutnya Lilia melihat postingan baru dari Mark. Tangannya sampai gemetar
dan airmatanya juga langsung mengalir. Tak ada yang lebih membahagiakan baginya
selain melihat kabar Mark kembali.
“Mark…”
lirih Lilia yang langsung menangkap layar ponselnya, menyimpan foto Mark.
Fantasi
liar Lilia soal Mark kembali muncul. Sebelumnya ia terus membayangkan Mark
dengan wajahnya yang murung dan pandangannya yang dingin, rambutnya yang belum
sempat di cukur dan pakaiannya yang jarang di setlika. Begitu jauh berbeda
dengan yang sekarang, rambutnya tampak rapi wajahnya juga terlihat makin tampan
dengan senyumannya, meskipun bekas luka di alisnya masih ada.
“Mark…ahh…”
desah Lilia sambil menjamah tubuhnya dan membayangkan jika Mark yang melakukan
itu padanya. [Next]