BLANTERORBITv102

Bab 24 – Menjauh

Kamis, 25 Juli 2024

Alya tak pernah datang ke rumah Arya lagi. Perlahan-lahan ia mulai menjauhi Arya dan mencari kesibukan dengan belajar maupun membantu tantenya. Atau mencari alasan lain agar tak perlu dekat dengan Arya lagi.

Arya jelas menyadari perubahan Alya tersebut. Apalagi Alya yang sebelumnya kesal dengan Doni jadi dekat bahkan mau pulang bersama juga. Arya tentu marah dengan apa yang di lakukan Alya. Tapi Alya selalu memberikan alasan-alasan yang cukup masuk akal bagi Arya. Jadi Arya tak bisa berbuat banyak.

Tio yang semula mendukung hubungan Alya dan Arya bahkan menaruh harapan besar pada hubungan itu perlahan mulai sadar dimana posisinya. Tio dan Yuli tersadar betapa tidak berdayanya mereka bila nantinya bersanding dengan Arya apa lagi keluarganya.

Tapi Tio dan Yuli juga tidak melarang Alya dekat dengan Arya, keduanya juga masih menerima Arya bila kerumah dengan ramah seperti biasanya. Hanya saja sudah tidak berharap apa-apa lagi. Alya rasanya juga lebih nyaman dengan keputusan om tantenya dan sangat bersyukur dengan keluarganya yang sangat pengertian itu.

“Alya!” seru Arya menahan Alya yang sudah buru-buru pulang. “Alya tunggu!” seru Arya lagi yang akhirnya menghentikan langkah Alya.

Alya menundukkan kepalanya menghindarai tatapan mata Arya. Arya menggenggam tangannya lalu mengajaknya duduk terlebih dahulu.

“Alya kenapa jauhin aku sekarang? Aku bikin salah apa sama Alya?” tanya Arya lembut.

Alya menggeleng. “Kamu gak salah apa-apa ke aku,” jawab Alya singkat dan kembali berusaha pergi.

“Kalo aku gak salah kenapa kamu hindarin aku terus?” desak Arya tak puas dengan jawaban Alya. “Kalo kamu gak bilang apa-apa dan terus hindarin aku gini, aku gak tau apa-apa. Aku gak tau kesalahan apa yang aku perbuat, aku gak bisa memperbaiki apapun. Bahkan kalau itu bukan salahku dan aku gak bisa rubah aku juga, kita gak bisa selamanya saling mendiamkan Alya.”

Alya menghela nafas lalu menatap Arya. “Aku kecewa sama kamu waktu tanding kemarin, aku gak suka kamu berantem cuma buat hiburan gitu. Aku muak liat kamu memamerkan kekuatanmu, memakai uangmu buat menyakiti orang lain. Kamu bukan temanku yang dulu Arya. Aku gak bisa temenan sama orang yang kayak gitu,” ucap Alya jujur sambil menggenggam tangan Arya agar ia tidak marah.

“T-tapi aku atlit MMA, aku emang petarung dan banyak yang mengandalkan aku Al. Selain itu aku berkelahi cuma di ring aja, aku gak pernah berkelahi di tempat lain. Aku berkelahi di tempat yang legal, dengan wasit, pelatih, tenaga medis, tim keamanan, semua lengkap, salahnya dimana?” Arya menjelaskan kondisinya pada Alya.

“Iya, tapi kamu udah pernah bikin orang yang lawan kamu sampe cacat! Kamu juga bales Icha lebih dari yang seharusnya,” ucap Alya tak terima dengan penjelasan Arya.

Arya mengusap wajahnya bingung harus menjelaskan seperti apa pada Alya. “Pertarungan di ring apapun yang terjadi  adalah resiko. Aku juga punya potensi yang sama buat kehilangan kesadaran dan jadi cacat karena pukulan yang ada. Emang gitu Al, reskio. Seperti pembalap yang jatuh dari motornya, pembalap F1 yang tabrakan atau meledak di dalam mobil karena bahan bakar gak setabil, semua ada resikonya. Aku hanya mempertahankan diriku,” jelas Arya dengan mata berkaca-kaca merasa sangat di hakimi oleh Alya yang menghujaninya dengan perasaan bersalah kembali dan yang lebih membuat Arya sedih Alya lebih mengkhawatirkan lawannya daripada dirinya.

“Oke kalo itu aku bisa terima alasanmu, tapi soal Icha?”

“Apa ada pemecahan masalah lain yang bisa kamu lakukan selain yang sudah aku dan Ibu lakukan?!” bentak Arya yang merasa sakit hati dan tak dihargai oleh Alya dengan airmata yang mulai tak dapat ia tahan. “Aku cuma berusaha memberikan yang terbaik buat kamu, aku cuma berusaha memberikan tempat yang aman buat kamu, aku berusaha melindungi kamu. Bahkan teman-temanmu, orang-orang yang tau masalahmu juga ga ada yang peduli ke kamu Al! Doni juga gak bener-bener belain kamu! Aku Alya, aku yang selalu berusaha ada buat kamu. Kenapa kamu tidak bisa melihat itu dan hanya melihat sisi burukku yang tidak seberapa itu?!”

Arya langsung bangun dan meninggalkan Alya sendiri. Alya hanya memalingkan pandangannya. Arya benar tapi Alya juga punya pendapatnya sendiri juga idealisme yang ia pegang hingga saat ini. Alya tetap menganggap Arya kejam dan tak berhati nurani, sementara Arya menganggap Alya tak bisa menghargainya.

“Mas…” panggil Joko pelan begitu Arya duduk dan langsung memeluk selimut bundanya sambil menangis.

“Kamu diem! Aku gak mau ngomong!” bentak Arya kesal sambil menangis kecewa.

●●●

Doni yang melihat Alya yang bicara dengan Arya dengan cukup serius memilih untuk meninggalkan Alya. Tak satupun orang yang menawari Alya untuk pulang bersama setelah angkot terakhir pergi.

Gemuruh gutur setelah adanya mendung di tambah rintik hujan mengiringi langkah Alya pulang. Alya sudah mencoba menghubungi Doni tapi Doni tak kunjung menjawab dan cenderung mengabaikannya juga. Alya mencoba menghubungi Dela juga tapi tak ada jawaban juga.

Alya menyesal sedikit menyesal sudah bertengkar dengan Arya. Ia jadi tak bisa pulang dengan cepat dan ia harus berteduh hingga hujan reda. Alya menatap pantulan wajahnya dari etalase kios tempatnya berteduh.

Alya melihat rambutnya yang terlihat cantik dan rapi, Alya juga melihat tas pemberian orang tua Arya yang tampak begitu pantas dengannya. Arya benar, tak ada yang peduli dengannya selain Arya. Alya sadar tak satupun orang yang mau membantunya dengan sukarela sebaik Arya. Tapi ia malah mengatakan hal buruk tadi pada Arya.

Alya mulai menangis dalam diam menyesali ucapan dan perbuatannya pada Arya yang sudah begitu tidak tau diri.




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.