Alya tak
pernah datang ke rumah Arya lagi. Perlahan-lahan ia mulai menjauhi Arya dan
mencari kesibukan dengan belajar maupun membantu tantenya. Atau mencari alasan
lain agar tak perlu dekat dengan Arya lagi.
Arya jelas
menyadari perubahan Alya tersebut. Apalagi Alya yang sebelumnya kesal dengan
Doni jadi dekat bahkan mau pulang bersama juga. Arya tentu marah dengan apa
yang di lakukan Alya. Tapi Alya selalu memberikan alasan-alasan yang cukup
masuk akal bagi Arya. Jadi Arya tak bisa berbuat banyak.
Tio yang
semula mendukung hubungan Alya dan Arya bahkan menaruh harapan besar pada
hubungan itu perlahan mulai sadar dimana posisinya. Tio dan Yuli tersadar
betapa tidak berdayanya mereka bila nantinya bersanding dengan Arya apa lagi
keluarganya.
Tapi Tio
dan Yuli juga tidak melarang Alya dekat dengan Arya, keduanya juga masih
menerima Arya bila kerumah dengan ramah seperti biasanya. Hanya saja sudah
tidak berharap apa-apa lagi. Alya rasanya juga lebih nyaman dengan keputusan om
tantenya dan sangat bersyukur dengan keluarganya yang sangat pengertian itu.
“Alya!”
seru Arya menahan Alya yang sudah buru-buru pulang. “Alya tunggu!” seru Arya
lagi yang akhirnya menghentikan langkah Alya.
Alya
menundukkan kepalanya menghindarai tatapan mata Arya. Arya menggenggam
tangannya lalu mengajaknya duduk terlebih dahulu.
“Alya
kenapa jauhin aku sekarang? Aku bikin salah apa sama Alya?” tanya Arya lembut.
Alya
menggeleng. “Kamu gak salah apa-apa ke aku,” jawab Alya singkat dan kembali
berusaha pergi.
“Kalo aku
gak salah kenapa kamu hindarin aku terus?” desak Arya tak puas dengan jawaban
Alya. “Kalo kamu gak bilang apa-apa dan terus hindarin aku gini, aku gak tau
apa-apa. Aku gak tau kesalahan apa yang aku perbuat, aku gak bisa memperbaiki
apapun. Bahkan kalau itu bukan salahku dan aku gak bisa rubah aku juga, kita
gak bisa selamanya saling mendiamkan Alya.”
Alya
menghela nafas lalu menatap Arya. “Aku kecewa sama kamu waktu tanding kemarin,
aku gak suka kamu berantem cuma buat hiburan gitu. Aku muak liat kamu
memamerkan kekuatanmu, memakai uangmu buat menyakiti orang lain. Kamu bukan
temanku yang dulu Arya. Aku gak bisa temenan sama orang yang kayak gitu,” ucap
Alya jujur sambil menggenggam tangan Arya agar ia tidak marah.
“T-tapi aku
atlit MMA, aku emang petarung dan banyak yang mengandalkan aku Al. Selain itu
aku berkelahi cuma di ring aja, aku gak pernah berkelahi di tempat lain. Aku
berkelahi di tempat yang legal, dengan wasit, pelatih, tenaga medis, tim
keamanan, semua lengkap, salahnya dimana?” Arya menjelaskan kondisinya pada
Alya.
“Iya, tapi
kamu udah pernah bikin orang yang lawan kamu sampe cacat! Kamu juga bales Icha
lebih dari yang seharusnya,” ucap Alya tak terima dengan penjelasan Arya.
Arya
mengusap wajahnya bingung harus menjelaskan seperti apa pada Alya. “Pertarungan
di ring apapun yang terjadi adalah
resiko. Aku juga punya potensi yang sama buat kehilangan kesadaran dan jadi
cacat karena pukulan yang ada. Emang gitu Al, reskio. Seperti pembalap yang
jatuh dari motornya, pembalap F1 yang tabrakan atau meledak di dalam mobil
karena bahan bakar gak setabil, semua ada resikonya. Aku hanya mempertahankan
diriku,” jelas Arya dengan mata berkaca-kaca merasa sangat di hakimi oleh Alya
yang menghujaninya dengan perasaan bersalah kembali dan yang lebih membuat Arya
sedih Alya lebih mengkhawatirkan lawannya daripada dirinya.
“Oke kalo
itu aku bisa terima alasanmu, tapi soal Icha?”
“Apa ada
pemecahan masalah lain yang bisa kamu lakukan selain yang sudah aku dan Ibu
lakukan?!” bentak Arya yang merasa sakit hati dan tak dihargai oleh Alya dengan
airmata yang mulai tak dapat ia tahan. “Aku cuma berusaha memberikan yang
terbaik buat kamu, aku cuma berusaha memberikan tempat yang aman buat kamu, aku
berusaha melindungi kamu. Bahkan teman-temanmu, orang-orang yang tau masalahmu
juga ga ada yang peduli ke kamu Al! Doni juga gak bener-bener belain kamu! Aku
Alya, aku yang selalu berusaha ada buat kamu. Kenapa kamu tidak bisa melihat
itu dan hanya melihat sisi burukku yang tidak seberapa itu?!”
Arya
langsung bangun dan meninggalkan Alya sendiri. Alya hanya memalingkan
pandangannya. Arya benar tapi Alya juga punya pendapatnya sendiri juga
idealisme yang ia pegang hingga saat ini. Alya tetap menganggap Arya kejam dan
tak berhati nurani, sementara Arya menganggap Alya tak bisa menghargainya.
“Mas…”
panggil Joko pelan begitu Arya duduk dan langsung memeluk selimut bundanya
sambil menangis.
“Kamu diem!
Aku gak mau ngomong!” bentak Arya kesal sambil menangis kecewa.
●●●
Doni yang
melihat Alya yang bicara dengan Arya dengan cukup serius memilih untuk
meninggalkan Alya. Tak satupun orang yang menawari Alya untuk pulang bersama
setelah angkot terakhir pergi.
Gemuruh
gutur setelah adanya mendung di tambah rintik hujan mengiringi langkah Alya
pulang. Alya sudah mencoba menghubungi Doni tapi Doni tak kunjung menjawab dan
cenderung mengabaikannya juga. Alya mencoba menghubungi Dela juga tapi tak ada
jawaban juga.
Alya
menyesal sedikit menyesal sudah bertengkar dengan Arya. Ia jadi tak bisa pulang
dengan cepat dan ia harus berteduh hingga hujan reda. Alya menatap pantulan
wajahnya dari etalase kios tempatnya berteduh.
Alya
melihat rambutnya yang terlihat cantik dan rapi, Alya juga melihat tas
pemberian orang tua Arya yang tampak begitu pantas dengannya. Arya benar, tak
ada yang peduli dengannya selain Arya. Alya sadar tak satupun orang yang mau
membantunya dengan sukarela sebaik Arya. Tapi ia malah mengatakan hal buruk
tadi pada Arya.
Alya mulai
menangis dalam diam menyesali ucapan dan perbuatannya pada Arya yang sudah
begitu tidak tau diri.
0 comments