Bab 15 – Rumah Arya
Arya menangis begitu ia menyetir dan membawa Alya menjauh dari sekolahnya. Arya begitu kesal pada dirinya karena tidak mengetahui bila Alya di bully hingga begitu parahnya oleh Icha yang ia anggap baik. Arya juga kesal karena ia tak menemukan Alya lebih cepat sehingga tak dapat melindunginya dari awal.
“Kamu itu
kalo ada apa-apa bilang aku Alya! Aku ini temanmu! Kamu anggap aku apa? Kenapa
kamu malah diam aja!” bentak Arya yang begitu kesal pada Alya sambil menangis
dan memukul setir mobilnya.
Alya diam
tertunduk mendengarkan segala kekesalan Arya dan tangis kecewanya. Alya makin malu
dengan dirinya sekarang. Bahkan untuk sekedar mengangkat wajahnya dan menatap
Arya pun ia tak mampu.
“Kamu
tinggal bilang ke aku, kamu bisa minta tolong ke aku. Kapanpun! Apapun! Aku
bakal berusaha buat kamu! Kenapa kamu malah diam saja sampai harga dirimu di
injak-injak begini Alya!” kesal Arya.
“Maaf…”
lirih Alya.
“Maaf?!
Maaf buat apa? Maaf buat siapa? Maaf karena kamu dah bikin harga dirimu di
injak-injak sendiri? Maaf karena kamu gak bisa melindungi dirimu sendiri?”
cerca Arya yang merasa Alya tak perlu meminta maaf apapun sekarang.
“Maaf
karena ga bilang apa-apa ke kamu,” jawab Alya lirih.
Arya
menghela nafasnya lalu masuk kedalam gerbang rumahnya setelah satpam membukakan
pintu.
“Besihkan
badanmu, habis itu kita bicara,” ucap Arya lalu masuk kedalam rumahnya.
Alya mengangguk pelan
lalu mengikuti Surti yang mengajaknya ke belakang dan menyiapkan baju ganti
untuk Alya.
“Adek kok pulang
lagi?” tanya Jalu yang baru akan mengantar istrinya ke bandara.
Arya menatap ayahnya
dengan matanya yang sembab. “Alya di bully,” jawab Arya sedih.
“Terus gimana?” tanya
Jalu dengan alis berkerut.
“Ini Alya baru
bersihin badannya sama Bibi,” jawab Arya lalu duduk di sofa.
Jalu mendengus lalu mengelus
rambut putranya. “Yaudah di urus dulu, nanti Ayah pulang lagi habis anter Ibu,”
ucap Jalu tak mau ikut pusing dengan masalah putranya itu.
●●●
Alya menggunakan kimono
yang di siapkan Surti setelah mandi, sementara pelayan di rumah Arya mencuci
seragam juga tasnya. Alya cukup kaget dan bingung tapi Surti memintanya santai
dan tidak usah khawatir. Surti sempat menawarkan untuk membantu Alya mandi
karena bentuknya saat sampai di rumah begitu mengenaskan.
Tentu saja Alya
langsung menolaknya dan memilih untuk mengurus dirinya sendiri. Alya meyakinkan
bila ia bisa mengurus dirinya dan ia dalam kondisi baik-baik saja. Usai mandi
Surti masih ingin membantu Alya seperti mengobati luka-lukanya maupun menyisir
rambutnya. Tapi Alya lagi-lagi menolaknya karena merasa bisa melakukan semuanya
sendiri dan merasa lebih baik ketika ia sudah mandi dan bersih.
“Alya…” panggil Arya
setelah mendapat kabar bila Alya sudah selesai membersihkan tubuhnya dan
terlihat siap untuk bicara.
Surti dan beberapa
pelayan keluar meninggalkan Arya dan Alya berdua di kamar. Arya duduk di tempat
tidur sementara Alya masih berdiri mematung dan bingung harus bagaimana.
“Kenapa kamu gak
melawan Icha?” tanya Arya kembali mengintrogasi Alya.
Alya hanya diam dengan
kepala tertunduk, Arya menariknya hingga Alya terduduk.
“Bahkan meskipun kamu
bukan Alya temanku waktu TK sekalipun, kalo dulu kamu di bully dan kamu bilang
aku. Pasti aku belain kamu Al,” ucap Arya dengan alis bertaut, perasaannya
begitu prihatin.
“K-kalo aku lawan Icha
aku nanti ga bisa sekolah,” lirih Alya yang mulai menatap Arya. “Aku pribadi
sebenarnya tidak punya masalah dengan Icha awalnya. Kita teman biasa, aku teman
dekat Dela. Waktu masih awal masuk sekolah Dela suka sama Doni, Icha juga suka
sama Dela. Cinta segitiga gitu,” Alya tersenyum canggung lalu kembali
menundukkan kepalanya.
Arya menghela nafas
dan menggenggam tangan Alya.
“A-aku cuma pengen
Icha gak bully Dela. Aku cuma belain dia sedikit aja waktu itu. Aku bilang ke
guru kalo Icha bawa Dela ke kamar mandi. Tapi Icha alesan kalo mau bikin
kejutan ulang tahun buat Dela. Aku gak inget gimana mulainya setelah itu aku
yang jadi sasaran Icha, Dela juga tiba-tiba gabung sama dia,” lanjut Alya lalu
buru-buru menyeka airmatanya sebelum mengalir.
“Doni gimana waktu kamu
di jahatin?” tanya Arya kesal.
Alya menggeleng. “Dia
gak tau kalo aku di gituin sama Icha,” jawab Alya lalu menghela nafas.
Arya ikut menghela
nafas. Jujur ia juga tidak tau dan tidak sadar bila Icha bisa begitu jahat pada
Alya. Icha adalah gadis cantik yang terlihat ceria dan selalu ramah. Arya tak
menyangka bila Icha bisa setega itu pada Alya.
“Mau sarapan?” tanya
Arya mengalihkan pembicaraan karena merasa bersalah pada Alya.
Alya menggeleng ia tak
mau lebih merepotkan lagi pada Arya. Tapi Arya tak peduli dan tetap mengajaknya
makan bersama.
“Kalo kamu masih sakit
bisa di suapin Bibi,” ucap Arya sambil berjalan ke ruang makan bersama Alya.
Alya langsung
menggeleng dengan cepat. Bibi menyiapkan bubur untuk Alya sementara Arya makan
dengan dada ayam yang sudah di kukus.
“Aku malu kalo ketemu
kamu kayak sekarang,” ucap Alya di tengah-tengah santapnya.
Arya menaikkan sebelah
alisnya sambil memajukan kepalanya heran dengan ucapan Alya.
“Kamu keren, aku cuma
pecundang,” jawab Alya pelan lalu tersenyum miris.
Arya menggeleng lalu
tersenyum. “Aku keren sekarang, dulu aku juga menyedihkan. Jangan terlalu
memikirkan itu.”
“Makasih,” ucap Alya
pelan. “Lain kali ku ganti,” sambung Alya lagi.
“Beneran?” tanya Arya
semangat.
Alya mengangguk ragu.
“Kalo aku ada uang nanti ku traktir,” jawab Alya yang tetap membuat Arya
senang.
