0
Home  ›  Arya's Journey  ›  Chapter

Bab 05 – Knock Out

Bab 05 – Knock Out-1

10 tahun berlalu…

Killing Mechine Arya!” seru komentator begitu heboh saat menyaksikan Arya yang melakukan serangan elbow strike ditambah dengan ground and pound tanpa henti dan jeda sedikitpun. Darah sudah mengucur dari sisi lawan, tapi Arya masih belum berhenti dengan serangannya sampai wasit dan pelatihnya masuk untuk memisahkannya.

“Aaaargh!!!” geram Arya lalu melepaskan pelindung kepalanya juga sarung tinjunya.

Perfecto!” seru komentator begitu pertandingan selesai dan Arya nyaris sama sekali tidak menerima serangan yang berarti.

Arya berjongkok di depan musuhnya lalu memandanginya yang hendak di bawa paramedis. “Itu buat mulutmu yang berani bilang Bundaku cuma istri kedua,” ucap Arya lalu bangkit dan melebarkan kedua tangannya menyambut sabuk kemenangannya.

“Aku ga menyinggung ibumu,” jawab lawannya yang sudah nyaris tak dapat bangkit.

“Kamu bilang waktu di TK,” ucap Arya mengingatkan lalu turun dari ring dan kembali ke ruang ganti.

Arya segera mandi dan merapikan dirinya kembali sebelum pulang ke rumah. Arya memberikan barang-barangnya pada pengasuhnya yang masih saja bekerja untuk keluarganya dan masih menemani Arya hingga sebesar ini.

“Mas Arya jangan berantem-berantem terus, nanti kalo kenapa-napa Bibi di marahin Ibu sama Ayah,” ucap Surti mengingatkan Arya dengan khawatir.

“Tapi aku gapapa,” jawab Arya sambil memakan cemilan di dalam mobilnya sepanjang perjalanan pulang.

Begitu banyak sepanduk yang mengelu-elukan Arya. Sejak debut di pertandingan amatir salah sebuah klub dan memenangkannya dengan kondisi knock out sebagai pembuka karirnya sebagai seorang petarung. Arya belum pernah menurunkan performanya sedikitpun. Kebringasannya juga makin menjadi di tiap pertandingan yang ia jalani.

Baca juga Epilog

Awalnya Arya begitu menyesal sudah memukul begitu keras dengan serangan hook yang ia layangkan tanpa henti. Begitu pertandingan usai dan ia memegang sabuk kemenangan pertamanya, Arya meminta maaf pada lawannya saat itu. Bahkan Arya memberikan seluruh hadiahnya karena merasa bersalah.

Tapi pelatihnya berkata lain. Pertandingan dan pertarungan antar pria di ring memang harus begitu. Bila Arya terus meminta maaf dan mengkasihani lawannya karena kalah itu sama seperti sebuah hinaan. Sejak itu Arya selalu meningkatkan performanya dan menguatkan hatinya.

Arya selalu berusaha tetap sportif di tiap pertandingannya. Hanya tadi ia terasa begitu terbakar emosinya ketika berhadapan dengan pembullynya di TK dulu.

“Aih, harusnya tadi bisa lebih kenceng,” gumam Arya menyesal tak melepaskan seluruh energinya.

Surti geleng-geleng kepala mendengar ucapan Arya. Tidak dengan seluruh energinya maksimal saja sudah seperti itu. Bagaimana bila Arya memaksimalkan energinya. Tapi meskipun Arya jadi doyan ikut dalam pertandingan seperti ini, Surti sebagai pengasuhnya merasa bangga.

Arya yang cengeng dan penakut dapat berubah. Bukan hal yang mudah juga untuk Arya berubah hingga sejauh ini. Ia mengikuti beberapa latihan bela diri dengan keras hampir setiap hari, lalu melatih pukulannya sendiri di rumah atau dengan Ayah dan Opanya. Tak hanya satu bela diri tapi banyak yang Arya coba pelajari.

“Bibi aku dapet bayaran,” lapor Arya sambil menunjukkan transferan yang cukup banyak masuk ke rekeningnya. “Nanti kalo aku uangnya dah banyak banget, Bibi yang bayar aku aja gak usah Ayah,” ucap Arya dengan ceria. “Pak kita mampir ke toko buku ya,” pinta Arya.

Arya menyandarkan kepalanya dengan nyaman sambil berselimut selimut milik mendiang bundanya berwarna pink dengan motif bunga-bunga yang selalu menemaninya kemanapun. Arya tersenyum tipis melihat betapa banyaknya orang yang memujanya ketika di ring. Semua mengelu-elukannya. Vidionya begitu viral.

Baca juga Bab 25 – Pindah

Bahkan sebutan Killing Mechine yang tak pernah terlintas di kepalanya sedikitpun jadi tersemat di namanya ketika berada di atas ring. Arya tetap jadi pemalu sebenarnya ia hanya merasa sedikit berani karena di ring ia hanya di hadapkan pada lawannya juga wasit yang mengawasi.

“Aku senang udah ga di bully orang lagi,” ucap Arya pelan.

Hlo ya jelas! Kalo ada yang berani sama Mas Arya ya salah besar, cari mati kayak gitu. Tadi aja Mas Arya waktu mukul, walah-walah gak pakek berhenti langsung keok gitu lawannya,” ucap Joko yang begitu bangga pada Arya.

Arya tersenyum senang mendengar ucapan supirnya. Tapi belum senyumnya pudar Arya menerima telfon dari Ayah juga Ibunya secara bersamaan beberapa kali yang jelas bila keduanya menghawatirkan keadaan Arya.

“Aku gapapa,” ucap Arya yang akhirnya menelfon balik Ayahnya.

“Di vidio Ayah liat ada darah-darah, kamu jangan bohong!” Jalu begitu khawatir pada putra semata wayangnya itu.

“Iya benar, tanya aja Bibi,” jawab Arya meyakinkan ayahnya seperti anak-anak yang kepergok berbohong memakan permen.

“Nanti Ayah pulang, Ayah cek sendiri!” ucap Jalu kekeh ingin langsung melihat konsidi putranya langsung.

●●●

Arya mencetak fotonya dengan sabuk kemenangannya dan suasana penuh euforia di ring lalu menempelnya di dalam buku hariannya.

“Bunda aku menang, aku tetap di panggil Killing Mechine. Sekarang aku sudah kuat, tapi aku tetap kangen Bunda. Aku masih pengen nangis kalo kangen Bunda. Tadi aku pukul orang yang bully aku di TK sampe aku KO. Bunda, ternyata orang jahat itu tidak pernah ingat kalo dia pernah jahat. Aku sebal, tapi tidak papa. Sekarang aku sudah kuat jadi aku tidak di bully siapa-siapa lagi. Bunda besok aku pindah kelas, kata guruku sama teman-teman kelasnya di acak. Aku malu kalo harus kenalan di depan kelas lagi.” Tulis Arya lalu mengusap airmatanya dan menutup buku hariannya lalu tidur di balik selimutnya juga selimut bundanya. 

Bab 05 – Knock Out-2


25
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share