Bab 09 – Epilog
Arya hanya
diam seharian begitu syok ternyata Alya yang di anggap anak aneh dan di
kucilkan itu adalah Alyanya dulu. Arya mengelus kepala Alya lalu menatapnya
lekat dan kembali ke tempat duduknya. Arya senang dan bingung dengan apa yang
ia lihat. Alyanya ada di depan mata dan berada dekat dengannya tapi ia sama
sekali tak menyadarinya.
Doni
menatap aneh dan curiga pada Arya yang tiba-tiba mengelus kepala Alya dan kembali
ke bangkunya dengan senyum sumringah. Tak hanya Arya tapi Icha juga menatapnya
dengan aneh dan penuh tanda tanya. Tak satupun yang tau apa yang ada di kepala
Arya.
“Ini,” ucap
Arya yang tiba-tiba membelikan Alya susu murni dan duduk di sampingnya dengan
ceria.
Alya cukup
takut pada Arya yang tiba-tiba jadi baik padanya. Padahal Alya sudah mengira
bila Arya yang kemarin ikut mengerjainya. Arya juga terus memandanginya
sepanjang mata pelajaran berlangsung. Bahkan saat istirahat Arya juga tetap
menemaninya di kelas tanpa banyak bicara.
“Alya, apa
kamu lupa aku?” tanya Arya tiba-tiba sebelum Alya pergi.
“Lupa
apanya?” tanya Alya bingung.
“Kamu
kemana habis pindah dari TK waktu itu?” tanya Arya to the poin berharap
Alya akan ingat bila mereka pernah sekolah di TK yang sama.
Alya
mengerutkan keningnya. Ia tak pernah menyinggung soal TKnya dulu. Ia juga
enggan membahasnya dan kali ini ada pria populer yang terkenal suka berkelahi
menanyai soal masa kecilnya.
“Alya, ikut
ke kantin yuk!” ajak Icha yang jelas tidak mengajak Alya ke kantin.
Arya
langsung menggenggam tangan Alya. “Kamu pergi sendiri aja, aku masih ngobrol
sama Alya,” ucap Arya lalu tersenyum mencoba melindungi Alya meskipun ia belum
tau duduk masalahnya karena baru kali ini mereka ada di kelas yang sama.
Alya
berusaha menarik tangannya dari genggaman Arya dengan ketakutan karena Icha
menunjukkan ponselnya pada Alya yang jelas akan mengancam menyebarkan foto dan
vidionya yang tidak senonoh itu.
“A-aku
pergi dulu…” ucap Alya gugup dan begitu ketakutan lalu berjalan mengikuti Icha
dengan mata berkaca-kaca.
Arya mengikuti Alya
dan Icha karena tak mau kehilangan Alya dan masih banyak yang ingin ia
bicarakan dengan Alya. Icha dan teman-temannya kaget kenapa Arya bisa ikut juga
dengan mereka, tentu saja mereka tak dapat membully Alya bila Arya ikut. Jadi
dengan terpaksa mereka benar-benar pergi ke kantin.
“Alya!” panggil Doni
yang khawatir pada Alya yang ada dalam gerombolan anak-anak hits dan ada Arya
pula. “Bantuin kumpulin tugas yuk!” ajak Doni lalu menggandeng Alya.
Arya ikut menggenggam
tangan Alya dan menahannya agar tidak di bawa Doni. “Kamu ajak yang lain aja,”
ucap Arya. Tapi Alya malah melepaskan tangannya dan memilih pergi dengan Doni.
Arya mengejarnya dan
terus berusaha untuk bicara dengan Alya hingga akhirnya ia kesal dan membawa
tasnya juga tas milik Alya lalu menggendong Alya secara paksa, membawanya masuk
ke dalam mobilnya dan meminta Joko supirnya untuk membawa mereka pergi dari
sekolah.
Arya tak
peduli betapa banyak orang yang melihatnya menculik Alya. Toh ia juga bukan
orang jahat. Arya hanya ingin bicara dengan Alya. Tapi terlalu banyak orang
yang mengganggunya hingga ia begitu kesal.
“Nah kalo
gini kita bisa ngobrol,” ucap Arya yang membawa Alya pergi. Tapi diluar dugaan
Alya malah menangis ketakutan karena Arya yang tiba-tiba membawanya pergi.
“Jangan
nangis! Aku cuma mau ngomong doang, aku ga apa-apain kamu!” seru Arya panik
yang membuat Alya menangis lebih keras lagi.
Arya
bingung harus bagaimana. Ia hanya diam di mobil sampai Alya diam dan yakin
padanya, tentu itu cukup lama. Bahkan Arya sampai kegerahan di mobilnya
menunggu Alya tenang dan mau di ajak masuk ke rumahnya.
“Ini
rumahku,” ucap Arya lalu mengambilkan album fotonya saat TK. “Ini Alya kan?”
ucap Arya menunjukkan tiap fotonya bersama Alya.
Alya
menghela nafasnya lalu menyamakan Arya dengan foto yang ia temukan di laci meja
Arya saat piket. “Kamu keliatan beda, aku sampai gak kenal kamu. Kamu banyak
berubah…” lirih Alya lalu tersenyum dengan mata berkaca-kaca menatap Arya.
“Kamu
juga,” ucap Arya lalu tersenyum sumringah memandangi Alya.
Alya
menangis terharu menatap Arya dan banyaknya sabuk kemenangannya dari berbagai
pertandingan.
“Jangan
nangis Alya... aduh,” Arya panik kembali melihat Alya yang menangis sambil
tersenyum lalu memeluknya.
“Kamu
sekarang hebat, kuat, pemberani,” ucap Alya mengakui Arya dan segala
perubahannya lalu menutupi wajahnya. “Aku malu,” lirih Alya lalu mengintip
Arya.
“Kenapa
malu? Aku cari kamu terus, maaf aku dulu penakut jadi gabisa lindungin kamu,” lirih Arya lalu
memeluk Alya kembali yang membuat Alya makin menangis antara senang dan miris
dengan hidupnya sekarang.
Arya
bangkit lalu menunjukkan sabuk kemenangan terbarunya pada Alya, lalu memutarkan
siaran ulang pertandingannya. “Taun depan aku bisa masuk jadi fighter
beneran, aku bakal jadi juara di MMA!” seru Arya optimis lalu merangkul Alya.
“Apapun yang terjadi ke kamu, siapapun yang jahat ke kamu sekarang jadi
urusanku, aku bakal lindungin kamu kayak dulu waktu kamu TK lindungin aku,”
sambung Arya lembut.
Alya
tersenyum lalu mengangguk pelan. Alya tak berharap memiliki pelindung sekuat
ini. Ia hanya berharap memiliki teman untuk melewati masa sekolahnya yang
kurang sebentar lalu bisa kembali ke kampung halamannya atau merantau ke tempat
yang jauh.
“Aku ga pernah malu sama Alya, aku senang kita bisa ketemu lagi,” ucap Arya tulus.