Arya bersembunyi di belakang bundanya begitu ia sampai di TK. Arya yang
semula begitu bersemangat untuk masuk sekolah di hari pertamanya terlihat
begitu gugup dan takut. Terutama melihat begitu banyak orang dan anak-anak lain
yang menangis.
“It’s okey,” ucap Lily lembut menyemangati putranya lalu
menemaninya sampai masuk dan duduk di dalam.
Arya begitu ketakutan sampai menangis hingga mengompol melihat bundanya
berada jauh darinya. Meskipun Lily hanya berada di luar ruangan dan masih bisa
di lihat Arya.
“Bunda jangan pergi! Aku takut!” ucap Arya setelah Lily mengganti
celananya dan kembali menemaninya di dalam ruangan lagi.
“Yah, kalo gitu nanti Arya ga bisa jadi pemberani dong. Nanti gak bisa
jadi jagoan yang jagain bunda dong,” ucap Lily agar Arya kembali berani.
Arya menatap Lily dengan mata berkaca-kaca lalu mengangguk dan
melepaskan pegangannya dari Lily. “Tapi Bunda jangan tinggal aku ya,” ucap Arya
yang akhirnya mau duduk sendiri di dalam kelasnya.
Lily memperhatikan putranya yang mengikuti pelajaran di TK-A. Menyanyi,
menjawab pertanyaan dari gurunya, memperkenalkan diri, berdoa, meskipun Arya
masih terus melirik Lily tapi Arya tetap mengikuti kelasnya hingga selesai.
“Hore! Arya sudah berani sekolah!” ucap Lily menyambut putranya begitu
kelas selesai.
Arya tersenyum malu-malu kucing mendengar sambutan bundanya lalu
berjalan ke mobilnya dengan bangga.
“Aku senang sekolah, aku bernyanyi, temanku banyak, aku pemberani, kata
bu guru aku ganteng!” ucap Arya bangga.
Lily tersenyum mendengar ucapan Arya lalu mengecup pipinya dengan gemas.
“Ganteng lah, anak bunda! Anak bunda ganteng! Pemberani!” ucap Lily sambil
menciumi putranya hingga tertawa terbahak-bahak karena geli di ciumi perutnya
juga.
Arya terlihat begitu senang dan ceria sepanjang hari sepulang dari
sekolah. Sudah berkali-kali ia bernyanyi lagu-lagu yang ada di TKnya yang
begitu mudah di ingat memori kecilnya.
“Gimana adek tadi di sekolah?” tanya Alma ketika makan malam bersama.
“Menyenangkan, aku menyanyi, temanku banyak,” jawab Arya dengan ceria
pada istri pertama ayahnya itu.
“Tadi berani gak anak ayah?” tanya Jalu.
“Berani, aku nangis sebentar aja. Tapi tidak papa,” jawab Arya yang
ingin dapat pujian dari ayahnya.
Lily tersenyum lalu mengusap rambut Arya. Meskipun biasanya ia dan Jalu
juga Alma akan makan sendiri-sendiri sejak ada Arya dan Arya menyadari kenapa
ayahnya jarang makan malam bersama bundanya semua jadi menurunkan egonya.
Alma yang semula ingin bercerai dari Jalu, setelah melihat Arya lahir
juga mengurungkan niatnya. Arya mencuri hatinya juga dan berbagi suami tapi
juga mendapatkan anak juga bukan pilihan yang buruk. Apalagi Arya juga anak yang menggemaskan dan
ceria. Meskipun Alma tak bisa sesabar Lily saat bersama Arya, Alma tetap
belajar jadi ibu yang baik untuk Arya. Paling tidak baik ketika di publik.
Bruk! Lily tiba-tiba pingsan ketika sedang mengambilkan minum untuk
Arya. Jalu begitu panik, Arya juga panik melihat bundanya tiba-tiba pingsan dan
mimisan. Jalu langsung membawa Lily ke rumah sakit sementara Arya menunggu di
rumah bersama Alma dan para pelayan.
Sejak hari itu Arya tak pernah melihat bundanya beraktifitas secara
bersemangat seperti biasanya. Stamina bundanya terus menurun. Rambutnya yang
panjang jadi pendek. Bahkan tubuhnya yang berisi perlahan jadi begitu kurus. Arya
tidak tau apa yang di derita bundanyan, yang Arya tau bundanya sakit jadi ia
harus belajar mandiri.
Arya tidak benar-benar sendiri ada dua pengasuh yang mengawasinya dan
siap membantunya. Ayahnya juga selalu ada untuknya, Alma juga tak keberatan
mengasuhnya. Tapi rasanya tetap berbeda dari bundanya.
“Arya,” panggil Lily yang masuk ke kamar Arya lalu duduk di tempat
tidurnya.
“Sebentar Bunda, habis aku rapiin mainanku aku tidur,” ucap Arya lalu
merapikan mainannya dan pergi sikat gigi sendiri.
Lily tersenyum lalu tiduran di tempat tidur putranya. Jalu melihat Lily
yang ingin menghabiskan malamnya bersama Arya hanya menengok sebentar lalu
kembali ke kamarnya.
“Aku senang kalo tidur sama Bunda,” ucap Arya lalu memeluk Lily sambil
menyelimuti bundanya juga.
“Bunda juga senang tidur sama anak Bunda,” ucap Lily lalu mencium pipi
dan kening Arya lalu memeluknya. “Adek, besok Bunda mau berobat ke luar negeri
sama Ayah. Adek harus jadi anak baik, pemberani ya, harus makan sayur sama buah
tidak boleh pilih-pilih, belajar biar pintar jadi kebanggaannya Bunda ya,” ucap
Lily dengan mata yang berkaca-kaca menatap putranya.
Arya mengangguk lalu menangkup pipi bundanya. “Aku kan selalu
pemberani,” ucap Arya dengan alis berkerut.
Lily tersenyum sumringah mendengar ucapan putranya. Airmatanya mengalir
begitu saja. “Bunda besok perginya lama, soalnya harus berobat sampai sembuh.
Arya harus benar-benar jadi pemberani, anak pintar, anak kuat ya. Harus bisa
menjaga diri Arya sendiri ya biar nanti bisa jagain Bunda sama Ibu ya,” ucap
Lily sambil mengusap rambut Arya lembut.
“Bunda kenapa menangis? Aku kan berusaha begitu,” ucap Arya bingung dan
jadi ikut menangis karena melihat bundanya menangis. “Bunda jangan nangis! Aku
jadi nangis juga kalo Bunda nangis!” omel Arya sambil mengusap airmata bundanya
meskipun ia sendiri juga menangis.
“Arya harus janji sama Bunda kalo jadi anak baik, pinter, pemberani
waktu Bunda gak ada, ya?” Lily mengacungkan kelingkingnya.
Arya mengangguk lalu menautkan kelingkingnya dengan bundanya. “Bunda
cuma pergi sebentar kan?” tanya Arya.
Lily mengangguk. “Cuma beberapa hari, terus kalo Bunda sudah sembuh
Bunda pulang. Terus kita bisa sama-sama lagi,” jawab Lily optimis.
“Aku akan tunggu Bunda tiap hari, aku nanti berdoa terus biar Bunda
cepat sembuh,” ucap Arya lalu kembali ceria.
Lily mendekap Arya erat-erat. “Bunda bakal pulang terus nemenin Arya
sampai besar, sampai punya banyak teman, sampai Bunda tua,” ucap Lily sambil
mengelus punggung Arya lembut dan terus menciuminya.
“Iya aku tau, kan Bunda sayang aku,” jawab Arya lalu menguap dan
merapalkan doa mau tidur.
Lily terjaga semalaman sebelum keberangkatannya untuk berobat. Ia hanya
memandangi putra kecilnya yang akan menjalani hari tanpanya beberapa waktu
kedepan.
“Lily, ayo…” panggil Jalu lalu membantu Lily berjalan keluar dari kamar
putranya sebelum matahari terbit.
“Bunda selalu mencintai adek,” bisik Lily sambil mengecup kening putranya sebelum pergi meninggalkannya.
0 comments