Arya yang selesai cukur membawa Alya ke salon juga untuk merapikan rambutnya yang sudah di potong secara acak oleh Icha. Arya mengajak Alya makan ice cream bersama lalu mengobrol sambil berkeliling di sekitar mall mencoba beberapa permainan dan akhirnya mengantar Alya pulang.
Arya dan Alya menikmati tiap waktunya bersama sampai akhirnya ia pulang dan mendapati Doni yang sudah menunggu di depan rumah. Tantenya masih belum pulang dari sekolahnya. Sementara Doni yang menunggu hanya diam sendirian di dalam rumah yang tertutup gang sempit itu.
“Doni udah
lama disini?” tanya Alya yang menghampiri Doni yang sudah menunggunya.
Doni
mengerutkan keningnya merasa tidak suka melihat Alya yang datang bersama Arya.
Meskipun penampilan Alya sudah sangat baik dan Arya juga menjaganya dengan
baik. Doni tetap merasa tidak suka. Terlebih ia tau kenapa Icha membully Alya
karena Arya.
Tentu saja
itu bukan salah Arya. Perasaan tak ada yang bisa mengatur dan menentukan. Tapi
Doni merasa Arya sudah keterlaluan karena mengabaikan Icha terus hingga ia jadi
menggila dan membully Alya yang tak bersalah.
Arya tak
merasa bersalah dan malah terlihat ceria seolah hari ini tak terjadi apa-apa.
Doni benar-benar kesal melihat wajah Arya. Doni memandang Arya tak lebih dari
seorang anak manja yang mendapat kemenangan karena backingan keluarganya
saja dan yang makin membuatnya kesal karena Arya tiba-tiba jadi begitu akrab
dengan Alya.
“Aku
ambilin minum dulu ya,” ucap Alya lalu buru-buru masuk ke rumah.
“Alya!”
tahan Doni. “Ini…” Doni menyerahkan surat panggilan wali kepada Alya.
Alya
menerimanya dengan ragu. Arya langsung menyautnya tapi baru ia hendak membuka
isi amplop yang di berikan Doni pada Alya, Doni sudah langsung memukul pipi
Arya dengan sekuat tenaga.
Arya
menaikkan sebelah alisnya cukup kaget dan tidak siap dengan serangan yang di
langsungkan Doni yang membuatnya jatuh dari kursi plastik yang ia duduki.
“Astaghfirullah!”
pekik Alya yang langsung berusaha membantu Arya.
Senyum
tersungging di ujung bibir Doni yang tampak begitu angkuh dan merendahkan Arya.
Doni semakin yakin bila julukan Killing Machine yang Arya dapatkan hanya
gimic panggung semata.
Arya
bangkit dari lalu mendorong Alya agar menjauh darinya. Alya sedikit ragu tapi
ia tetap menjauh beberapa langkah. Arya langsung menghajar Doni tanpa ampun dan
tanpa bicara sedikitpun nyaris tanpa jeda saat memukulnya.
“Arya!
Astaghfirullah! Arya! Udah!” jerit Alya panik memisah Arya dan Doni yang
berkelahi.
“Mas Arya!”
Joko ikut memisah Arya yang masih ingin meremukkan Doni yang main asal
menghajarnya.
Doni
tertawa begitu Arya lepas darinya. Doni masih ingin mengolok Arya. “Kalo bukan
gara-gara kamu! Alya gak bakal di bully sama Icha!” teriak Doni lalu meludah ke
arah kaki Arya.
Arya
mengerutkan alisnya tak terima dengan ucapan Doni. Tapi tak selang lama Yuli
pulang dan mendapati Doni yang babak belur sementara Arya di tahan oleh Joko
dan Alya. Arya baru akan menghajar Doni lagi tapi niatnya langsung ia urungkan.
Arya ingin menjadi pria yang dapat di percaya dan
di andalkan keluarga Alya agar ia bisa bersama dengan sahabatnya itu lagi. Arya
hanya melihat Doni lalu memberikan kartu nama ayahnya pada Yuli.
“Kapanpun
Tante bisa hubungi ayahku kalo aku emang jahat, Tante bisa laporin aku ke ayah.
Aku bakal belain Alya,” ucap Arya lalu memilih pulang tanpa menunggu jawaban
dari Yuli yang bingung dengan apa yang terjadi di rumahnya barusan dan masalah
apa yang di hadapi Alya hingga perlu di bela segala.
●●●
Yuli kaget
bukan main mendengar penjelasan Alya terkait Icha yang membullynya sejak awal
sekolah dan makin kaget lagi bila ternyata selama ini Alya terus menutupi apa
yang ia alami karena takut ia tak bisa meneruskan sekolahnya lagi bila mengadu.
Alya juga terus berpura-pura bila Icha adalah teman baiknya di depan Yuli
padahal Alya juga di bully bahkan ketika di rumah.
Yuli tak
bisa menghentikan tangisnya mendengar segala yang sudah Alya alami. Ia merasa
gagal sebagai orang tua angkat bagi Alma dan gagal menyediakan tempat
berlindung untuk keponakannya itu.
Alya juga
menjelaskan bila Arya bukan berandalan yang membullynya. Alya menunjukkan bukti
foto ketika ia merayakan ulang tahun Arya di TK dulu. Yuli jadi sedikit lega
karena sekarang semuanya sudah jelas meskipun besok ia harus mengambil cuti dan
menemui guru di sekolah Alya agar masalah cepat terselesaikan.
“Assalamualaikum…”
ucap Tio suami Yuli yang baru pulang kerja.
“Waalaikum
salam…” jawab Alya dan Yuli bersamaan.
Tio
menyerahkan amplop coklat berisi gajinya pada Yuli lalu melepaskan dasinya dan
masuk ke kamarnya bersama Yuli. Alya masuk ke kamarnya untuk menata jadwal
pelajarannya besok sementara Yuli mulai menyiapkan makan malam untuk mereka dan
Tio membersihkan diri setelah seharian bekerja.
“Alya bagus
potongannya,” puji Tio yang sudah siap di meja makan.
Alya tersenyum
senang dengan pujian omnya itu. “Temenku ajak aku ke mall terus ke
salon, rambutku di benerin,” ucap Alya.
“Siapa?
Icha ya?” tebak Tio.
Alya
menggeleng malu-malu. “Arya, temenku waktu TK dulu,” jawab Alya.
“Besok Om
mau cari kerjaan baru, sementara hemat dulu ya kita semua,” ucap Tio berusaha
terlihat ceria dan tak terjadi masalah apa-apa.
Yuli
tersenyum lalu mengangguk, seolah apa yang Tio katakan bukan masalah besar
baginya.
Alya
menghela nafas lalu berusaha tersenyum. Posisinya makin sulit sekarang. Bila
dulu saat TK ia bisa pindah sekolah dan tinggal di tempat yang jauh dari
perumahan TNI atau kembali ke kampung halaman orang tuanya. Sekarang ia tak
bisa pergi kemana-mana.
Ibunya juga
dalam posisi sulit di kampung halamannya meskipun sudah jadi PNS dan bisa
membuka praktek untuk membantu persalinan di kampung. Ibunya masih harus
menguliahkan kakaknya dan tinggal bersama tantenya yang tak kunjung punya anak
adalah pilihan terbaiknya.
Tapi
masalah yang datang padanya rasanya tak akan bisa membuatnya bertahan lebih
lama lagi.
“Aku juga
mau coba cari kerja ah, siapa tau bisa kerja juga,” ucap Alya ceria lalu
menyantap makan malamnya.
“Kamu sekolah aja, sekolah yang pinter ga usah mikir kerja,” ucap Tio lalu ikut menyantap makanan yang sudah di ambilkan istrinya.
0 comments