Bab 19 – Makan Siang
Tio yang
melihat Alya pulang berjalan kaki memasuki gang di rumahnya bersama Arya yang
terlihat seprti berandalan langsung menatapnya dengan tatapan tajam
mengintimidasi. Tio terus memperhatikan Arya dari ujung rambut hingga ujung
kaki. Arya yang semula datang dengan ceria juga langsung memasang wajah siap
berkelahinya dan ikut menatap Tio dengan pandangan yang tak kalah
mengintimidasi.
“Ayo Arya
masuk,” ajak Alya dengan ceria setelah ganti baju.
Arya bangun
dan masih menatap sengit Tio yang ternyata lebih pendek dari pada dirinya itu
begitu ia berdiri tegak.
“Eit! Mau
kemana?” tahan Tio yang langsung menarik Arya melarangnya masuk kedalam
rumahnya.
“M-masuk
lah…” jawab Alya gugup dan bingung karena omnya tiba-tiba melarang tamu yang
sudah ia tunggu itu masuk.
“Ga boleh!
Disini aja. Nanti Tantemu mau ada tamu,” larang Tio yang langsung sengit pada
Alya dan Arya.
Alya duduk
di depan bersama Arya. Alya jadi malu pada Arya karena sudah mengundang Arya
untuk makan siang di rumahnya tapi malah tidak di ijinkan masuk oleh omnya.
“Gapapa Al,
nanti kalo ada tamunya Tantemu kita makan di luar aja,” ucap Arya yang sudah
lapar dengan cemberut meskipun ia tetap berusaha agar tetap terlihat tenang.
Tio yang
tak pernah menyapu maupun bersih-bersih rumah tiba-tiba mencari kegiatan untuk
menguping pembicaraan Alya dan Arya. Sembari mencari akal untuk mengusir Arya
dari rumahnya.
“Maaf ya
tadi pagi Tanteku bilang suruh ajak kamu makan di rumah, aku gak tau kalo Tante
ada tamu yang lain,” ucap Alya lalu melihat omnya yang tiba-tiba menyapu teras
yang sudah bersih bahkan sudah di pel tantenya tadi pagi.
Arya
mengangguk lalu duduk bersandar dengan santai. Arya menyibukkan diri dengan
bermain game-game offline di ponselnya. Joko supirnya juga sudah siap bila Arya
memintanya membelikan makanan atau membawanya pulang karena sekarang sudah
hampir melewati jam makan siangnya.
“Aku laper
Alya,” keluh Arya lalu bangun untuk meregangkan ototnya, jajan di luar yuk!”
ajak Arya.
“Wah! Ga
boleh ajak Alya, Alya mau belajar. Sibuk, udah kamu pulang aja. Alya ga boleh
pergi sama berandalan kayak kamu!” ketus Tio yang langsung melarang Arya
mengajak Alya pergi padahal Alya pulang dan langsung ganti baju karena ingin
pergi bersama Arya.
“Ya Allah!
Arya udah dateng!” seru Yuli yang baru datang sambil membawa ayam tepung untuk
makan siang bersama. “Mas, ini Arya teman TKnya Alya itu loh!” ucap Yuli
memberitahu suaminya sambil merangkul Arya masuk kedalam rumahnya dengan ramah
dan hangat.
Tio
mengangguk dengan kaku namun masih menatap Arya tidak suka dan penuh selidik.
Tio jadi merasa perlu mengawasi pergaulan keponakannya, apa lagi sampai membawa
berandalan seperti Arya ini. Tio langsung khawatir bila nantina Alya bisa masuk
dalam pergaulan bebas bila tak di awasi.
“Maaf ya,
rumahnya sempit, kecil. Duduk-duduk dulu,” ucap Yuli merendah.
Arya
menatap ke bawah. Ia bingung harus duduk dimana. Karpet terbaik yang di gelar
di rumah tantenya Alya lebih mirip keset di rumahnya. Arya jelas tidak duduk
dan makan di atas keset. Mejanya juga lebih mirip kursi taman murahan. Arya
bingung dengan kondisi rumah yang di tinggali temannya itu. Sempit sekali
bahkan rasanya tak lebih besar dari kamarnya.
“Arya
Jangan duduk di meja,” ucap Alya lembut sambil mengeluarkan beberapa lauk yang
sudah di masakkan Yuli. “Sini duduknya,” Alya memberitahu dimana Arya harus
duduk.
Arya duduk
menunggu sampai Alya dan tantenya selesai menyajikan makanan terbaiknya. Arya
melihat ricecooker yang di bawa Yuli terakhir tapi ia kembali bingung
apakah akan ada ricecooker lain yang akan di keluarkan karena ukurannya
bagi Arya sangat kecil.
“Makan
seadanya ya, Tante adanya makanan gini doang,” ucap Yuli kembali merendah
setelah mengeluarkan lauk-lauk yang sama seperti saat sedang merayakan lebaran.
Bahkan rasanya lebih mewah dari pada saat lebaran.
Arya
mengangguk tanpa tersenyum sedikitpun. Alisnya masih mengkerut bingung
bagaimana cara membagi nasinya dengan seluruh anggota keluarga Alya ditambah
dirinya juga itu. Apa lagi Arya biasa makan banyak saat makan siang karena
setelah makan ia akan istirahat sejenak dan lanjut latihan jadi ia perlu banyak
asupan.
Arya
menghela nafas menatap lauk yang di sajikan di meja makan yang sangat kecil.
Memang beragam tapi jumlahnya sedikit. Ini bahkan untuk makannya sendiri tak
cukup. Arya jadi prihatin dan merasa bersalah sudah menerima tawaran Alya.
“Oh, Arya
biasa di ambilin pelayan ya kalo di rumah?” tanya Yuli yang langsung
mengambilkan nasi untuk Arya.
Arya
mengangguk. Rasanya mengangguk dan pasrah ketika di ambilkan adalah hal terbaik
yang ia bisa daripada mengambil makanannya sendiri.
“Di ambilin
pelayan apa ga pernah liat makanan enak?” sindir Tio.
Arya
menatap Tio lalu menghela nafas kembali. Arya tak selera menanggapi Tio yang
tak menyukainya.
“Arya ini
anaknya yang punya FS Group itu loh Mas, ibunya yang pegang Waloh Group,” ucap
Yuli setelah mengambilkan makanan untuk Arya.
Arya
mengangguk lalu mulai memakan makanan yang sudah di ambilkan Yuli untuknya. Tio
melongo kaget mendengar bila Arya yang berbentuk seperti berandalan yang doyan
berkelahi dan cenderung lebih pantas jadi preman ini adalah calon penerus FS
Group dan Waloh Group, dua perusahaan raksasa yang begitu sulit untuk bisa di
terima bekerja disana.
“Hah?! FS
Group?!” ulang Tio kaget bukan main.
Arya
mengangguk. “Sebenernya gak semua FS Goup di pegang Ayahku, sebagian di pegang
om Taji juga. Kalo Waloh Group baru Ibuku semua yang pegang,” jawab Arya
menjelaskan dengan santai. “Kamu mau kulit gak?” tanya Arya pada Alya karena
tidak suka dengan kulit ayam.
Alya
langsung mengangguk, Alya suka kulit ayam. “Kita tukeran ya,” ucap Alya sambil
memberikan daging yang ia miliki di tukar dengan kulit ayam tepung milik Arya.
Tio masih melongo kaget hingga gemetar. Rasanya bagai tersambar petir di siang boling, ia sama sekali tak menyangka ia bisa kedatangan tamu besar seperti Arya dan ia sama sekali tak menyadarinya dan sempat berusaha mengusirnya.