Bab 12 – Pertandingan
Arya tidak
secemberut kemarin karena Alya tidak berangkat ke sekolah. Ia yakin dan
berharap Alya sudah sembuh karena bisa beristirahat dengan cukup hari ini. Tak
banyak pelajaran saat hari Jumat, jadi Arya bisa pergi bersiap-siap tanding
terlebih dahulu sebelum nanti terjun di ring.
“Susah
banget dapet tiket tandingnya Arya, aku dah kehabisan,” keluh Icha pada Arya
sambil menunjukkan laman web pembelian tiket yang sudah sold.
Arya
meringis lalu menyodorkan selembar tiket VIP untuk Icha. “Nih buat kamu,” ucap
Arya yang sebenarnya ingin memberikan tiketnya pada Alya. “Nanti dateng ya,”
sambung Arya sebelum masuk ke mobilnya.
Icha
mengangguk dengan senang. Ia merasa sukses menyingkirkan Alya karena Arya
memberinya tiket VIP. Icha juga merasa bisa dengan mudah mencuri hati Arya
nanti saat ia menontonnya bertanding dan berharap bisa masuk ke jajaran suport
system di tim Arya.
●●●
“Maaf mbak,
yang bisa masuk cuma staf!” tahan staf keamanan yang berjaga di depan pintu
masuk untuk para petarung dan timnya.
Icha menghentakkan
kakinya kesal. “Tapi aku pacarnya Arya, Killing Machine Arya. Masa aku
gak boleh masuk?” desak Icha.
Kedua staf
keamanan saling tukar pandang bingung sejak kapan Arya memasukkan pacarnya
dalam daftar tim. Semua orang yang bekerja di industri tarung ini hanya tau
bila Arya membawa pengasuhnya juga supirnya saja kedalam list tim
pribadinya. Itupun dua-duanya sudah masuk dari tadi.
“Mohon maaf
mbak, namanya siapa?” tanya seorang staf yang akhirnya mengambilkan daftar tim
yang bertarung kali ini untuk masuk ke back stage maupun ruangan.
“Mas Arya
keren! Kalo pukul cepat sekali kayak mesin!” seru Joko sepanjang jalan sambil
menenteng barang-barang Arya keluar.
“Eh Icha!”
seru Arya yang melihat Icha berdiri di hadang staf. “Icha ngapain di situ? Tadi
liat aku kan?” tanya Arya lagi dengan ceria.
Icha
langsung mendekat pada Arya yang tampak baru selesai mandi dengan rambutnya
yang basah dan terlihat bibinya yang sibuk mengelap tetesan air di belakang
lehernya dengan berjinjit.
“Aku mau
pulang duluan ya, acaranya dah selesai. Kalo kamu mau foto sama yang lain
tungguin keluar aja di sini,” ucap Arya yang akhirnya sedikit merendahkan
tubuhnya agar bibi pengasuhnya lebih mudah mengeringkan bagian tubuhnya yang
basah.
Icha
tersenyum canggung. “A-Arya mau langsung pulang?” tanya Icha yang berusaha
mencari momen lagi setelah gagal dengan rencana awalnya.
Arya
mengangguk. “Aku mau ke rumah Alya, aku mau makan malem sama dia di rumah, mau
jemput dulu,” jawab Arya lalu berjalan bersama pengasuhnya sementara supirnya
sudah duluan menyiapkan mobil untuknya.
Icha begitu
kesal Arya sama sekali tak menggubrisnya. Ia juga kehilangan momen untuk
menunjukkan perhatiannya pada Arya di belakang panggung, ia juga kehilangan
kesempatan untuk memvidiokan Arya dan menjadikannya konten di media sosialnya.
Semua kesempatannya hilang gara-gara staf yang menahannya.
Tapi bukan
hanya staf yang bertugas yang membuat Icha kesal. Bibi yang merawat Arya juga
membuatnya kesal. Icha merasa harusnya ia yang mengelap Arya, harusnya ia yang
merawat Arya dan menghujaninya dengan segala perhatian bukan wanita tua itu.
Icha
menangis di sepanjang perjalanannya pulang dalam taxi online yang ia pesan.
Harapannya untuk menemani dan mendampingi Arya hilang, menonton saat bertanding
juga hilang, dan paling menyakitkan dari itu semua Arya malah memilih pulang
untuk menjemput Alya makan malam bersama dengannya.
Icha merasa
perjuangan dan usahanya agar Arya tau betapa ia menyukainya tidak dihargai.
Icha merasa bila Aya jadi mengabaikannya dan tak menyadari perasaannya karena
Alya sudah menghasutnya. Icha langsung melimpahkan segala kesalahan pada Alya.
Icha menyalahkan segalanya pada Alya, kenapa ia tak bisa masuk kedalam back
stage, kenapa Arya tidak menanggapinya, kenapa ia tak bisa menonton
pertandingan sama sekali. Semua Icha limpahkan pada Alya yang bahkan tidak tau
apa-apa.
“Aku gak
bakal biarin kamu bahagia di atas penderitaanku!” geram Icha yang langsung
gelap mata dan memposting foto-foto tak senonoh dari Alya yang ia ambil secara
paksa kedalam forum diskusi anonim sekolahnya.
●●●
Alya tak
berani menatap Arya yang datang menjemputnya. Alya sebenarnya sangat ingin
berkenalan dan main lagi ke rumah temannya waktu TK itu. Tapi ia ingat sekali
dengan peringatan yang di berikan Icha. Bahkan tamparan Icha dengan gelas
kemarin juga masih sakit dan menyisakan memar di pipinya.
“Kenapa
kamu gak mau?” tanya Arya sedih dan terlihat jelas bila kecewa.
“Sudah
malam Arya,” jawab Alya lembut.
“Ya iya
lah, kan judulnya aku ngajak kamu makan malam. Kalo aku kesini siang namanya
ngajak makan siang! Kamu ini gimana!” omel Arya lalu menghela nafas kesal.
Alya
menghela nafas juga lalu menundukkan kepalanya. “Aku masih ga enak badan,” Alya
kembali memberikan alasan.
Arya
langsung memegang kening Alya untuk memastikan suhu tubuhnya hingga Alya
mendongakkan kepalanya. “Ini kenapa?” tanya Arya yang malah menemukan memar di
pipi Alya.
Alya
mengelak lalu menyingkirkan tangan Arya yang menggenggam pipinya. “Gak sengaja
kejatuhan HP,” dusta Alya.
Arya
mendengus sedikit tak percaya. Tapi alasan Alya lumayan masuk akal di
telinganya.
“Eh ada
teman Alya,” sapa Tante Yuli yang melihat Arya berdiri mengobrol dengan Alya.
“Halo
Tante, aku pengen ajak Alya makan malam di rumahku. Tapi dia bilang ga bisa,”
adu Arya yang langsung paham punya kesempatan untuk meminta ijin pada tantenya
Alya.
Yuli
melongo mendengar ucapan Arya. Tubuhnya yang tinggi dan berotot juga datang
tanpa mengendarai apa-apa membuat Yuli ragu pada Arya.
“Iya gak
boleh, udah malem,” ucap Yuli melarang karena khawatir bila yang merundung
keponakannya selama ini adalah Arya dan mungkin akan membawa Alya ke
gerombolannya bila ia ijinkan nantinya.