Bab 08 – Demam
Setiap hari
Mila mengurus segala kebutuhan di rumah. Mulai memasak, mencuci, menyetrika,
menyapu dan mengepel. Semua Mila kerjakan sendiri. Sementara Bima begitu sibuk
dengan segala kunjungan yang ia lakukan. Bima akan berangkat pagi dan pulang
malam.
Intensitas
mengobrolnya juga sangat singkat seperti hanya saat makan saja. Mila sempat
marah dan merasa tidak terima dengan komdisi pernikahannya, tapi setiap ia
melihat Bima yang pulang kerja dalam keadaan lelah dan selalu pulang padanya
perasaan Mila merasa begitu damai dan tenang kembali.
“Mas
belakangan ini keliatannya makan gak teratur, apa perlu ku buatkan bekal?”
tanya Mila lembut saat makan malam bersama Bima.
Bima
menggeleng pelan tanpa bicara apapun. Sungguh Mila merasa kesal dengan
kehidupannya. Tapi Mila mau komplain juga susah, pasti Bima sedang banyak
pikiran. Apa lagi di gedung DPR belakangan ini sering di demo mahasiswa.
Mila tak
lagi menanyakan sesuatu atau mencoba mengajak bima mengobrol lagi. Mila memilih
untuk mengerti Bima dan memahami kondisinya saja. Meskipun Bima terasa makin
cuek padanya.
Usai makan
Mila langsung membersihkan alat makan yang kotor dan memasukkan lauknya yang
masih bisa di hangatkan untuk besok kedalam kulkas. Semenyara Bima tiduran di
sofa sambil menikmati tehnya.
Mila ingin
mendekat pada Bima yang terlihat sedang santai, tapi mengingat hubungannya yang
dingin dan Bima yang banyak diam Mila memilih masuk ke kamarnya. Tapi Mila
masih mendengar suara TV sampai hampir tengah malam dimana biasanya Bima sudah
ada di kamarnya dan beristirahat pada jam-jam tersebut.
Mila
beranjak keluar dari kamarnya memastikan bila Bima hanya lupa mematikan TV
saja. Tapi betapa terkejutnya Mila ia malah mendapati Bima yang meringkuk kedinginan
dan sedikit menggigil di depan TV.
Mila
langsung mengambil selimut dan mengecek suhu tubuh Bima dengan telapak
tangannya. Mila begitu kaget mendapati Bima yang tiba-tiba demam. Bima perlahan
membuka matanya begitu merasakan ada yang menyentuh keningnya.
“Mas,
kenapa gak bilang kalo sakit?!” tanya Mila begitu khawatir pada Bima.
Bima
berdeham pelan lalu bangun. “Aku gak mau ngerepotin kamu Dek,” jawab Bima lalu
berjalan ke kamarnya di ikuti Mila.
“Enggak,
Mas ngomong apa sih?! Kita kan suami istri wajar kalo ngerepotin satu sama
lain,” ucap Mila lalu bergegas mengambilkan obat dan plaster demam untuk Bima.
Bima tiduran
dengan tenang dan membiarkan Mila yang mengurusinya. Mila juga memberikan Bima
vitamin C dan beberapa suplemen lain yang belakangan jarang ia minum.
“Kamu…”
“Aku mau
tidur sama Mas! Aku mau ngurusin suamiku!” sela Mila yang ingin merawat Bima.
Bima hanya
bisa diam pasrah. Ia sudah terlalu pusing, badannya pun sudah begitu lelah dan
lemas karena demam juga aktifitasnya yang tetap padat belakangan ini.
Sudah lama
Bima tak merasa di perhatikan setelah sekian lama. Rasanya aneh ketika ia biasa
di abaikan dan tiba-tiba ada orang lain yang memperhatikan dan melayaninya
dengan begitu tulus. Bima senang, tapi disisi lain Bima juga khawatir jika apa
yang ia rasakan dari Mila hanya sementara.
“Mas, kalo
Mas gak enak badan atau butuh apapun bilang aku. Lupakan kontrak yang kamu buat
itu sejenak. Aku tak masalah, aku juga tak ingin mempermasalahkannya. Aku ingin
berguna buat kamu, aku pegen bantu kamu Mas,” ucap Mila lembut lalu meredupkan
lampu kamar Bima dan tidur di sampingnya sambil memeluk Bima.
Rasa hangat
dan aroma manis tercium oleh Bima. Bima merasa begitu nyaman dan tenang bersama
Mila. Bima memang khawatir jika dirinya larut pada perasaannya dalam hubungan
pernikahannya, Bima juga khawatir jika perasaannya akan mempengaruhi
pekerjaannya. Tapi seiring dekapan Mila dan tepukan lembut di perutnya Bima
perlahan mengendurkan pertahanannya.
“Terimakasih
Mila…” bisik Bima lembut lalu mengecup kening Mila dan ikut memeluknya.
Mila
tersipu mendapat kecupan dan ucapan terimakasih dari Bima. Kekesalannya pada
sikap cuek Bima hilang begitu saja. Rasanya bukan hanya Bima saja yang
merasakan kehangatan, tapi Mila juga merasakan hal yang sama.
Bima merasa
nyaman dan aman bersama Mila. Bima merasa bisa benar-benar menjadi dirinya
sendiri saat berama Mila. Bahkan Bima juga merasa tak masalah menunjukkan sisi
lemah dan buruknya pada Mila. Begitu pula sebaliknya.
“Besok kita
ke dokter Mas, aku khawatir kamu kenapa-napa,” ucap Mila lembut sambil mengelus
pipi Bima.
Bima
tersenyum lalu mendekatkan wajahnya yang hanya berjarak beberapa centi dari
Mila itu dan mengecup bibir Mila. Mila cukup kaget dan sedikit menjauh, tapi
tak lama ia pasrah oleh Bima yang menarik tengkuknya mendekat dan langsung
melumat bibirnya itu.
Mila
memejamkan mata menikmati cumbuan Bima. Namun cumbuan itu berhenti sebelum
makin memanas. Bima tak mau semakin larut dalam kenikmatan yang ia dapatkan
dari Mila, sementara Mila tak keberatan jika Bima berhenti dan memilih untuk
beristirahat saja. Mengingat kondisi Bima juga yang sedang drop.
Meskipun
begitu Bima tetap mendekap Mila agar tetap dekat dengannya. Malam ini adalah
malam terindah dan terbaik untuk Mila maupun Bima meskipun keduanya sama-sama
tak banyak bicara. Cukup hanya dengan sentuhan fisik yang mereka lakukan saja,
rasanya baik Bima maupun Mila sudah dapat mengetahui isi hati satu sama lain.
Bercumbu dan saling memeluk dalam lelap. Kenyamanan yang begitu jarang menyelimuti keduanya. Baik saat lajang maupun sudah menikah. Mila berharap waktu berhenti berdetik, begitu pula dengan harapan Bima yang ingin terus berdekatan dengan Mila seperti saat ini.