0
Home  ›  Chapter  ›  The Hot Daddy

Bab 22 – Poligami

Bab 22 – Poligami-1

Bima terus memikirkan ucapan Dandi soal pengalamannya dan segala mitos yang ia percaya soal perempuan. Bima mulai mengelus tengkuknya dan meletakkan draf rancangan undang-undang yang baru selesai ia baca dan ia cerna. Kepalanya pusing, bukan pusing kerjaan kali ini. Tapi pusing karena hubungan percintaannya.

“Bim aku mau kasih ini, sekalian mampir ke apartemenmu boleh?” tanya Ayu sambil menunjukkan kain stelan kebaya sragam dari partai beserta stelan olah raga untuk Mila.

Bima mengangguk pelan. Mungkin mengajak Ayu pulang dan memintanya menjelaskan secara langsung kegiatan keperempuanan yang harus di ikuti Mila akan menjadi awal yang baik. Apalagi kegiatan PKK belakangan ini sering ribut memperebutkan posisi sekjen yang baru.

“Yaudah yuk sekalian,” ucap Bima lalu berjalan keluar dari gedung kantornya.

“Aku nyusul aja nanti, masih mau ketemu mbak Maya,” ucap Ayu.

Bima kembali mengangguk lalu memilih pulang duluan. Semakin cepat ia pulang semakin cepat ia bertemu Mila, artinya semakin cepat juga ia bisa mengobrol dan menanyakan banyak hal soal perasaan Mila sebelum semuanya menjadi bola salju besar yang menghantamnya nanti.

Bima benar-benar terus memikirkan Mila dan memikirkan apa yang perlu ia ucapkan pada Mila nanti dan bagaimana cara memulai pembicaraannya atau kata-kata indah apa agar Mila tidak tersinggung padanya nanti. Bima terus memikirkan itu, bahkan memikirkan kalimat untuk rancangan undang-undang tidak sepusing ini bagi Bima.

“Assalamualaikum…” ucap Bima begitu sampai di apartemennya.

Mila langsung memeluk Bima dengan begitu erat. Bima kaget dan bingung dengan Mila yang langsung memeluknya seperti ini. Ada rasa berdebar di hatinya namun juga bingung, Mila memang suka mengambil inisiatif dan meskipun ia tidak frontal juga blak-blakan Mila tipe orang yang jujur dan terbuka. Mila mudah mengatakan jika menyayangi Bima atau memujinya tanpa gengsi.

Tapi Mila hampir tidak pernah memberikan sambutan yang seintim ini sebelumnya. Bima senang, tidak munafik, semua pria pasti senang bila pulang kerja di sambut dengan pelukan oleh istrinya. Tapi kali ini yang membuat Bima makin bingung Mila mulai menangis dalam pelukannya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Ada apa?” tanya Bima lembut lalu meletakkan tas kerjanya di atas sofa sambil menggiring Mila masuk.

“Ibu cerai…” jawab Mila di sela tangisnya.

Bima hanya diam, ia terkejut. Tapi Bima sadar semua keluarga pasti punya masalahnya masing-masing. Tak ada gading yang tak retak. Bima juga ingat Mila pernah cerita soal keluarganya dan kehidupan poligami di keluarganya meskipun tidak cukup rinci.

“Aku sedih, Ibuku dimadu, diabaikan terus menerus, lalu sekarang di ceraikan…” adu Mila pada Bima.

Bima tak bisa berkata apa-apa selain mendekap Mila sambil mengelus punggungnya agar merasa lebih baik. Bima tidak paham kenapa orang bisa memutuskan poligami dan bagaimana cara adil dalam berpoligami. Bima sama sekali tidak bisa memahami itu.

Bima merasa bukankah baik jika merasa tidak adil dalam poligami dan memilih untuk bercerai saja? Bukankah itu pilihan yang baik, selain sudah tidak perlu cemburu dan makan hati lagi, tidak perlu pusing soal pembagian kasih sayang dan bisa memulai hidup baru dengan pasangan baru juga nantinya? Tapi kenapa Mila malah sedih?

“Mila, aku gak bisa memahami kesedihanmu. Maaf. Aku bingung kenapa harus sedih atas perceraian orang tuamu? Ibu kan tidak mendapatkan keadilan dalam poligami, pembagian kasih sayang dan semuanya pasti akan sulit apa lagi ayahmu juga punya istri lebih dari dua. Bukannya kalau cerai Ibu bisa memulai kehidupan baru? Mungkin Ibu bisa dapat pasangan baru juga, bisa hidup lebih bahagia juga? Iya kan? Menurutku perceraian memang buruk, tapi kadang itu menjadi penyelesaian masalah… jadi jangan sedih,” ucap Bima sambil menatap Mila.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Mila terdiam, Bima benar. Mila sudah lama menginginkan ibunya berpisah juga. Kehidupan poligami yang di lakukan ayahnya juga tidak sehat sedari awal. Tidak ada orang yang bisa adil dalam membagi perasaannya.

“Aku tau poligami itu boleh dalam agama kita, tapi aku gak tau caranya, aku cuma pernah dengar kalau harus bisa adil itu saja. Aku gak bisa adil jadi aku gak mau poligami, aku juga gak tau dalil yang menganjurkan poligami,” ucap Bima.

“Dalilnya di surat An-Nisa’ ayat 3,” ucap Mila memberitahu Bima.

Bima bangun untuk mengambil Al-Quran terjemahan yang ia miliki. Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” Bima membacakan arti surat yang Mila katakan tadi.

“Pertama aku gak menyukai perempuan sebanyak itu, kedua aku khawatir gak bisa adil, ketiga aku gak punya hamba sahaya. Gak ada dalil yang menguatkan aku harus poligami, aku juga percaya ada anjuran poligami pasti ga sesimpel itu cuma karena laki-laki suka aja,” ucap Bima lalu menutup Qurannya dan meletakkannya di atas meja.

Mila tersenyum mendengar ucapan Bima, Mila ingin menerangkan soal poligami pada Bima secara lebih lagi sebenarnya. Tapi mendengar Bima yang sudah mengambil kesimpulan ia mengurungkan niatannya.

“Kadang aku pengen menjaga jarak sama kamu, kadang aku pengen menikah dan hidup masing-masing tanpa terganggu, aku pengen hidup sendirian dalam tenang. Tapi belakangan aku memikirkan itu kembali, hidup sama kamu tidak buruk juga, menikah dan punya kehidupan normal sebagai pasangan juga tidak buruk…” Bima menghela nafasnya sementara Mila mulai mengerutkan keningnya dengan bingung. “Dek, aku mungkin gak bisa jadi cowok kayak yang kamu harapkan. Mungkin aku sering bikin kamu sedih, tapi aku gak berpikir buat meninggalkan kamu atau buat poligami,” sambung Bima.

“Itu saja aku sudah bahagia, aku sudah senang selama Mas sama aku. Aku sudah bahagia,” ucap Mila lalu menggenggam tangan Bima.

Bima mendekat lalu menarik dagu Mila, Bima langsung melumat bibir Mila dengan lembut.

Bab 22 – Poligami-2


21
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share